Rabu, 13 Februari 2013

Berkah Busana Muslim


Kendati baru merintis usaha awal tahun lalu, Fitri Aulia telah sukses menekuni usaha pembuatan busana muslim di Depok, Jawa Barat. Mengusung merek Kivitz, produk busana muslimnya kini merambah hampir semua wilayah di Indonesia. Dalam sebulan, ia bisa memproduksi sekitar 1.000 pakaian dengan omzet Rp 150 juta-Rp 200 juta. Produk busana muslim Fitri mampu menembus pasar karena cukup modis dan trendi, sehingga diminati di kalangan remaja dan ibu-ibu muda.

“Walaupun busana muslim, tapi tetap saya buat stylish,” ujar wanita 24 tahun ini. Fitri memang mendesain sendiri busana muslim buatannya. Untuk produksi atau penjahitannya, diserahkan kepada sepuluh orang penjahit yang menjadi mitra usaha dia. Ia sendiri hanya mempekerjakan tiga karyawan yang fokus mengurusi masalah penjualan reseller, pembelian online, dan quality control. Busana muslim yang Fitri produksi terdiri dari jilbab, cardigan, dress, baju atasan, dan rok.

Untuk jilbab dibanderol mulai Rp 65.000-Rp 100.000 per buah. Sementara dress atau baju atasan mulai Rp 150.000-Rp 400.000 per stel. Sampai saat ini, ia sudah memiliki sekitar 40 tenaga reseller yang membantu memasarkan produk-produknya. Mereka tersebar mulai dari Jawa, Aceh,  Pekanbaru, Palembang, Makassar, Banjarmasin, Balikpapan, dan Samarinda.

Sejak kuliah, Fitri memang sudah hobi mendesain pakaian. Selain itu, ia juga suka emadupadankan busana muslim, sehingga tetap bisa tampil modis. Menurutnya, wanita berjilbab tidak selalu harus menggunakan gamis. Baju yang ada pada umumnya juga bisa dikenakan. Misalnya, pakaian lengan pendek bisa dipadukan dengan cardigan atau luaran lengan panjang dan ditambah rok.

Saat merintis usaha pembuatan busana muslim di Depok, Jawa Barat, kondisi Fitri Aulia masih serba terbatas. Selain modal yang minim, ia juga sama sekali tidak memiliki pengalaman bisnis. Ia juga tidak pernah mengenyam pendidikan di bidang fesyen. Namun dalam kondisi yang serba terbatas itu, ia tetap nekat mendirikan usaha. “Jika memiliki tekad, hambatan seperti apapun pasti akan bisa diatasi,” ujar Fitri.

Bisnis ini mulai dirintisnya tak lama setelah ia menikah yakni di 2011. Saat itu, Fitri juga baru lulus kuliah dari Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia. Sejak awal setelah menikah, Fitri memang tidak memiliki keinginan untuk bekerja di perusahaan manapun. Sebagai ibu rumah tangga, Fitri mendambakan bisa memiliki usaha sendiri. Kebetulan, ia memiliki minat yang tinggi di bidang fesyen. Sejak masih mahasiswa, ia suka memadupadankan busana muslim, sehingga tetap bisa tampil modis.

Hobi itu juga yang kemudian mendorong Fitri terjun ke usaha pembuatan busana muslimIa mengaku, usahanya ini dibangun dengan modal awal sebesar Rp 4 juta. “Kebetulan saat itu suami saya mendapat bonus dari pekerjaannya sebesar Rp 4 juta,” ujarnya. Uang yang tak seberapa itu dipakainya buat membeli bahan-bahan pakaian. Lantaran modalnya minim, ia hanya mampu membeli bahan sebanyak 2 kilogram (kg). Itu pun warnanya hanya satu jenis.

Kemudian bahan tersebut, ia bawa ke penjahit pakaian. Pada produksi perdana itu, Fitri hanya mampu membuat enam helai pakaian. Ia pun memasarkan produknya itu melalui blog miliknya.

Kebetulan, di blog-nya itu, Fitri memang rajin menulis maupun memajang foto-foto seputar busana muslim hasil kreasinya. “Hampir setiap hari saya foto-foto pakaian saya dan menampilkan di blog saya,” ujar Fitri.

Dari blog itu juga lambat laun banyak orang yang menyukai busana hasil rancangannya. Enam helai pakaian yang menjadi produk perdananya itu pun langsung ludes. Setelah itu, Fitri kembali memproduksi lagi. “Dalam tiga hari saya sudah kembali modal,” ujarnya. Setelah modalnya balik, ia kemudian mencoba produksi dalam jumlah lebih banyak hingga mencapai 50 biji per bulan. Namun, masalahnya ia tidak bisa membuat pola pakaian, seperti yang selama ini dilakukan para desainer.

Padahal, pola itu penting sebagai acuan penjahit dalam membuat sebuah busana. Makanya, setiap kali terpikir akan satu desain, Fitri hanya membuat gambaran besar pakaian yang diinginkan. Sementara untuk lebih detailnya disampaikan secara lisan kepada penjahit.

Si penjahitnya yang kemudian membuatkan pola sesuai penjelasan Fitri. “Proses trial and error-nya memang lumayan banyak karena yang di pikiran saya belum tentu sama dengan penjahitnya,” ujar Fitri. Alhasil, seringkali pakaian yang dibuat penjahit kurang berkenan di hatinya. Biasanya, ia akan meminta dibuatkan lagi hingga benar-benar mendapatkan bentuk pakaian yang sesuai dengan keinginannya. “Setelah benar-benar pas baru diproduksi dalam jumlah banyak,” kata Fitri.

Sampai saat ini pun pola kerjanya masih seperti itu. Sebab, hingga kini, Fitri belum bisa membuat pola sendiri. Tapi, hal itu tidak mengganggu perkembangan usahanya. Bahkan, pakaian hasil rancangan Fitri semakin banyak peminatnya. Kiprahnya di dunia fesyen juga semakin diakui. Buktinya, ia kerap diundang mengisi acara pameran dan fesyen show. Baru-baru ini, Fitri ikut ambil bagian dalam ajang Jogja Fashion Week.

Sumber : jpmi.or.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar