Kamis, 20 Juni 2013

Ernawati Di Balik Sukses Pemancingan 1000

Tak punya latar belakang ilmu bisnis apalagi bidang perikanan, Hj. Ermawati justru sukses mengelola area Pemancingan 100 dan 1000 yang didirikan suaminya, H. Nurmiyanto. Tiap musim liburan tiba, area pemancingan yang berlokasi di Desa Janti, Polanharjo, Klaten, itu banyak dipilih orang untuk menghabiskan waktu bersama keluarga. Bagaimana kiat sukses Erna mengelola bisnis dan puluhan karyawannya?

Berapa banyak ikan, beras, dan sayuran harus disediakan tiap musim liburan? 
Bisa sampai 2 ton ikan sehari. Biasanya, sih, hari biasa cuma 6 kuintal. Berasnya bisa sampai 3 ton dari kualitas terbaik. Mentimun dan cabai sampai 1 kuintal lebih. Saya juga heran kenapa pengunjung bisa banyak datang ke Pemancingan 1000 ini.

Kenapa tertarik berbisnis pemancingan? 
Saya enggak sangka akan berbisnis seperti ini. Saya kenal dunia pemancingan karena pernah bekerja di rumah Pemancingan No. 10 milik tetangga. Saya kerja di sana selulus dari SMA Polanharjo tahun 1994. Baru kerja setahun, putranya yang punya pemancingan itu melamar saya. Jadi, status saya dari pegawai berubah menjadi menantu. 

Setelah itu, makin akrab dengan dunia perikanan, ya? 
Oh, belum. Orangtua saya, Pak Suraji dan Ibu Sri Murni, kan, petani transmigran asal Jawa ke Bandar Lampung. Berhubung jarak sekolah jauh dari rumah, saya dipindah ke Klaten. Saya memang lahir di Klaten, 29 April 1976.

Lalu setelah menikah? 
Oleh mertua, suami dimodali toko kelontong kecil di pasar. Lalu toko itu dijual, laku Rp 25 juta. Uangnya untuk modal bikin lokasi pemancingan. Kebetulan mertua punya lahan persawahan, luasnya 3 ribu meter pesegi. Mula-mula bikin pemancingan kecil saja. Lama-lama dapat pinjaman uang lalu dipakai untuk membesarkan usaha sedikit demi sedikit. 

Kolam pemancingan itu kami namakan Pemancingan 100. Lama-lama usaha ini jadi besar. Semua lahannya sekarang sudah terisi kolam. Pengunjungnya juga makin banyak. Lama-lama saya bisa beli tanah untuk Pemancingan 1000 ini. Luasnya sekitar 6.500 meter pesegi. Awalnya ditertawakan orang saat kami beli lahan bekas tempat buang sampah ini. Tapi kami, kan, punya planning sendiri.

Hobi memasak ikan?   
Saya hobi masak apa saja. Hanya saja dulu saat masih bantu-bantu mertua di pemancingan ada pengunjung yang minta dimasakkan ikan. Kalau akhirnya sering masak ikan, itu berawal dari faktor ketidaksengajaan. Dulu Pemancingan 10 tidak dikonsep sebagai tempat bersantap. Sekadar tempat mancing  saja. Sehabis memancing hasilnya dibawa pulang pengunjung. 

Selanjutnya, ada yang minta dimasakkan ikan hasil pancingannya karena ingin makan di pinggir kolam. Nah, kebetulan saya suka masak. Sejak itulah banyak pemancing ikut-ikutan minta dimasakkan. Mungkin juga cocok rasa olahan ikannya, ya. Akhirnya keterusan dan makin banyak mengundang tamu.

Hal seperti itu juga ada di area pemancingan lain? 
Awalnya tidak. Di Klaten kami hampir 10 tahun bisnis kolam pemancingan, ya, sepi. Padahal sudah dibantu Balai Pembenihan Ikan. Mereka sempat menyarankan ikannya diolah sehingga menarik pengunjung untuk datang lagi. Tapi, kok, belum pada tertarik. Nah, baru di Pemancingan 10 yang kemudian memulai. Setiap hari Minggu sampai tak muat tempatnya. Lama-lama bermunculan kolam pemancingan serupa. Ya, arena memancing, ya, arena makan juga. Dulu nomor usahanya berurutan. Sekarang tidak lagi.

Kenapa pakai nomor 1000? 
Habis pakai nama Pemancingan 10, jadi ramai. Bikin nomor 100 juga berjalan baik. Nah, biar semakin besar usahanya saya pakai nomor 1000. Selain lokasi pemancingan dan bersantap, kami juga menyediakan tempat bermain air buat anak. Agar saat orangtuanya mancing anaknya bisa bermain bersama ibunya. Ternyata benar, Pemancingan 1000 yang letaknya agak jauh dari jalan raya banyak didatangi pengunjung. 

Sejak usaha membesar, bagaimana pembagian tugas dengan suami? 
Saya full mengelola usaha ini. Suami yang menyiapkan semua keperluan bahan baku, dari membina pembibitan ikan, menanam beras, sampai sayuran. Seperti tomat, daun kemangi, padi, mentimun, cabai, semua ditanam sendiri di lahan kami secara organik. Semua itu untuk persiapan event  besar. Misalnya menyambut Lebaran, Natal, tahun baru, dan liburan sekolah. Di luar itu, sebagian dicukupi pemasok.

Bekerjanya dari Minggu ke Minggu, dong? 
Iya. Pas hari libur, sih, bisa sampai tidak istirahat. Tapi kalau hari biasa, jam 18.00 pemancingan sudah saya tutup, meski ada tamu yang datang. Tapi pas liburan, meski sudah jam 18.00, kalau bahan baku masih ada, ya, saya terima saja tamu yang datang. Kasihan, kan, sudah jauh-jauh datang.

Jadi, kapan istirahatnya? 
Kalau tidak ada musim liburan. Biasanya saya pakai jalan-jalan ke mal atau Toko Buku Gramedia mengantar anak-anak. Mereka, Putri Ike Nurmawati, sekarang kelas 1 SMA, dan Putra Nur Mahendra, masih kelas 5 SD. Saya pribadi paling suka belanja buku masakan. Dan untuk urusan liburan ini, paling tidak tiap tahun saya ambil 12 hari cuti buat umrah bersama suami.

Oh ya, apa kuncinya bisa mengelola bisnis dengan 60 karyawan? 
Saya anggap mereka keluarga. Saya tahu persis siapa saja yang potensial di bidangnya, kemudian saya tempatkan sesuai kapasitasnya. Dengan perlakuan yang baik, karyawan akan tumbuh kesadaran sendiri. Misalnya, tiap kali musim liburan dan tamu membludak, karyawan bisa datang ke pemancingan jam 03.00 dini hari tanpa saya suruh. 

Setelah punya dua arena pemancingan dan sawah yang luas, apalagi obsesi ke depan? 
Suami sudah beli tanah lagi di pinggir jalan. Rencananya akan kami manfaatkan buat gedung pertemuan. Kebetulan di Desa Janti belum ada gedung pertemuan yang memadai fasilitasnya.

Sumber : eciputra.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar