Minggu, 28 Juli 2013

Bisnis Camilan Opak

Dulu, untuk mekan sehari-hari saja sangat sulit. Bahkan Lailatin Afiffah (36) dan keluarga pernah berhutang beras kepada tetangga untuk makan sehari-hari. Itulah problem ekonomi yang dialami Afifah selama bertahun-tahun. Tapi kini warga dusun Sarimulyo, Kliber, Mojotengah, Wonosobo ini bisa dibilang telah menjadi pengusaha camilan opak singkong yang sukses, dengan omzet olahannya perbulan rata-rata Rp 30 juta.

Pada awal kehidupan rumah tangganya, Affifah didera berbagai kesulitan ekonomi. Kendati demikian, ia tetap tabah dan pantang mengeluh bahkan menangis di depan suami. “Saya tak ingin mengeluh urusan dapur di depan suami. Bagaimana pun jika sampai mengeluh justru hanya akan membuat suami kian pusing dan terbebani. Jadi, saya tetap berupaya mencari solusi sendiri,” kenangnya. 

Puncaknya terjadi pada tahun 2006. “Saat itu bulan Agustus, kebetulan anak nomor tiga harus diimunisasi polio, keesokkan harinya. Akan tetapi di dompet saya hanya tersisa uang Rp 3.000. Untuk makan hari itu, terpaksa saya harus pinjam beras pada tetengga. Dalam hati saya berdoa dengan sungguh-sungguh agar diberi pertolongan Alloh, melalui siapa saja dan apa saja,“ lanjut Affifah. Tak lama berselang, tiba-tiba seekor burung nyasar masuk ke dalam ruang tamu Affifah dan bertengger di atas meja. “Ya, memang aneh. Barangkali karena kala itu dinding rumah saya masih berlobang-lobang (yang terbuat dari anyaman bambu), sehingga memungkinkan burung nyasar ke dalam rumah.

 Namun saya yakin, burung ini adalah bagian dari jawaban Alloh atas doa saya. Dan benar saja, setelah ditangkap suami dan ditawarkan, burung berjenis anis itu ternyata bisa laku Rp 100 ribu, sehingga bisa untuk menebus hutang beras saya. Dan di saat itu pula untuk pertama kalinya saya menangis di depan suami karena saking terharunya,” kenang Afiffah.

Berawal dari peristiwa tersebut, maka afiffah makin getol untuk tulus berdoa dan tak lupa Afiffah selalu mendorong suaminya agar giat bekerja sebagai buruh bangunan. Disaat order buruh sepi, Mahrur (40), suami Afiffah juga giat bekerja sambilan membuat perabotan rumah tangga, seperti kursi, lemari, meja, dan kusen pintu/jendela. Selain memproduksi alat-alat rumah tangga, suaminya juga kerap menerima order reparasi. Silih berganti orang datang untuk membetulkan barang-barang rumah tangga yang terbuat dari kayu. 

Di tengah kondisi perekonomiannya yang mulai membaik tersebut, tiba-tiba musibah datang lagi. Alat pertukangan Mahrur yang dipakai bekerja sehari-hari dicuri maling termasuk alat-alat bermesin seperti serutan kayu yang ironisnya masih berstatus hutang senilai Rp 1,7 juta. “Jadi rumah saya yang masih berlobang-lobang tersebut dimanfaatkan pencuri untuk masuk dan mengambil alat-alat pertukangan milik suami,” kata Afiffah. Ujung-ujungnya mudah ditebak.

Tanpa alat-alat dan tanpa modal, sang suami kembali menjadi pengangguran. Namun tak berselang lama ia dan suami justru menemukan bisnis baru yakni: Jualan Opak Singkong! Idenya justru berawal dari ketidaksengajaan. Kala itu, seorang adiknya yang tinggal di beda kecamatan memesan opak sebanyak 15 kg seharga Rp 85 ribu dan Afiffah diminta mengambil pesanan di waktu yang telah ditentukan. Namun karena pembuat opak tak berada di rumah, atas inisiatif sendiri ia mengalihkan untuk mengambil dari tempat usaha lain. 

Tak pelak hal itu menyebabkan pembuat opak singkong yang pertama kali dipesani merasa dirugikan karena telah terlanjur membikin pesanan untuk adiknya tersebut. Sehingga pembuat opak singkong berharap agar barangnya tetap dibeli, walaupun hanya beberapa kilogram. Dilatarbelakangi rasa belas kasihan kepada perajin itulah kemudian Afiffah membeli opak singkong dengan uang pinjaman. Setelah dibeli, opak singkong tersebut lali di-packing dalam berbagai ukuran kemudian dijajakan keliling oleh suaminya. Dan sungguh diluar dugaan, opak singkong seharga Rp 85 ribu tersebut laku keras hanya dalam tempo sehari dan memperoleh keuntungan bersih Rp 55 ribu.

Sumber : iniopiniku.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar