Jumat, 28 Desember 2012

Sukses Orang Terkaya No.1 di Dunia

Forbes kembali merilis daftar kekayaan orang-orang super kaya Indonesia. Sebanyak 40 orang warga Indonesia memiliki kekayaan sebanyak US$71 miliar atau Rp640 triliun.
Kakak beradik, Michael Bambang Hartono dan Robert Budi Hartono masih mempertahankan posisi teratas sebagai orang terkaya Indonesia. Harta bersih duet bersaudara ini mencapai US$11 miliar atau hampir Rp100 triliun. 
Mereka mewarisi kekayaan dari ayahnya sebagai produsen rokok kretek terbesar di Indonesia, yakni Djarum dari Kudus, Jawa Tengah. Kini sebagian besar kekayaan mereka berasal dari PT Bank Central Asia, bank terbesar ketiga di Indonesia dan masuk jajaran perusahaan menakjubkan versi majalah Forbes.
Terlahir dengan nama Oei Hwie Siang, Michael mewarisi raksasa bisnis Djarum setelah ayah mereka, Oei Wie Gwan, meninggal pada 1963. Oei Wie Gwan meninggal tidak lama setelah pabrik rokok Djarum terbakar habis.
Michael dan Robert yang bernama kecil Oei Hwie Tjhong, lalu bahu-membahu mengibarkan bendera Djarum hingga ke luar negeri. Saat ini, Djarum mendominasi pasar rokok kretek di Amerika Serikat, bersaing dengan PT Gudang Garam Tbk dan PT HM Sampoerna Tbk.
Pria berusia 71 tahun ini memiliki empat orang anak. Sedangkan Robert kecil lahir di Kudus pada 1941 dan merupakan anak kedua dari Oei Wie Gwan. 
Dia juga sempat masuk orang terkaya ke-10 di Asia Tenggara dan ke-321 di dunia pada 2005 versi majalah Forbes dengan kekayaan US$ 2,3 miliar. Bahkan, Robert Budi Hartono pada 2004 sempat bertengger di posisi ke-8 dengan kekayaan US$ 2,2 miliar. 
Pada Juli 2007, majalah Globe Asia juga menyatakan Robert sebagai orang terkaya di Indonesia dengan kekayaan US$ 4,2 miliar atau sekitar Rp 37,8 triliun.
Selain Djarum, Robert dan Michael merupakan pemegang saham terbesar di Bank Central Asia. Michael Bambang Hartono dan Robert Budi Hartono melalui Farindo Holdings Ltd menguasai sekitar 47,15 persen saham BCA.
Selain rokok, grup Djarum juga memiliki bisnis pusat perbelanjaan, menara perkantoran, residence, dan hotel.
Sumber : fokus.news.viva.co.id

Kamis, 27 Desember 2012

Bisnis Food Suplier


Dengan modal cekak, dia sukses menjadi pengusaha makanan yang memasok perhotelan dan resto. Dia bahkan menjadi pemain global. Bagaimana dia meraih itu semua? 

Bila Anda sedang atau akan merintis dan membesarkan usaha, tak ada salahnya bertandang ke kantor Elisabeth Liman dan berguru padanya. Wanita ini sangat layak dijadikan inspirator, bukan karena dia seorang guru, melainkan karena kaya pengalaman dalam merintis usaha. Dia bukanlah sosok yang mengawang-awang untuk dicontoh. Dia entrepreneur yang memulai usaha dengan modal amat terbatas -- tidak mewarisi miliaran rupiah dari orang tua -- dan membangun sendiri bisnisnya tahap demi tahap. 

Di kalangan masyarakat perhotelan, resto, supermarket, sosok Elisabeth bukanlah nama asing. Demikian pula perusahaan yang dikibarkannya, PT Indoguna Utama. Maklum, rata-rata hotel besar di Indonesia menjalin hubungan dengan Indoguna untuk kebutuhan pasokan daging dan bahan makanan lain seperti keju, seafood, gourmet dan wine. Indoguna terbilang salah satu pemain terbesar di bisnis ini. Di Jakarta saja pelanggannya lebih dari 120 perusahaan (hotel, resto, chain store, maskapai penerbangan) yang mayoritas merupakan nama-nama besar.

Indoguna bahkan punya cabang dan anak usaha di beberapa negara. Di antaranya di Dubai, Hong Kong, Singapura, Australia, Kazakhstan, Taiwan, Amerika Serikat dan Lebanon. Salah satu perusahaan di Australia bahkan sukses mengekspor produk dari Negeri Kanguru ke 28 negara. Tak mengherankan, perusahaan tersebut (Mulwarra Export Pty. Ltd.) mendapatkan penghargaan dari Pemerintah Australia atas prestasinya di bidang ekspor. Elisabeth kini memperkerjakan lebih dari 1.000 karyawan, tersebar di beberapa negara, termasuk Indonesia.

Perjalanan bisnis Elisabeth tak bisa dipisahkan dari Makassar. Maklum, dia memang dibesarkan di kota terbesar di Indonesia Timur itu dan di sana pula orang tuanya tinggal. Sejak muda, dia sangat menyukai tantangan dan gampang bosan melakukan hal-hal yang baginya tidak menantang lagi. Dia diterima di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, tapi hanya betah menjalani kuliah setahun. Kemudian pindah ke Fakultas Ekonomi, tetapi juga tidak bertahan lama. Hingga tiga kali ganti jurusan, akhirnya dia menyerah. "Saya merasa tidak ada tantangan dengan pekerjaan kuliah yang monoton seperti itu," ungkapnya. 

Jakarta menjadi tempat hijrahnya. "Saya pikir kenapa kok harus terdiam hanya sebatas di Makassar, padahal tantangan di lain tempat begitu luas," kata anak pasangan bukan pengusaha itu. Tak berapa lama tinggal di Ibu Kota, dia merasa tertantang untuk pindah ke luar negeri, New York, guna memperluas cakrawalanya. "Saya pilih New York karena penduduk kota itu lebih welcome dengan pendatang dari Asia, tak seperti kota-kota di Eropa. Saya belajar survive di kota tersebut dengan bekerja di perusahaan food," tutur anak kedua dari empat bersaudara itu. Di kota berjuluk Big Apple tersebut, Elisabeth yang sendirian tanpa keluarga belajar betul tentang pentingnya kegigihan agar bisa bertahan hidup. Dia bekerja dan belajar hidup di Negeri Abang Sam. 

Setelah dua tahun di New York, dia mulai berpikiran kembali ke Indonesia. "Saya berpikir kenapa saya tidak mencoba berdiri sendiri, mendirikan usaha di bidang food," ujarnya. Tanpa pikir panjang dan ragu, tepat pada 1982 dia mulai merintis usaha di Jakarta, mendirikan Indoguna. Perusahaan rintisannya itu juga membidangi makanan sesuai dengan pengalaman kerjanya. "Tapi tidak persis seperti yang digeluti perusahaan lama di New York," katanya. Dia menyukai bisnis ini karena memang mencintai makanan. 

Bisnis ini dimulai ala kadarnya karena tak ada yang memodali, menyewa ruang kerja di Jl. Gajah Mada, Jakarta Pusat. Elisabeth memulainya dengan ditemani empat karyawan yang direkrutnya. Boro-boro bermimpi menjadi pengusaha besar, awalnya hanya berorientasi agar bisa hidup. Salah satu faktor positifnya, ketika itu ekonomi Indonesia cukup booming dan di Jakarta banyak ekspatriat yang berdatangan, khususnya dari Jepang, Prancis dan Korea. Pasti, walau mereka tinggal di Jakarta, kebutuhan dan selera makan mereka tak berubah. Ceruk ini yang dilihat Elisabeth dan kemudian dia mengimpor bahan makanan, khususnya daging, untuk hotel-hotel tempat para ekspat itu menginap.

Kebetulan, ketika itu di Indonesia belum banyak pemain yang menggarap impor daging dan bahan makanan untuk kalangan ekspat. Belum banyak pebisnis yang punya keahlian di bidang itu. "Kalau ada, hanya 1-2 perusahaan," ungkapnya. Dia mendekati calon pelanggan dari pintu ke pintu, berkenalan dan bergaul dengan para chef di hotel-hotel. 

Kebetulan juga, waktu itu Hotel Hilton baru berdiri dan membutuhkan daging impor yang empuk yang kualitasnya lebih baik dari daging sapi yang ada di dalam negeri. Hotel tersebut membutuhkan untuk bahan steak, tepanyaki, dan makanan lain yang khusus ditujukan bagi pelanggan Jepang. "Mulailah di situ saya belajar. Saya diajari pemakainya, yaitu para chef di hotel itu. Saya diajari kalau you bawa ke saya daging seperti ini, nantinya jadinya seperti ini, begini hasilnya. Saya juga disuruh coba masakannya," papar Presdir PT Indoguna Utama ini.

Jadi, dia justru belajar dari para chef. Setelah itu, mereka mulai mengorder walau kecil. Dia pun melayani order tersebut walau nilainya hanya kecil (10 kg), sementara perusahaan yang ada saat itu tak mau melayani kuantitas kecil sehingga cenderung mengabaikan. "Kalau saya, tidak melihat jumlahnya, tetapi kebutuhannya dan apa yang bisa disediakan, lalu akan saya usahakan untuk saya bawakan ke mereka. Makanya, mereka senang dan kemudian percaya," katanya. Dari yang awalnya hanya memberi order sedikit, lama-lama memesan semakin banyak karena setiap kali memesan selalu dilayaninya dengan baik. 

Prinsipnya, Elisabeth bekerja sembari belajar. Dia bergaul dan belajar dari chef, apa yang dibutuhkan hotel, lalu berusaha menyediakannya. "Waktu itu memulainya kecil-kecil sekali, lalu pelan-pelan berkembang dan meluas. Dari satu hotel ke hotel lain," ungkapnya. Dia tak malu belajar pada para chef, sekaligus memperluas penjualannya. 

Dalam berbisnis, Elisabeth berprinsip mengembangkan bisnis mesti sesuai dengan kebutuhan. Pasarnya berkembang karena kebutuhan kliennya juga berkembang. Biasanya setelah tahu apa kebutuhannya, pihaknya lalu berusaha menyediakan. "Sebenarnya kalau memulai bisnis, harus kembali ke pertanyaan ada market-nya atau nggak. Kalau sudah tahu ada market-nya, barulah kita benahi diri kita sendiri agar bisa memenuhi kebutuhan," katanya. 

Bukan hanya berusaha memenuhi apa yang dibutuhkan, tetapi juga memegang komitmen dan jujur dalam memberikan pelayanan. Bila sudah menjanjikan produk dengan kualitas A, yang harus di-deliver pun produk dengan kualitas A. Juga, tidak menjual dengan harga di luar kewajaran. "Dengan kejujuran itu, akhirnya para chef itu percaya kepada kami," ungkapnya. Karena prinsip seperti itu, pelanggan Indoguna dari tahun ke tahun berkembang. Sekarang hampir semua hotel berbintang di Jakarta menjadi pelanggannya. Bahkan lebih dari itu, Indoguna mulai merentangkan sayap, mendirikan cabang di beberapa kota seperti Bali, Yogyakarta dan Surabaya. Malah membuka cabang juga di luar negeri. Kok bisa? 

Rupanya para chef yang pernah bekerja di Indonesia dan menjadi pelanggan Indoguna tak melupakannya. Ketika pindah tugas ke negara lain, biasanya mereka menghubungi dia. "Mereka menghubungi saya, ‘Elisabeth kenapa you nggak buka di sini. I need you here’," katanya. Melalui cara itu pula, Indoguna kemudian membuka bisnis sejenis di banyak negara: Hong Kong, Singapura, Dubai, Australia, Kazakhstan, Taiwan, Malaysia, AS dan beberapa negara lain. Biasanya setiap membuka cabang, selalu dimulai dari skala kecil dulu, kemudian diperbesar sesuai dengan kebutuhan. 

Yang menarik, penetrasi Indoguna di luar negeri tak sekadar sebagai pelengkap. Di Singapura, misalnya, Indoguna (Singapore) Pte. Ltd. termasuk pemasok besar. Di sana Elisabeth juga punya pabrik dan tempat jagal sendiri untuk memasok kebutuhan pasar Negeri Singa. 

Khusus di Jakarta, pada 1992 Elisabeth memindahkan pusat bisnisnya dari Jl. Gajah Mada ke daerah Pondok Bambu, Jakarta Timur. Sejak awal dia memang ingin memiliki kantor yang dekat dengan rumah tinggalnya sehingga energinya tak habis karena memikirkan kemacetan di Ibu Kota. Untuk itu, tahun 1992 dia membangun pabrik, cold storage dan kantor dalam satu lokasi, yang luas totalnya kini 25.000 m2. Di dalamnya terdapat mesin cold storage canggih buatan luar negeri untuk menampung produk-produk Indoguna yang siap dipasok ke ratusan pelanggannya di Jakarta. Yang pasti, dulu perusahannya harus dari pintu ke pintu menawarkan produk ke calon pelanggan, sekarang justru calon pelanggan yang datang dan meminta dicarikan produk ini-itu. 

Kini, dari total produk yang dipasarkan Indoguna, 95%-nya membutuhkan pendingin sehingga tidak banyak pemain di Indonesia yang mampu melakukanya. Produk andalannya tetap daging (sapi dan sapi muda). "Di dalam negeri sapi muda tidak dipotong, tetapi kalau di luar negeri, sapi muda justru dipotong dan itu harganya lebih mahal," katanya seraya menjelaskan, pihaknya antara lain mengimpor daging dari Australia, AS dan Selandia Baru. 

Tentu saja, itu prestasi yang terbilang langka, apalagi di bisnis ini kebanyakan pemainnya kaum pria. Ditanya tentang apa rahasia suksesnya, Elisabeth hanya menandaskan, "Apa yang saya janjikan, saya lakukan. Mesti ada komitmen." Tak hanya itu. "Karena saya sangat suka dengan bidang ini. Saya mencintai ini. Ini mungkin salah satu kunci suksesnya. Kalau Anda menyukai pekerjaan, Anda tidak perlu bekerja lagi untuk hidup karena seakan-akan hanya mainan dan senang-senang," ungkap wanita yang sejak kecil lebih sering bermain dengan anak lelaki itu. Karena menyukai pekerjaan pula, walau ketika awal-awal memulai bisnis butuh perjuangan ekstra, dia tetap bisa melewatinya.

Dalam menjalankan usaha, Elisabeth tidak berangan-angan harus ini harus itu atau mesti menjadi perusahaan besar. Tidak. "Saya memulai dengan kebutuhan pasar. Besaran bisnis saya tumbuh sesuai dengan kebutuhan pasar. Kalau kebutuhan market bertambah, skala usaha saya juga ditambah, termasuk karyawan," katanya. "Saya membiarkan diri dibesarkan oleh market. Jadi bukan saya mencetak perusahaan ini, tetapi perusahaan yang mencetak saya. Jadi, saya yang menyesuaikan diri dengan kondisi dan kebutuhan."

Bob Sadino, pengusaha pemilik Kemang Food Industry (Kem Chicks) mengakui Elisabeth Liman merupakan sosok wanita pengusaha yang tangguh. "Dia pengusaha yang bukan saja sangat gigih, tetapi memang luar biasa. Tidak banyak perempuan yang bisa melakukannya," kata Bob yang kenal Elisabeth sejak 1980-an. Menurutnya, Elisabeth merupakan pengusaha yang sangat mengerti arti melayani pelanggan sehingga ke mana pun pelanggannya memesan produk, dia akan berusaha memenuhi. 

Sementara itu, Arya Abdi, Direktur Operasional PT Indoguna Utama, menggambarkan bosnya sebagai wanita yang sangat aktif. "Aktif sekali. Beliau seperti bukan perempuan. Apa pun yang belau inginkan, selalu berprinsip 'harus bisa, pasti bisa'. Beliau sangat gigih dalam menghadapi setiap masalah dan cepat dalam mengambil tindakan. Dan dalam memimpin dia selalu memacu anak buah supaya bisa menjadi seorang pemimpin," katanya. Arya yang memimpin bisnis Indoguna untuk wilayah Indonesia biasanya melakukan meeting dengan Elisabeth sebulan sekali. "Waktu beliau lebih banyak digunakan untuk mengurusi bisnisnya di banyak negara. Jadi, selalu terbang." 

Elisabeth masih akan fokus di bisnis makanan. Ini sesuai dengan positioning perusahaannya sebagai food specialist. Dia tak ingin masuk di bisnis penggemukan sapi, misalnya, karena masih ingin fokus di pemasarannya. Namun, dia punya bisnis resto yang menurutnya hanya sambilan, yakni Angus House yang kini punya 6 gerai (dua di luar negeri). Resto ini awalnya didirikan hanya untuk membantu seorang kawannya, ekspat Jepang yang kontrak kerjanya di salah satu hotel Indonesia habis. Mereka berkongsi membangun bisnis resto, dan ternyata bisnis ini pun berkembang.

Dalam mengembangkan bisnis bersama siapa pun, Elisabeth selalu memegang prinsip: mesti win-win. Ini diberlakukannya baik kepada pelanggan, mitra bisnis maupun karyawannya sendiri. Untuk itu, mengetahui dan berusaha memenuhi kebutuhan orang lain merupakan hal sangat penting. Baginya, semua manusia punya kebutuhan. “Kita harus memperhatikan mereka. Dengan karyawan juga demikian. Kalau enak dan untung diambil sendiri, ya karyawan nggak betah!" katanya.

Dengan menjalankan prinsip itu, tingkat loyalitas karyawan Indoguna pun tinggi. Empat karyawannya yang ikut kerja sejak awal, semua masih bertahan -- kecuali satu orang karena telah meninggal dunia. "We care for them. Saya perlakukan mereka sebagai manusia. Mereka dibayar gaji cukup sesuai dengan kealian mereka. Kalau mereka mau tinggal di sini lama, berarti mereka cukup, kan?" ungkapnya retoris.

Salah satu bentuk kepedulian itu misalnya tampak saat krisis moneter 1998. Ketika itu dia menyuruh pembantu di rumahnya untuk pergi ke kantor Indoguna dan memasak bagi karyawan supaya uang saku karyawan tidak berkurang. Anggaran masak itu diambil dari gaji pribadi Elisabeth. Dengan cara itu, uang makan karyawan utuh. Selain itu, gaji juga dinaikkan supaya kehidupan mereka tak tersendat. "Nggak tahunya setelah krisis selesai, sampai sekarang ransum masih jalan terus," katanya seraya tertawa. Namun, itu tak masalah buat Elisabeth. Dia berprinsip, kalau dirinya baik kepada seseorang, orang lain pun akan memperlakukannya dengan baik.

Sumber : kisahbisnis.com

Sukses Ikan Bakar Babe Lili


Mantapnya ikan bakar Babe H. Lili tak bisa dibantah lagi. Tak aneh, jika nama Babe Lili melejit hingga mengundang para pejabat, artis dan masyarakat luas singgah di restonya, di jalan Wahid Hasyim. Padahal, restonya itu dibuka dengan modal 38.000 rupiah di tahun 1996. Berkat kegigihannya, warung kecil di pinggir jalan itu bermetamorfosis menjadi restauran besar.

Serabutan, begitulah pekerjaan pria bernama lengkap Asli Mardji, sebelum akhirnya memilih berdagang. Sejak usia 11 tahun, ia sudah hengkang dari keluarganya, berkelana mencari rupiah. Hidupnya pun berantakan, bahkan sempat dianggap sudah ‘tiada’ oleh keluarganya. “Pekerjaan apapun saya jalani, dari satpam dan supir bajaj, semua pernah saya lakukan, hingga terjebak di dunia hitam, mengkonsumsi obat-obatan,” ucap bapak berusia 74 tahun ini, kalem. “Pokoknya haram jadah!”

Tahun 2006 boleh dikatakan sebagai masa renaisanse bagi dirinya. Sebabnya, ia merasa sakit hati yang bukan kepalang. “Saya sakit hati melihat orang bule bisa berbisnis makanan mereka di Indonesia. Anehnya, orang kita malah menyukai makanan mereka. Saya berpikir untuk menciptakan makanan khas laut di tengah kota. Ikan bakar laut pilihan saya,” kisahnya bersemangat.

Babe Lili tak cuma berniat, tapi nekat memulai usahanya. “Ya, 38.000 modal awalnya. Dulu, saya sering menjajakannya dari rumah ke rumah. Saya keliling ke tiap perumahan untuk menawarkan ikan bakar buatan saya.

Harganya pun masih murah, 2.000 rupiah perekor. Nah, dari sanalah ikan bakar saya mulai digandrungi orang. Bukan hanya dari kalangan bawah, artis dan pejabat pun banyak tertarik,” imbuh bapak yang memiliki 20-an karyawan ini bangga. Tak aneh jika dalam sehari, ia bisa menghabiskan 60-70 kilogram ikan laut.

Dikatakan Babe Lili, ikan racikannya itu baru dibumbui setelah dibakar setengah matang. Hal ini bertujuan agar bumbunya meresap ke dalam ikan.

Di restonya, 8 jenis ikan laut bisa dinikmati yang bisa dipadu dengan sambal dan lalapan yang disediakan.
“Ya, ada sekitar 8 jenis ikan laut yang dijual disini. Sebutlah, ikan kambing-kambing, baronang, kerapu, kakap, kue, bawal, hiu dan ayam-ayam. Selain itu, saya pun menyediakan berbagai olahan udang dan cumi,” ucapnya.

Harganya pun masih terbilang cukup terjangkau, dari 35 ribu – 45 ribu rupiah. Kini bisnisnya itu telah bercabang 2 lokasi di Jakarta. Hasilnya, ia pun bisa naik haji dan keliling Eropa bersama istri dan anak tercinta.

“Sebelumnya, saya tak pernah berpikir bisa naik haji dan keliling Eropa. Alhamdulillah, ini berkah,” ucap ayah 3 anak ini penuh syukur. Setelah hampir 14 tahun berlalu, Babe Lili pun memilih untuk istirahat dari bisnisnya.

Hidupnya kini tak jauh dari sajadah. Ia hanya sekali-kali terlihat di restoran induk, di jalan Wahid Hasyim, karena lokasinya yang berdekatan dengan rumahnya. Sementara, cabang-cabang restorannya di Dharmawangsa dan Bintaro dikelola oleh anak-anaknya.

Sumber : wordpress.com

Orang Terkaya No.1 di Dunia


Bermula dari sebuah filosofi klasik yang mengatakan “Jika Anda menginginkan kesuksesan maka pelajarilah cara-cara orang yang telah mendapatkan keberhasilan itu, serta lakukanlah lebih baik dari mereka”. Karena saya ingin juga sukses dan berhasil, maka saya pun mengikuti filosofi tersebut dan mulai mencari kisah-kisah orang sukses, bagaimana dengan Anda ?. Sebenarnya sangat banyak kisah orang yang telah mendapatkan kesuksesan, namun pada kesempatan yang bahagia ini saya akan shering tentang Kisah Sukses Carlos Slim Helu.

Yang menjadi pertanyaannya adalah mengapa saya memilih Carlos Slim Helu, bukankah banyak kisah sukses dari orang yang dapat dijadikan inspirasi ? Yup, Anda benar sekali, namun saya tertarik dengan Carlos Slim Helu, karena kesederhanaannya dan kedermawanannya. Kesuksesan yang beliau raih mulai dari bawah alias mulai dari nol. Menurut saya, orang yang keberhasilannya melalui “jerih payah” yang patut dicontoh dari pada orang yang berhasil dengan warisan yang ditinggalkan. Nah, ingin tau kisahnya bagaimana ? yuk kita simak besama kisah suksesnya:

Pengusaha Carlos Slim terpilih menjadi orang paling kaya sedunia versi Forbes dengan jumlah kekayaan US$ 69 miliar atau sekitar Rp 621 triliun. Pria berumur 72 tahun ini memulai bisnisnya dari jualan minuman dan makanan ringan sejak umur 10 tahun.

Dikutip dari guardian.co.uk, Kamis (8/3/2012), Slim terpaksa jualan sejak umur 10 tahun untuk menghidupi keluarganya. Sampai akhirnya dia bisa kuliah dan membangun perusahaan real estate serta bekerja sebagai broker saham di bursa Mexico. Slim dulunya hanya seorang anak imigran dari Lebanon.

Meskipun kekayaannya melimpah ruah, namun gaya hidup Slim diceritakan sangat sederhana. Dia tinggal di rumah yang sama selama 40 tahun terakhir dan mengendarai mobil mercedes Benz tua, meskipun dikawal bodyguards.

Perjuangan Slim untuk meraih kekayaannya itu bukanlah mudah. Slim yang kini berusia 72 tahun dulunya merupakan putra seorang imigran Lebanon yang miskin. Ia memulai bisnisnya di bidang properti sebelum akhirnya beralih ke broker saham, dan sejumlah perusahaan lain termasuk sektor telekomunikasi.

Kerajaan bisnis Slim kini juga meliputi Inbursa Financial Group dan Grupo Carso yang menguasai berbagai toko ritel dan restoran. Kerajaan bisnis Slim terus menggurita.

Jumlah kekayaan yang dimiliki Slim mengalahkan pendiri Microsoft Bill Gates dengan nilai kekayaan US$ 61 miliar dan juga konglomerat AS Warren Buffet dengan nilai kekayaan US$ 44 miliar.

Sumber : wordpress.com

Bermula Tidak Punya Uang


Steve Wozniak bicara banyak hal tentang kisah hidupnya. Co-founder Apple ini mengajarkan kita bahwa kesuksesan besar bisa diraih siapa saja asal punya ide dan motivasi yang kuat.

"Saat saya merintis Apple bersama Steve Jobs, kami tak punya uang sama sekali. Kami hanya memiliki ide dan motivasi yang kuat. Motivasi adalah apa yang ada di dalam diri kita, lebih berharga daripada uang," kata Woz, sapaan akrabnya, saat berbagi kisah sukses tentang Apple di Balai Kartini, Jakarta.

Ide dan motivasi itu pun dituangkannya dalam bentuk inovasi produk kreatif yang berguna bagi banyak orang, dan memiliki nilai tambah lebih sehingga orang rela mengeluarkan uang untuk membelinya.

"Apple telah mencatatkan sejarah, membangun komputer yang mudah digunakan, intuitif, tanpa perlu belajar menggunakannya. Manusia lebih penting dari teknologi. Anda harus menyembunyikan mikroprosesor supaya tidak kelihatan. Singkirkan apa saja yang menghalangi kehidupan orang normal."

Berbekal kemampuan yang mereka kuasai saat bekerja untuk perusahaan lain -- Wozniak di Hewlett-Packard dan Jobs di Atari -- keduanya pun sepakat mendirikan Apple pada 1976. "Mari kita bikin perusahaan," kenang Wozniak menirukan ajakan Steve Jobs kepadanya waktu itu.

"Sebelum memulai Apple, Steve Jobs dan saya sudah berteman lebih dari lima tahun. Kami membagi uang fifthy-fifthy. Dia kerja untuk Atari, dan dia menemukan cara untuk menjual. Kami memulai partnership. Kami memulainya dari garasi, tempat kami tinggal."

Wozniak jago dalam urusan teknis, dan Jobs diakuinya sangat oke dalam memasarkan sebuah produk. "Ada orang yang jagonya bukan di bidang teknologi, tapi orang-orang itu punya impian yang besar. Sementara, yang selalu saya inginkan adalah menjadi super programmer. Orang-orang teknologi biasanya enggan berkonflik dengan orang lain."

Siapa sangka, perusahaan yang mereka rintis dari sebuah garasi 36 tahun silam, kini menjadi salah satu perusahaan teknologi ternama di dunia. Komputer Mac, pemutar musik iPod, ponsel iPhone, dan tablet iPad, adalah contoh kesuksesan produk Apple.

"Jangan pernah membajak ide orang lain. Saya tak punya uang, maka saya harus berpikir keras. Saya terus bertanya kepada diri sendiri, apa yang orang butuhkan. Saya harus menciptakan sesuatu yang belum dibuat oleh orang lain. Begitu mendapatkan jawaban, kami pun pelan-pelan melangkah. Kerjakan satu persatu sebisanya," ucap Woz.

Mimpi Jadi Insinyur

Woz mengaku beruntung punya orang tua yang memahami dirinya. Ayahnya yang berdarah Polandia, juga seorang engineer seperti dirinya. "Saya sangat tertarik dengan science fiction. Saya tahu saya akan menjadi seorang insinyur saat umur 10 tahun," kenang Woz yang dikenal sebagai engineer kawakan dari Sillicon Valley.

"Saya dari kecil orangnya pemalu, takut untuk berbicara dengan orang lain. Tak sempat punya pacar waktu itu, jadi saya punya banyak waktu untuk merenung setiap pulang ke rumah. Kepala saya dipenuhi dengan ide-ide," tutur pria yang mendesain pemesanan hotel secara online untuk pertama kalinya saat itu.

Ide cemerlang kerap didapatinya dalam momen-momen tak terduga. "Saya sering terjaga malam hari. Membaca email dan kadang mengutak-atik komputer. Antara terjaga dan tertidur saya sering memikirkan tentang produk teknologi. Saya tak pernah menggunakan narkoba. Saya juga tak mengira, ide-ide selalu datang di saat momen-momen aneh," ujarnya.

Wozniak pun kembali mengenang cikal-bakal Apple yang didirikannya bersama Steve Jobs. Mereka berdua memang bertemu dalam perkumpulan klub pecinta komputer yang beranggotakan para geeks teknologi dimana salah satunya adalah Bill Gates, pendiri Microsoft.

"Ketika Bill Gates datang dengan bahasa komputer BASIC, saya tak pernah mencobanya. Tapi kemudian saya mempelajarinya di Hewlett-Packard lalu menciptakan embrio Apple. Kemudian Steve Jobs menghampiri saya. 'Oh my God, mari kita bikin perusahaan'. Jadi saya (pegawai Apple) nomor satu dan Steve Jobs nomor dua," kenang Wozniak.

Meskipun sudah sangat sukses, Woz mengaku tak pernah menutup diri. Ia selalu bergairah setiap bicara tentang teknologi dan selalu terbuka pada siapa saja. Dia mengaku selalu membaca email yang masuk, bahkan panggilan telepon pun tak pernah ia delegasikan kepada sekretarisnya.

"Filsafat saya adalah bagaimana membuat hidup jadi sederhana. Orang-orang akan cenderung menyembunyikan pertanyaan besar, dan jawaban, kebenaran adalah puncak dari semua kebaikan. Kebenaran bagi saya adalah memberi tahu semua orang tentang saya, apa yang saya lakukan. Internet telah membawa kita ke tingkat ini. Saya tidak takut akan keterbukaan."

Semangat keterbukaan juga yang membuatnya suka kepada pemrograman open source. "Open source dikendalikan orang-orang muda, seperti saya dahulu. Dengan open source, kita bisa melihat isi program. Kita bisa mendapatkan ide dengan melihat apa yang dikerjakan orang lain. Kita bisa saja memulainya dengan hal-hal yang simpel dan ekonomis. Begitulah biasanya inovasi itu bermula," tutur Woz.

Jobs Coba Memecat CEO

Apple yang sukses besar di pasaran saat ini, juga sempat mengalami pasang surut. Ia keluar dari Apple, dan Steve Jobs terpaksa hengkang dari perusahaan. Menurutnya itu biasa dalam sebuah organisasi bisnis profit oriented. Namun sekembalinya Steve Jobs, perusahaan ini kembali melesat hingga saat ini.

"Saya tak bosan dengan Apple saat itu. Saya pergi meninggalkan Apple karena saya punya ide untuk membangun remote control universal. Saya juga mengembangkan pengganti hardisk dengan chip seperti solid disc state. Saya cinta mengembangkan barang-barang baru. Saya juga sempat amnesia setelah kecelakaan pesawat. Kemudian, saya juga kembali kuliah di UC Barkeley untuk mengejar ketertinggalan," Woz mengungkapkan alasannya.

"Sedangkan Jobs, dia memiliki reputasi buruk pada titik tertentu. Dia diberhentikan dari perannya setelah mencoba untuk memecat CEO kami. Dia diberhentikan dari otoritasnya tetapi tidak keluar dari Apple. Dia merasa dihambat untuk melakukan hal yang ia cintai. Mencoba untuk membangun sebuah komputer besar bagi dunia. Produk-produk Apple benar-benar mendefinisikan pekerjaan Steve. Hampir semua produk Apple adalah representasi dari Steve Jobs," lanjut dia.

"Sekarang Steve Jobs sudah pergi meninggalkan kita. Betapa saya sangat merindukannya. Saya berharap dia ada di sini, menemani saya berbagi pengetahuan dan passion tentang teknologi. Saya rasa tak ada pemimpin teknologi seperti dia," kenang Woz dengan mata berkaca-kaca.

Dari bekal pengalaman hidupnya yang sangat berharga, Wozniak pun tak lupa berpesan kepada anak-anak muda di Indonesia.

"Kejarlah impianmu setinggi langit. Jangan pendam pemikiranmu dan jangan membiarkan idemu lewat begitu saja. Boleh-boleh saja bekerja di perusahaan orang demi menghasilkan income, tapi jangan sia-siakan masa mudamu. Anda harus mulai menulis 'buku' Anda sendiri dan datang dengan rencana sendiri untuk hidup Anda. Jangan takut berpikir untuk diri sendiri. Jangan takut bahwa ide-ide Anda tidak sebaik orang lain," tutup Woz.

Sumber : inet.detik.com

Bos Lippo

Pendiri Grup Lippo ini fokus di beberapa bidang usaha seperti properti, ritel, media dan rumah sakit. Mochtar Riady meneruskan usahanya ke anak-anaknya yakni James Riady dan Stephen Riady. Stephen sendiri kini tengah berjuang untuk membeli Singapore Fraser and Neave (F&N) sebuah perusahan minuman terbesar di Singapura.

Mochtar Riady berada di peringkat ke-11 dari 40 orang terkaya se-Indonesia dengan harta kekayaan yang mencapai US$ 2,2 miliar atau Rp 20,9 triliun.

Mochtar Riady yang lahir di Malang, Jawa Timur 12 Mei 1929 adalah pendiri Grup Lippo, sebuah grup yang memiliki lebih dari 50 anak perusahaan. Jumlah seluruh karyawannya diperkirakan lebih dari 50 ribu orang. Aktivitas perusahaannya tidak hanya di Indonesia, tetapi juga hadir di kawasan Asia Pasifik, terutama di Hong Kong, Guang Zhou, Fujian, dan Shanghai.

Sejarah Grup Lippo bermula ketika Mochtar Riady yang memiliki nama Tionghoa, Lie Mo Tie membeli sebagian saham di Bank Perniagaan Indonesia milik Haji Hasyim Ning pada 1981. Waktu dibeli, aset bank milik keluarga Hasyim telah merosot menjadi hanya sekitar Rp 16,3 miliar. Mochtar sendiri pada waktu itu tengah menduduki posisi penting di Bank Central Asia, bank yang didirikan oleh keluarga Liem Sioe Liong. Ia bergabung dengan BCA pada 1975 dengan meninggalkan Bank Panin.

Di BCA Mochtar mendapatkan share sebesar 17,5 persen saham dan menjadi orang kepercayaan Liem Sioe Liong. Aset BCA ketika Mochtar bergabung hanya Rp 12,8 miliar. Mochtar baru keluar dari BCA pada akhir 1990 dan ketika itu aset bank tersebut sudah di atas Rp 5 triliun.

Bergabung dengan Hasyim Ning membuat ia bersemangat. Pada 1987, setelah ia bergabung, aset Bank Perniagaan Indonesia melonjak naik lebih dari 1.500 persen menjadi Rp 257,73 miliar. Hal ini membuat kagum kalangan perbankan nasional. Ia pun dijuluki sebagai The Magic Man of Bank Marketing. Dua tahun kemudian, pada 1989, bank ini melakukan merger dengan Bank Umum Asia dan semenjak saat itu lahirlah Lippobank. Inilah cikal bakal Grup Lippo. Saat ini Group Lippo memiliki lima cabang bisnis yakni :

Jasa keuangan : perbankan, reksadana, asuransi, manajemen asset,sekuritas
Properti dan urban development : kota satelit terpadu, perumahan, kondominium, pusat hiburan dan perbelanjaan, perkantoran dan kawasan industri.

Pembangunan infrastruktur seperti pembangkit tenaga listrik, produksi gas, distribusi, pembangunan jalan raya, pembangunan sarana air bersih, dan prasarana komunikasi.

Bidang industri yang meliputi industri komponen elektronik, komponen otomotif, industri semen, porselen, batu bara dan gas bumi. Melalui Lippo Industries, grup ini juga aktif memproduksi komponen elektonik seperti kulkas dan AC merk Mitsubishi. Sedangkan komponen otomotif perusahaan yang dipimpin Mochtar ini sukses memproduksi kabel persneling.

Bidang industri yang meliputi industri komponen elektronik, komponen otomotif, industri semen, porselen, batu bara dan gas bumi. Melalui Lippo Industries, grup ini juga aktif memproduksi komponen elektronik seperti kulkas dan AC merk Mitsubishi. Sedangkan komponen otomotif perusahaan yang dipimpin Mochtar ini sukses memproduksi kabel persneling.

Sumber : suarapengusaha.com

Sukses Prof. Dr. M. Suyanto


Prof Dr M. Suyanto, MM, pendidik sekaligus entrepreneur sejati. Dalam banyak hal, pendiri sekaligus Ketua Sekolah Tinggi Manajemen Informatika (STMIK) Amikom Yogyakarta itu, malah lebih suka mengidentifikasi diri sebagai wirausahawan. Baginya, sebagus apa pun sebuah produk, kalau tak bisa dijual, cenderung sia-sia.

Karena itu, STMIK Amikom Yogyakarta yang didirikan pada 1984, sejak awal mengajarkan mahasiswanya berbisnis. Mahasiswanya diajarkan e-commerce dan e- bussinnes. Suyanto terjun langsung mengajar.

Sebagai pengajar manajemen informatika, sekaligus pencetak wirausahawan, Suyanto memenuhi segala kualifikasi. Pria kelahiran Madiun, 20 Februari 1960 ini, memulai semuanya dari bawah. Ia terlahir dari keluarga kurang mampu. Sejak kecil ia mengikuti sang nenek, agar bisa bersekolah. Ketika SMA dengan berat hati ia terpaksa berpisah dengan nenek tercinta, mengikuti pamannya untuk memenuhi hasrat bersekolahnya.

Keterbatasan ekonomi orangtuanya yang merupakan petani yang bersahaja tidak membuatnya menjadi pesimis. Terbiasa menumpang di rumah kerabat, Suyanto tahu diri. Sejak kecil ia mengasah kemandiriannya. Ia berdagang layangan, sampai tutorial pelajaran, agar bisa memegang uang sendiri. Sikap mandiri itu, berlanjut, sampai menjadi salah satu pendiri lembaga kursus di Indonesia, Primagama.

Malah, 11 Oktober 1994, Suyanto memelopori pendirian STMIK Amikom Yogyakarta, dengan biaya pas-pasan. Begitu terbatasnya keuangannya, rumah kontrakan untuk gedung perkuliahan baru terbayar setelah perguruan tinggi swasta itu beberapa bulan berdiri.

Karena itu, seperti dikutip dari Detik, setelah sukses, tak hentinya Prof Suyanto mensyukuri setiap nikmat rejeki dan keberhasilan bisnisnya. Sebagai ungkapan rasa syukur atas karunia Allah, ia menuangkan kisah hidupnya dalam buku "Smart In Entrepreneurship: Small Is Powerful: Belajar dari Strategi Pengusaha Kecil".

Dalam buku inspiratif itu, Suyanto menggambarkan bagaimana perusahaan atau orang kecil itu dapat bertahan dan bahkan menjadi luar biasa. S1 dari FMIPA Fisika Universitas Gadjah Mada Yogyakarta 1987 itu menyebutkan, "Semua perusahaan top dunia awalnya dari perusahaan kecil, atau merangkak dari bawah."

Kunci utamanya, kata pemegang PhD Management (USA, 1998) dan Program Doktor (S3) Ilmu Ekonomi, Universitas Airlangga Surabaya 2007 itu, strategi perusahaan kecil jadi besar itulah yang perlu dipelajari. Dengan begitu bisa menjadi suri tauladan untuk keberhasilan berikutnya.

Suyanto mengatakan, banyak cerita orang-orang sukses berawal dari mimpi. Karena itu, suami Anisah Aini ini, menyarankan siapa pun yang ingin sukses, jangan takut bermimpi. Jangan takut bercita-cita besar, sekali pun belum tahu harus dari mana memulai mewujudkannya.

Dalam berbisnis, harus berlatih berpikir dan bertindak efektif, menyikapi kegagalan sebagai pelajaran hidup berarti. Setiap orang harus bisa mengubah kerugian menjadi keuntungan, seraya menemukan 30 pintu Tuhan dalam bisnis. "Tidak hanya sukses di dunia, tetapi bisnis kita juga harus sukses di akhirat."

Ketika UGM, almamaternya membuka program D3 Teknologi Informasi, Suyanto tak khawatir. Ia tak gentar kehadiran lembaga di bawah naungan UGM itu memengaruhi PTS yang didirikan dan dikelolanya. Sebagai entrepreneur, kata ayah dua anak ini, yang terpenting harus positive thinking, selain optimistis. "Dalam entrepreneur, yang terpenting adalah kita harus bisa positive thinking dan optimis. Ketika UGM mulai membuka program D3 Teknologi Informasi, yang saya lakukan adalah berpikir positif. Saya tidak merasa takut bersaing, justru saya bersyukur dengan UGM membuka program Teknologi Informasi, maka orang-orang akan semakin mengenal arti pentingnya Teknologi Informasi yang sebelumnya belum banyak diminati", ujar pria kelahiran Madiun, 20 Februari 1960 ini. 

Kehadiran program D3 Teknologi Informasi UGM itu, justeru disyukurinya. Karena, dengan begitu bisa mempercepat pemahaman masyarakat tentang pentingnya teknologi informasi. Itu artinya, orang-orang akan lebih mengenal arti pentingnya TI yang sebelumnya belum banyak diminati.

Dengan gaya kepemimpinan ramah, pembawaan tenang, Suyanto mendapat tempat tersendiri di hati para mahasiswanya. Selain karena berpenampilan smart dan enak diajak mengobrol, rata-rata mahasiswa mengidolakannya, karena ia tak menjaga jarak.
Sehari-hari, Suyanto bisa tampil bak sahabat, atau teman berbincang. Ia bisa hadir, menyapa dan mengobrol ramai dengan sekumpulan mahasiswa di Kampus Ungu tersebut. Karena itu, dengan mudah ia menginspirasi mahasiswa agar senantiasa belajar giat, disertai kerja keras, untuk mencetak prestasi.

Perjuangan dan kegigihan Prof Suyanto membuahkan hasil,oleh karena itu pada tahun 2009, Amikom dijadikan contoh oleh UNESCO sebagai Perguruan Tinggi Swasta Dunia Model Private Entrepreneur dan berkali para alumni dan dosen institusi miliknya mendapat penghargaan, diantaranya Techscape Anniversary Web Contest 2004 for Situs Gratisan.com dan juga Oto Web Contest Sumitomo Corporation 2006, 2 penghargaan dari Asia Pacific Economic Cooperation Digital Opportunity Center sebagai The Best E-Practice, 2 penghargaan Merit dari Indonesia ICT Award yang akhirnya mewakili Indonesia pada Asia Pacific Information and Communication Technology di Macau. 
Pada 2008, juara pertama penelitian terintegrasi bidang ICT Depkominfo, Runner Up penelitian LIPI, pemenang 100 Inovasi Top Indonesia, finalis TELKOM SMART Campus dan Nominasi Urbanimation International Festival. Memetik hasi yang luar biasa, pada 2009 dengan penghargaan Platinum (juara pertama) dan penghargaan Digitalpreneur Incubation dalam TELKOM SMART Campus, pemenang Indonesia ICT Award untuk student project dan pemenang Merit untuk film animasi serta dua nominasi bidang Research and Development dan Open Source yang akhirnya mewakili Indonesia kembali untuk bertarung di Australia. 
Sebagian besar prestasi  dimuat di berbagai media cetak maupun elektronik, baik lokal maupun nasional dan termasuk pemberitaan online. Itulah salah satu strategi perguruan tinggi kecil untuk melambungkan citranya.

Biodata Prof. Dr. M.Suyanto, MM
Lahir di Madiun, 20 Februari 1960 
Menikah dengan Dra. Anisah Aini Mempunyai 2 orang putra. Pendidikan S1 dari FMIPA Fisika Universitas Gajah Mada diselesaikan 1987    S2 dari Magister Manajemen. Universitas Gajah Mada lilus 1993.    PhD in Management (USA, 1998)     Program Doktor (S3) di bidang Ilmu Ekonomi di Universitas Airlangga Surabaya (2007).

Prestasi STMIK AMIKOM Yogyakarta
Prof. Dr. M. Suyanto, MM, selaku ketua STMIK AMIKOM YOGYAKARTA,  pernah mengatakan bahwa akan sangat sulit bagi STMIK AMIKOM YOGYAKARTA mengalahkan UGM yang sudah begitu besar dan hebat. Satu-satunya cara untuk mengalahkan UGM adalah menjadi nomor satu di berbagai pertandingan yang diikuti UGM. Sebagai seorang pebisnis, motivator, dan pembicara di berbagai seminar nasional, Prof. Suyanto tidak main-main dengan ucapannya.
Sekolah Tinggi Managemen dan Informatika AMIKOM ini dulunya adalah sebuah akademi yang dikembangkan menjadi sekolah tinggi. STMIK AMIKOM YOGYAKARTA yang beralamat di Jalan Ring Road Utara Condong Catur Depok, Sleman ini, sudah meraih beberapa prestasi gemilang. Prestasi itu, beberapa di antaranya sebagai berikut:

1. International Award-APICTA (Asia Pasific ICT Awards), Merit ICT Education & Training APICTA Indonesia 2006.
2. Hanif Al Fatta, S. Kom, dosen STMIK AMIKOM Yogyakarta, terpilih sebagai nominasi kategori Tertiary Student Project pada Asia Pasific Information & Communication Technology Award (APICTA) di Macao, 2006.
3. International Award-APICTA (Asia Pasific ICT Awards), Integrated University Management System Nomination.
4. Arief Setyanto, MT, Dosen STMIK AMIKOM Yogyakarta, terpilih sebagai nominasi kategori Education & Training pada Asia Pasific Information & Communication Technology Award (APICTA) di Macao, 2006.
5. National Award-Indosat Wireless Information Communication (IWIC).
6. Andi Sunyoto, S. Kom., dosen STMIK AMIKOM Yogyakarta, terpilih sebagai juara II Indosat Wireless Information Communication (IWIC) 2006.
7. International Award-The Best e-Practice ADOC Award Taiwan.
8. International Award-ASEAN Developer Citra Award untuk kategori Enterpreneurship.
9. Citra Award untuk kategori Enterpreneurship.
10. Dr. M. Suyanto, MM., Ketua STMIK AMIKOM Yogyakarta, menerima penghargaan ASEAN Developer Citra Award untuk kategori Enterpreneurship pada 2004.

STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Kampus Percontohan UNESCO sebagai private entrepreneurial model university

Dari serentetan prestasi yang telah diraih, yang paling membanggakan tentunya terpilihnya AMIKOM sebagai kampus percontohan A New Dynamic Private Higher Education. Keberadaannya bersanding dengan Shantou University (Cina), Harvard University (USA), Mulungushi University (Zambia), The Asian University for Women (AUW/Banglades), University of Phoenix (USA), University of Hong Kong (Cina) dan Linkokwing University of Creativie Technology (Malaysia).

Predikat tersebut diraih STMIK AMIKOM YOGYAKARTA karena menjadi lembaga pendidikan swasta yang sama sekali tidak mendapatkan subsidi dari pemerintah. Selain itu STMIK AMIKOM YOGYAKARTA juga dianggap berbeda dengan kampus swasta lain di seluruh dunia oleh UNESCO, karena pembiayaan pendidikan selain berasal dari dana peserta didik juga unit bisnis yang dikelola secara entrepreneur. Unit bisnis ini juga menjadi tempat magang bagi para mahasiswanya untuk mendapatkan pengalaman.

Sumber : ceritadanwarta.com

Bisnis IT dan & Internet


Teknologi Informasi dan internet bukan saja memiliki posisi strategis dalam manajemen sebuah perusahaan, tapi sejarah membuktikan bahwa orang-orang muda meraih banyak income dari bisnis IT.

Pada tahun 1990 Jerry Yang menjalani program doktor di Stanford University. Bersama dengan sahabatnya David Filo, mereka lebih menyukai kegiatan surfing di Internet, daripada aktifitas dan penelitian program doktor yang mereka ikuti. Mereka mulai mengumpulkan link situs-situs yang menarik, sampai akhirnya list yang mereka buat telah menjadi terlalu panjang dan terlalu banyak. Mereka kemudian membaginya menjadi banyak kategori dan subkategori. 

Inilah peristiwa bersejarah yang mengawali lahirlah perusahaan besar bernama Yahoo! Yahoo merupakan singkatan dari “Yet another Hierarchical Officious Oracle”. Awalnya, yang mengakses ke direktori Yahoo! hanya Yang, Filo, dan beberapa teman dekat mereka di Stanford University. Namun, dari obrolan mulut ke mulut, orang mengakses ke Yahoo! menjadi semakin banyak. Mengetahui bahwa orang yang mengakses ke Yahoo! menjadi sangat banyak, mereka akhirnya menjadikan Yahoo! sebagai bisnis.

Kisah lain lagi terjadi pada suatu pagi di musim dingin tahun 1974, dalam perjalanan mengunjungi sahabatnya Bill Gates, Paul Allen membaca artikel majalah Popular Electronics dengan judul World’s First Microcomputer Kit to Rival Commercial Models. Artikel ini memuat tentang komputer mikro pertama Altair 9090. Allen kemudian berdiskusi dengan Bill Gates, dan mereka menyadari bahwa era “komputer rumah” akan segera hadir dan meledak, membuat keberadaan software untuk komputer-komputer tersebut sangat dibutuhkan. 

Bill Gates kemudian menghubungi perusahaan pembuat Altair, yaitu MITS (Micro Instrumentation and Telemetry Systems). Dia mengatakan bahwa dia dan Allen, telah membuat BASIC yang dapat digunakan pada Altair. Tentu saja ini adalah bohong. Bahkan mereka sama sekali belum menulis satu baris kode pun. MITS, yang tidak mengetahui hal ini, sangat tertarik pada BASIC. Dan hebatnya dalam waktu 8 minggu BASIC telah siap diimplementasikan dan bekerja sempurna di Altair. Setahun kemudian Bill Gates meninggalkan Harvard, dan bersama dengan Paul Allen mendirikan Microsoft.

Di Indonesia salah satu bisnis IT yang sukses adalah situs berita Detikcom. Kisahnya bermula dari keisengan Budiono Darsono, mantan wartawan tabloid Detik yang dibredel, membuat media online pada 9 Juli 1998. Situs tersebut dibikin untuk melepas kerinduannya terhadap dunia pers. Dikatakan iseng, karena awalnya cuma Budi seorang yang menjadi wartawan, sementara servernya nebeng di Agrakom (perusahaan IT). Praktis, dia hanya bermodalkan semangat, serta sebuah tape recorder dan handie-talkie. 

Sekarang dengan unique visitor sebanyak 650-700.000 per hari (1 unique visitor bisa mewakili 5 orang pembaca), tarif iklan Detikcom berkembang luar biasa. Yang paling mahal Rp 140.000.000 per bulan, sedang yang termurah Rp.20.000.000 per bulan. Budi menjelaskan, lantaran infrastruktur dan pembacanya tumbuh besar, mau tidak mau rate mereka ikut tumbuh. 

Sukses Detikcom ini bukanlah semata-mata berkat faktor lucky, lantaran mereka hadir dengan timing yang tepat. Setidaknya ini dibuktikan dengan daya tahan (endurance) mereka menghadapi pecahnya “bubble” internet. 

Dan masih banyak kisah-kisah lain tentang kesuksesan bisnis IT, yang kadang dimulai dari sesuatu yang sederhana, dari sebuah hobi atau kemampuan kita membaca kebutuhan masyarakat terhadap suatu solusi. Bidang IT termasuk bidang yang unik, karena banyak sekali pebisnis dan tokoh-tokoh IT lahir justru karena kekuatan karakter dan kreatifitas.

Sumber : managementfile.com

Sukses Buku Online


Sudah banyak yang berharap agar cerita sukses tentang detikcom muncul ke permukaan. Seperti halnya kita paham mengenai bisnis online, internet, dan IT pada umumnya yang selama ini didominasi asing: Apple, Microsoft, Facebook, atau Twitter, dan lain-lain. Tapi cerita sukses bisnis internet dalam negeri, detikcom layak ditulis.

Orang Indonesia, atau para netizen tentu sudah hapal dengan nama-nama perusahaan asing di atas, bahkan fasih. Namun, tahukah mereka mengenai detikcom? Padahal, media online yang berbasis di konten berita ini, merupakan fakta hidup tentang sukses pengelolaan media online di Indonesia. 

Media ini diakses hampir seperempat pengguna internet Indonesia, juga halaman dibukanya (page views) rata-rata per hari 30 juta. Sahamnya sudah dimiliki investor asing sejak tahun 2000 dan baru saja dibeli oleh CT Corp konon dengan nilai setengah triliun lebih.

Tentu itu prestasi besar. Tapi kalau banyak yang tidak tahu tentang detikcom, karena memang tidak ada data yang terungkap secara massive dan terbuka. Kalaupun ada di media-media tentang pendirinya, atau sejarah berdirinya, itu sepotong-sepotong. 

Lantas, siapa yang bisa mengungkap hal itu? Buku dengan judul “detikcom: Legenda Media Online” ini merupakan buku pertama tentang detikcom. Buku ini unik karena ditulis oleh pelaku sejarahnya langsung, yakni A Sapto Anggoro yang terlibat sejak awal pendirian media online tersebut. Biasanya, pelaku sejarah atau pemilik otobiografi cerita kemudian ditulis orang lain. Tapi ini beda.

Karena terlibat intensif itulah, maka buku ini cukup otentik. Kesan terasa memakai metode penelitian partisipatif aktif. Mungkin Sapto belum tentu tahu semua rahasia detikcom, tapi untuk itu dia sudah menyampaikan di pengantarnya bahwa Budiono Darsono dan Abdul Rahman lebih berhak menulis. Hanya saja, dia atau siapapun, tidak bisa memaksa kedua pendiri itu untuk menuliskan rahasia dan resep detikcom.

Yang menarik dari buku ini, adalah inilah kali pertama fakta-fakta tentang detikcom diungkap. Dari sejarah bedirinya, masalah yang mengitarinya di balik kekaguman orang pada detikcom, hingga militansi para reporternya. 

Selain itu, yang tak kalah menarik adalah, dalam buku ini Sapto bisa menyampaikan fakta pertentangan antara teori jurnalistik dengan praktis dan praksis yang dilakukan detikcom. Juga ada testimoni para veteran detikcom (wartawan) yang sudah berdiaspora ke berbagai perusahaan media dan sukses. Mereka punya kesan mendalam pada detikcom, Budiono Darsono, Abdul Rahman, dan penulis.

Yang aneh, mengapa Sapto memberinya judul Legenda. Selama ini, kata legenda identik dengan sesuatu yang sudah punah tapi dikenang abadi. Namun, tampaknya dia sejalan dengan pengantar dari Sirikit Syah - pengamat dari MediaWatch - yang menuliskan kata-kata, “hidup tapi sudah jadi legenda” (living legend).

Bahwa kemudian di dalam buku ini menampilkan teori-teori jurnalistik yang dihadap-hadapkan dengan “salah kaprah” pelaksanaan jurnalistik, seperti misalnya detikcom tidak pakai rumusan 5W1H tapi cukup 3W dalam berita awal, ini menarik. Fakta bahwa itu dilakukan detikcom, oleh Sapto coba dirujuk dalam teori kuno pada abad 19 oleh William Cleaver Willkinson, maka dipakai sebagai pembenar semata.

Apakah ini sah? Justru inilah yang bisa menjadi perdebatan di kalangan akademisi kelak. Bagi mahasiswa dan para pengajar, bagian yang membahas soal teori-teori jurnalistik inilah yang seru. Bisa sepaham bisa tidak.

Bagaimanapun, Sapto sudah memulainya. Mestinya, banyak orang-orang di dalam yang bisa menuliskan lebih baik, tapi perlu kemauan dan keberanian. Ini sudah cukup menarik sebagai buku sejarah media, struktur organisasi media,  dalam hal ini media online yang mementingkan koordinator liputan karena kecepatannya, menjadi pengetahuan yang tersembunyi selama ini.

Meski tidak bisa dibilang istimewa, tapi buku ini cukup layak untuk pelaku media, akademisi dan mahasiswa komunikasi, serta masyarakat umum yang ingin tahu tentang detikcom. Di sisi lain, detikcom sebenarnya juga menarik adalah mengenai bagaimana mengelola bisnisnya.

Sumber : perempuan.com

Entrepreneur Muda


Entrepreneur berusia 18 tahun ini tidak ingat secara pasti kapan pertama kali dirinya mulai berdagang. Namun satu hal yang pasti adalah bibit-bibit kemandiriannya telah terbentuk sejak ia masih duduk di bangku sekolah dasar. Mulai dari menjual kelereng, gambaran, petasan hingga menjual koran, menjadi tukang parkir serta ojek payung, Hamzah Izzulhaq, demikian nama entrepreneur muda ini memoles jiwa entrepreneurship-nya. Bertujuan menambah uang saku, ia melakoni semua itu di sela-sela waktu luang saat kelas 5 SD.

Hamzah, begitu dia sering disapa, terlahir dari keluarga menengah sederhana. Sang ayah berprofesi sebagai dosen sementara ibunda adalah guru SMP. Secara ekonomi, Hamzah tak kekurangan. Ia senantiasa menerima uang saku dari orangtuanya. Namun terdorong oleh rasa ingin Mandiri dan memiliki uang saku yang lebih banyak, Hamzah rela menghabiskan waktu senggangnya untuk mencari penghasilan bersama dengan teman-temannya yang secara ekonomi masuk dalam kategori kurang mampu.

Hamzah mulai menekuni bisnisnya secara serius ketika beranjak remaja dan duduk di bangku kelas 1 SMA. Ia berjualan pulsa dan buku sekolah setiap pergantian semester. Pemuda kelahiran Jakarta, 26 April 1993 ini melobi sang paman yang kebetulan bekerja di sebuah toko buku besar untuk menjadi distributor dengan diskon sebesar 30% per buku. “Buku itu lalu saya jual ke teman-teman dan kakak kelas. Saya beri diskon untuk mereka 10%, sehingga saya mendapat 20% dari setiap buku yang berhasil terjual. Alhamdulillah, saya mengantongi nett profit pada saat itu mencapai Rp950 ribu/semester,” aku Hamzah kepada CiputraEntrepreneurship.com.

Uang jerih payah dari hasil penjualan pulsa dan keuntungan buku kemudian ditabungnya. Sebagian dipakai untuk membuka konter pulsa dimana bagian operasional diserahkan kepada teman SMP-nya sementara Hamzah hanya menaruh modal saja. Sayangnya, bisnis itu tak berjalan lancar. Omzet yang didapat sering kali dipakai tanpa sepengetahuan dan seizin Hamzah. Voucher pulsapun juga sering dikonsumsi secara pribadi. Dengan kerugian yang diteriman, Hamzah akhirnya memutuskan untuk menutup usaha yang hanya berjalan selama kurang lebih 3 bulan itu. “Sampai sekarang etalase untuk menjual pulsa masih tersimpan di gudang rumah,” kenang Hamzah sambil tertawa.

Dengan menyimpan rasa kecewa, Hamzah berusaha bangkit. “Saya sangat suka membaca buku-buku pengembangan diri dan bisnis. Terutama buku “Ciputra Way” dan “Quantum Leap”. Sehingga itu yang membuat saya bangkit ketika rugi berbisnis,” jelasnya. Bermodal sisa tabungan di bank, Hamzah mulai berjualan pulsa kembali. Beberapa bulan kemudian, tepatnya ketika ia kelas 2 SMA, Hamzah membeli alat mesin pin. Hal itu nekat dilakoninya karena ia melihat peluang usaha di sekolahnya yang sering mengadakan sejumlah acara seperti pentas seni, OSIS dan lainnya, yang biasanya membutuhkan pin serta stiker. Dari acara-acara di sekolah, ia menerima order yang cukup besar. Tapi lagi-lagi ia harus menerima kenyataan merugi lantaran tak menguasai teknik sehingga banyak produk orderan yang gagal cetak dan mesinnya pun rusak. “Ayah sedikit marah dengan kerugian yang saya buat itu,” lanjut Hamzah.

Dari kerugian itu, Hamzah merenung dan membaca biografi pengusaha sukses untuk menumbuhkan kembali semangatnya. Tak berapa lama, ia mulai berjualan snack di sekolah seperti roti, piza dan kue-kue. Profit yang terkumpul dari penjualan makanan ringan itu sebesar Rp5 juta. Pada pertengahan kelas 2 SMA, ia menangkap peluang bisnis lagi. Ketika sedang mengikuti seminar dan komunitas bisnis pelajar bertajuk Community of Motivator and Entrepreneur (COME), Hamzah bertemu dengan mitra bisnisnya yang menawari usaha franchise bimbingan belajar (bimbel) bernama Bintang Solusi Mandiri. “Rekan bisnis saya itu juga masih sangat muda, usianya baru 23 tahun. Tapi bimbelnya sudah 44 cabang,” terangnya.

Hamzah lalu diberi prospektus dan laporan keuangan salah satu cabang bimbel di lokasi Johar Baru, Jakarta Pusat, yang kebetulan ingin di-take over dengan harga jual sebesar Rp175 juta. Dengan hanya memegang modal Rp5 juta, pengusaha muda lulusan SMAN 21 Jakarta Timur ini melobi sang ayah untuk meminjam uang sebagai tambahan modal bisnisnya. “Saya meminjam Rp70 juta dari ayah yang seharusnya uang itu ingin dibelikan mobil. Saya lalu melobi rekan saya untuk membayar Rp75 juta dulu dan sisanya yang Rp100 juta dicicil dari keuntungan tiap semester. Alhamdulillah, permintaan saya dipenuhi,” kenang Hamzah.

Dari franchise bimbel itu, bisnis Hamzah berkembang pesat. Keuntungan demi keuntungan selalu diputarnya untuk membuat bisnisnya lebih maju lagi. Kini, Hamzah telah memiliki 3 lisensi franchise bimbel dengan jumlah siswa diatas 200 orang tiap semester. Total omzet yang diperolehnya sebesar Rp360 juta/semester dengan nett profit sekitar Rp180 juta/semester. Sukses mengelola bisnis franchise bimbelnya, Hamzah lalu melirik bisnis kerajinan SofaBed di area Tangerang.

Sejak bulan Agustus lalu, bisnis Hamzah telah resmi berbadan hukum dengan nama CV Hamasa Indonesia. Lulusan SMA tahun 2011 ini duduk sebagai direktur utama di perusahaan miliknya yang omzetnya secara keseluruhan mencapai Rp100 juta per bulan. “Saat ini saya sedang mencicil perlahan-lahan modal yang saya pinjam 2 tahun lalu dari ayah. Alhamdulillaah, berkat motivasi dan Pak Ci saya sudah bisa ke Singapore dan Malaysia dengan hasil uang kerja keras sendiri,” ujarnya.

Menurut Hamzah, dari pengalamannya, berbisnis di usia muda memiliki sejumlah tantangan plus kendala seperti misalnya diremehkan, tidak dipercaya dan lain sebagainya. Hal itu dianggapnya wajar. “Maklum saja, sebab di Indonesia, entrepreneur muda dibawah 20 tahun masih amat langka. Kalau di Amerika usia seperti saya ini mungkin hal yang sangat biasa,” tutupnya.

Sumber : ciputraentrepreneurship.com

Sukses Warung Kopi


Beberapa kali berhenti berproduksi, tetap hidup berkat kepercayaan pelanggan. Dulu resep lisan, kini tersimpan di komputer. BATAVIA, 1878. Restoran di tepian Moolen Vliet Oost—kini Jalan Hayam Wuruk— Jakarta, itu berbeda dengan bangunan lain di sekitarnya. Tampak lebih bagus, lebih besar, dan tinggi. Masyarakat di tepian Ciliwung lalu menyebutnya Waroeng Tinggi. Adalah Liaw Tek Soen, perantau asal Tiongkok, yang membangun warung itu bersama istrinya.

Selain menyuguhkan makanan, mereka sedia kopi. Karena itu, waktu belum banyak yang menjual kopi seduh di Batavia, warung Engkoh Liaw laris manis. ”Menurut cerita Kakek, dulu habis makan, orang pasti duduk berlama-lama sembari ngopi,” kata Rudy Widjaja, 67 tahun, ahli waris generasi keempat kopi Warung Tinggi.

Rudy menerima Tempo di kantor pusat Warung Tinggi di Jalan Batu Jajar, Hayam Wuruk, Jakarta Barat, dua pekan lalu. Melihat aktivitas di toko kopi yang terletak di Jalan Tangki Sekolah, juga di kawasan Hayam Wuruk, tampak sekali Warung Tinggi sudah memiliki pasar dan pelanggan sendiri. Di toko sekitar 25 meter persegi, di dalam gang yang hanya pas dilewati dua mobil itu, transaksi dilakukan dengan ”gaya lama”. Penjual tinggal bertanya, ”Biasa, kan?” Semua langsung beres: jenis kopi, jumlah kiloan, digiling halus atau kasar.

Warung Tinggi memang bukan lagi sekadar toko kopi, melainkan ”gaya”. Semuanya dimulai ketika kakek Rudy, Liaw Tek Siong ”dibeli” Liaw Tek Soen, karena anak lelaki tunggal Tek Soen dianggap tak mampu berdagang. Tek Siong mewarisi warung ayah angkatnya pada 1927. Di tangannya, kopi segera menjadi bisnis utama keluarga Liaw, bukan sekadar usaha sampingan dari makanan di warung.

Ia mendirikan pabrik sederhana dan menamai tokonya Tek Soen Hoo Eerste Weltevredensche Koffi ebranderij, yang kala itu lebih dikenal dengan nama Toko Tek Soen. Tek Siong juga merancang alat khusus yang mampu menggo reng lebih banyak biji kopi hingga matang secara merata. Gambar perempuan menyunggi bakul anyaman bambu dijadikan logo perusahaan baru itu. ”Itu gambar ibu-ibu yang setiap pagi datang menjual kopi ke warung kakek buyut saya,” kata Rudy.
Hingga Liaw Tian Djie, ayah Rudy, mewarisi bisnis keluarga Liaw Tek Siong, dua tahun setelah Indonesia merdeka, nama perusahaan mereka masih Tek Soen Hoo. Tapi orang sekitar dan pelanggan setia warung kopi Tek Soen tak pernah berhenti menyebut tempat usaha keluarga itu sebagai Warung Tinggi.

Ketika itu Warung Tinggi hanya menjual satu jenis kopi, dibungkus dalam kertas cokelat sederhana dan diberi cap. Waktu Jepang menduduki Indonesia, ayahnya membawa keluarga mengungsi ke Mega Mendung, Ciawi, Jawa Barat. Ketika itu ibunya sedang mengandung Rudy.

Barulah pada 1945, setelah Jepang pergi, Tek Djie membuka kembali pabrik kopinya. Sebetulnya, waktu itu dia tak punya modal lagi. Tapi, para pemasok lama, termasuk ibu-ibu bakul kopi, tak keberatan Tek Djie berutang bahan baku. Pelan-pelan bisnis berjalan lagi.

Bahkan, pada 1950-an, Tian Djie mulai menjual kopi racikan (blend) dengan mencampur beberapa jenis kopi. Nama Warung Tinggi mulai dipakai sebagai merek dagang pada 1967. Soeharto, yang baru saja menggantikan Soekarno sebagai presiden, melarang orang Indonesia keturunan Tionghoa menggunakan nama Cina. Nama keluarga Liaw pun diubah menjadi Widjaja, atas usul seorang pegawai Tian Djie setelah melihat kitab primbon Jawa. Tian Djie sejak itu beralih nama menjadi Udjan Widjaja.

Sejak ayahnya wafat, pada 1978, perusahaan dikelola oleh Rudy beserta tiga saudaranya: Darmawan, Suyanto, dan Yanti. Berkali-kali usaha mereka goyah, tapi selalu bisa bangkit kembali. Sebagai anak kedelapan, Rudy bukan yang paling berhak mewarisi usaha orang tua mereka. Tapi, ketika kesebelas kakak-adik itu membagi warisan, pada pertengahan 1990-an, tak satu pun yang berminat meneruskan bisnis kopi keluarga itu kecuali Rudy.

Dalam bagi-bagi warisan itu, Warung Tinggi yang asli rumah di Jalan Hayam Wuruk Nomor 55-57—jatuh ke tangan kakak-kakaknya. Maka Rudy memindahkan pabriknya ke Jalan Daan Mogot. Rumahnya di Jalan Tangki Sekolah, di kawasan Hayam Wuruk, dia jadikan toko kopi.

Sumber : massandry.blogspot.com

Selasa, 25 Desember 2012

Sukses Detik.com


Bisnis DotCom memang sangat menjanjikan, mari kita lihat contoh dari karya anak bangsa kita ” Detik Com “…walau kini sudah diakuisisi oleh Para Group, namun sisi sejarah berdirinya situs ini patut menjadi referensi tambahan bagi kita semua bagaimana jika seseorang membangun sesuatu dengan keyakinan dan ketekunan akan dapat berbuah manis dikemudian hari. Jadi memiliki obsesi pengusaha handal itu harus dan harus.

Seperti telah ramai diberitakan sebelumnya di 2011, Grup Para telah mengakusisi 100 persen saham dari Agrakom. Menurut Budiono, akuisisi detik.com oleh Grup Para akan menambah keuntungan bersih perusahaan menjadi Rp 120 miliar pada tahun depan.

Sementara, pada tahun lalu 2010, pendapatan detik.com / pemasukan detik com ini mencapai Rp 120 miliar dengan laba bersih sebesar Rp 20 miliar. Sedangkan untuk nilai akuisisinya diperkirakan berada pada kisaran angka US$ 70-90 juta (Rp 630-810 miliar).

Sejarah Panjang Berdirinya Detik.com
Detikcom awalnya adalah proyek pribadi sebuah perusahaan penyedia jasa konsultasi, pengembangan, dan pengelolaan web, Agranet Multicitra Siberkom. — Di singkat menjadi Agrakom — Untuk mensiasati kondisi perusahaan saat krisis ekonomi 1997. Agrakom saat itu seperti banyak perusahaan lain juga menghadapi persoalan. Order jasa web site terhenti, sementara proyek-proyek e-commerce yang sudah di tangan di tunda oleh klien. Padahal Agrakom yang berdiri Oktober 1995 dengan investasi yang lumayan gede.

Agrakom termasuk salah satu pelopor Industri konten IT yang menyasar pasar Internet yang mulai di kenal di Indonesia pada tahun 1993. Agrakom sempat beberapa kali mengecap manisnya kue bisnis itu dari beberapa klien besar seperti Kompas Gramedia yang meluncurkan Kompas Cyber Media untuk berita koran versi Internet atau PT. Tambang Timah Tbk. Kalau sekarang mungkin banyak web atau portal website berbasis cms, jadi kl dapet klient besar tinggal instalasi aja beres jd gak seperti dulu pastinya, tapi tentunya pun dengan biaya pembuatan portal dengan harga yang juga berbeda

Agrakom didirikan oleh Budiono Darsono dan teman teman yang sebagian besar berlatar belakang Jurnalis, pada masa awal Agrakom berkantor di perkantoran Stadion Lebak Bulus, namun berhasil menggaet sekitar 10 klien raksasa dari luar negeri. Antara lain Philips (elektronik), Hair Builder (properti), Anderson (News), Radio Extreme (Konsultan Sekuritas), Intel dan AIM Service. Umumnya klien tersebut perusahaan Amerika dan tidak memiliki kantor di Indonesia bahkan merekapun tidak menginginkan memeilih tempat usaha di Indonesia walaupun murah bagi mereka, ini mungkin karena indonesia belum begitu dilirik soal dunia IT, tidak seperti sekarang.
Kepada Agrakom sebagian besar perusahaan tersebut mempercayakan penggarapan dan pengembangan situs Web mereka. Sebagian lainnya mengorder jasa pengembangan aplikasi. Semua kontak bisnis dilakukan melalui email dan telepon atau mungkin print presentasi elegant. Preview pekerjaan juga dilakukan melalui Internet. Adapun diskusi pekerjaan dipresentasikan melalui Chat yang secara khusus dibuat oleh Agrakom.

Nilai proyek yang ditangani terus meningkat, awalnya hanya Rp. 300 juta, lalu meningkat Rp. 425 juta bahkan sempat sampai mencapai Rp. 1 Miliar. Tapi kue manis tersebut tak berlangsung lama, Krisis Moneter 1997 membuyarkan semuanya mungkin ini yang menjadi kelemahan detik com atau hampir seluruh perusahaan lain yaitu kurangnya planing diawal bilamana usaha akhirnya terpuruk.

Mensikapi kondisi tersebut , kemudian Budiono Darsono (eks Wartawan DeTik), Yayan Sofyan (eks Wartawan DeTik), Abdul Rahman (eks Wartawan Tempo) dan Didi Nugrahadi (tetangga rumah Budiono yang tinggal di Pamulan Tangerang). Empat sekawan ini berpikir keras mencari konsep jasa web baru yang tetap laku dalam situasi krisis. Ada cerita lain bahwa ide ini lahir akibat paket layanan baru dan pernah ditawarkan kepada salah satu penerbit koran besar, namun ditolak. Klien itu justru menyarankan agar Budiono dan kawan kawannya menggarapnya sendiri.
seminar01Dari serangkaian pertemuan, nongkrong di berbagai tempat, akhirnya konsep itu ditemukan. Yaitu sebuah media yang 100% berbasis Internet dan memanfaatkan semaksimal mungkin keunggulannya – tersedia setiap saat dan interaktif. Namun gagasan ini masih mentah karena Budiono dan kawan kawan masih bingung seperti apa wujudnya.

Terdapat beberapa alternatif matang dan tinggal menjiplak saja. Misalnya waktu itu lagi populer sekali Yahoo, dimana orang yang mau browsing pasti ke Yahoo dulu, buat cari informasi, jadi ada rencana buat portal seperti Yahoo, atau bikin Web Mail Gratis macam Hotmail. Tetapi pilihan akhirnya jatuh pada membuat situs berita yang cepat terupdate dalam hitungan menit, bukan lagi harian seperti koran. Budiono sangat yakin orang-orang sedang membutuhkan berita macam begini. Gagasan itu sepertinya mencontek gaya breaking news televisi CNN tetapi ala internet. Sama juga seperti Yahoo! yang sebetulnya sudah memakai konsep itu dengan berita update langganan dari pelbagai kantor berita. Sayangnya, mesin pencari ini masih berbahasa Inggris. Padahal di Indonesia hanya sedikit orang yang mau baca Web Site berbahasa Inggris.

Detik.com waktu itu memang unik. Jangankan Di Indonesia, di seluruh dunia pun waktu itu tidak ada Portal Berita macam Detik.com. Pada awal operasionalnya Budiono menjabat sebagai pemimpin redaksi sekaligus reporter dengan satu tape recorder. Lalu merekrut beberapa reporter, sembari rajin menelepon bekas teman-teman wartawan di media lain untuk menyumbang berita. Beritanya singkat, orang yang sering di telpon Budiono adalah Sapto Anggoro, redaktur di harian Republika, yang kerap memberi info baru di lapangan kepadanya. Tidak lama Sapto justru keluar dari koran itu dan bergabung, bahkan sekarang tercantum sebagai dewan redaksi Detikcom.

Delapan hari setelah Soeharto lengser, 30 Mei 1998, server Detikcom sudah siap di akses, namun baru mulai on line dengan sajian lengkap pada 9 Juli 1998. Berita-beritanya segar, anyar, dan terus menerus diperbaharui dalam hitungan detik. Desain website berbalut warna khas yang agak norak, hijau, biru, dan kuning. Warna ini sampai sekarang dipertahankan sebagai trademark. Baru sebulan Detikcom on line telah ada sekitar 15.000 hits alias yang mengklik situs baru itu. Perkiraan itu akhirnya terbukti karena dalam waktu singkat Detikcom menjadi sangat dicari. Satu tahun kemudian, jumlah pengunjung melesat menjadi 50.000 orang perhari, sebuah pencapaian luar biasa mengingat pengguna Internet yang baru sedikit saat itu.

Banyak cerita tentang sulitnya para reporter Detikcom menyajikan berita – berita secara tepat waktu. Saat itu belum ada BlackBerry atau semacam SmartPhone yang bisa mengirimkan email berita dengan sekali pencet. Telepon genggam (Handphone) apalagi PDA di tahun 1998 – 1999 amat mahal, dan terbatas. Satu satunya jalan adalah memanfaatkan telepon umum dan setiap pagi para reporter Detikcom terlebih dahulu diwajibkan untuk masuk ke kantor mengambil beberapa kantung uang recehan. Yang terjadi adalah antrean panjang telepon umum dan para wartawan itu sering kena omel para pengguna telepon. Dengan begitu berita yang dikirimkan disiasati lebih singkat dan pendek.
Detik keberhasilan Detikcom pun turut menjadi pemicu munculnya demam Internet di Indonesia pada pertengahan 1999.

Ini menyadarkan banyak konglomerat media yang merasa kecolongan tidak memanfaatkan kesempatan emas di waktu yang sulit itu. Lagi pula, membangun sebuah situs tidak perlu modal yang banyak, seperti mendirikan pabrik. Mulailah bermunculan perusahaan Internet serius didirikan seperti Satunet, Astaga!com. James Riyadi pemilik Lippo Life membuat Lippo e-Net dan Lippostar. Adapula Mweb, Kopitime, dan BolehNet. Bedanya portal-portal tersebut banyak yang didirikan hanya untuk mendapatkan keuntungan sesaat. Investasi awal jor-joran dengan menawarkan pelbagai fasilitas canggih berbiaya besar yang di gratiskan seperti email, chatting, kirim SMS dan bahkan webfax gratis, untuk mengundang pengunjung. Setelah mencatat banyak hits, mereka melepas kepemilikan di bursa saham untuk mendapatkan dana.
Di kepung oleh pemodal besar membuat Agrakom pun menjual 15% saham Detikcom kepada Investor asal Hongkong, Pasific Tech seharga USD2 juta. Uang sebanyak itu berpuluh kali lipat dari investasi awal DetikCom yang hanya Rp. 40 juta. Dana sebesar itu membuat Detikcom nervous harus seberapa besar pendapatan yang diperoleh kalau investasinya saja sudah hampir menginjak belasan juta dollar

Akhirnya di putuskan belanja teknologi dikeluarkan seperlunya. Tenaga penjual iklan di rekrut. Bahkan, iklan dari dotcom lain di terima, termasuk dari kompetitor. Awal Januari 2000, Detikcom merilis email gratis, chating, ruang diskusi, dan menambah sejumlah kanal baru. Ciri khas jurnalistik lebih di pertajam dengan serangkaian kerja sama organisasi kampanye untuk memasok berita di daerah. Fasilitas SMS dan WebFax gratis yang biaya operasinya mahal ditiadakan. Tidak ada biaya promosi miliaran rupiah. Tidak ada content management system seharga ratu san ribu dolar, tetapi mengembangkan sendiri. Langkah meniru nan hati-hati itu akhirnya bisa menyelamatkan.
Di awal milenium, krisis dotcom meledak di Amerika Serikat. Saham saham perusahaan berbasis teknologi bertumbangan. Kekecewaan investor bahwa jaringan internet ternyata tidak mendatangkan keuntungan seperti yang dijanjikan terbukti sudah oleh kiamat dotcom yang datang lebih cepat. Dari sisi pendapatan krisis dotcom tahun 2000 telah menyebabkan banyak pemasang iklan tidak lagi mau percaya pada media Internet. Satu persatu portal yang pada tahun 1999 tumbuh pesat, kini mulai gulung tikar. Maka awal 2001 situs situs milik para Konglomerat Media itu kehabisan modal.

Budiono dan kawan kawan bertahan dengan modal pas-pasan setelah menutup kembali fasilitas yang di anggap tak menguntungkan. Detikcom masih memiliki napas hasil menyisakan modal dan sedikit dari penghasilan iklan – Oktober 2000 pendapatan iklan Detikcom mencapai lebih dari Rp. 500 juta. Berita yang tak banyak pembacanya dan tak menarik pemasang iklan dihentikan. Serangkaian bidang usaha baru dirilis, tahun 2003 terlihat bahwa dari beberapa bidang usaha baru, mobile data (layanan kirim berita lewat SMS) adalah yang paling cepat memberi hasil.

Selanjutnya, Detikcom melenggang sendirian tanpa lawan yang berarti. Banyak pujian datang karena Detikcom salah satu dari sedikit media yang bisa bertahan pada era industri media yang mulai bergerak ke arah konglomerasi. Ada Kompas Gramedia, Media Group, Para Group, MNC, Jawa Pos Group, dan Visi Media Asia. Dan yang terjadi belakangan pada akhirnya adalah raksasa-raksasa ini justru mengekor kepada semut. Kompas mereborn Kompas.com, MNC mendirikan okezone.com, Visi Media milik Grup Bakrie melahirkan VivaNews. Tempo Inti Media mengaktifkan tempointeraktif.co.id, belum lagi Inilah.com dan Wartaone.com.

Menanggapi banyaknya portal Berita yang muncul, Budiono Darsono bilang “Dulu pun kami menghadapi pemain modal besar, tapi Detik bisa menghadapinya, Bisnis ini dibangun dengan semangat jurnalistik, bukan dengan dan Modal”.

Demikianlah sepenggal kisah yang mungkin dapat menginspirasi kita semua, khususnya bagi juragan-juragan media dan para peminat dot com se-indonesia.

Sumber : obsesijuragan.com

Warung Roti Bakar Ramai Pengunjung


Bisnis roti bakar memang sudah biasa. Namun, belum tentu bisa bertahan lama. Madtari merupakan salah satu warung roti bakar yang cukup tua. Sejak 1999 hingga kini, Madtari masih memiliki pelanggan setia di Dago. Meski cuma warung roti bakar, Madtari bisa mencetak omzet ratusan juta.

Roti Bakar Edi boleh saja menjadi pilihan anak muda Jakarta menyantap roti di malam hari. Tapi di Bandung, Madtari bisa dibilang menjadi pilihan pertama untuk melahap roti bakar.

Madtari mengklaim sebagai roti bakar satu-satunya di Kota Kembang yang menggunakan selai blueberry. Menu roti spesial dengan campuran selai blueberry, kacang, dan taburan meses coklat membuat rasa roti bakar terasa asam manis.

Tidak hanya itu, rasa gurih dan asinnya didapat dari taburan keju yang menutup seluruh tumpukan roti. Pilihan lain adalah rasa roti keju susu dengan pelbagai macam pilihan rasa, seperti susu, coklat, kacang, dan roti rasa asin. Roti bakar rasa asin, yakni, roti dengan serutan keju pada tumpukan roti yang telah dibakar dengan taburan garam.

Makin larut malam, makin ramai pula pengunjung roti bakar Madtari di Jalan Dr. Oten 11, Dago. Salah satu kelebihan nongkrong di Madtari, selain santapan roti bakarnya, parkir dan tempatnya yang luas. Tidak perlu takut kehabisan tempat. Tak hanya memanfaatkan garasi gedung kuno berarsitektur gaya Belanda, setiap ruangan atau kamar telah disulap dengan kursi-kursi panjang berikut dengan meja. Tapi, dekorasi Madtari memang terbilang minim, tidak ada yang istimewa di warung roti bakar yang telah berdiri sejak tahun 1999 ini.

Menurut Manajer Madtari David Maidy, konsep layaknya warung kopi tetap dipertahankan. "Konsep seperti inilah yang membuat para pengunjung betah," kata David. Ia menambahkan, Madtari yang telah tiga kali berpindah tempat sudah terkenal sebagai roti bakar rakyat di Bandung.

Maksud roti yang merakyat: harga murah dan tempat yang apa adanya di pinggir jalan. Tengok saja, harga aneka roti mulai dari Rp 5.000 hingga Rp 13.000 untuk menu spesialnya. Bosan dengan santapan roti, pisang bakar bisa jadi pilihan.

Pisang dibakar kemudian dilumuri selai sesuai selera dan tentu saja sebagai ciri khas dari Madtari, yaitu taburan kejunya. Harga pisang mulai dari Rp 6.000 hingga Rp 10.000 per porsi. Jika malam telah tiba dan udara kian dingin, santapan yang lebih hangat kerap menjadi pilihan.

Misalnya saja, mi instan dengan telur plus minuman yang dapat menghangatkan tenggorokan. Wedang jahe kencod boleh jadi pilihan karena sudah pasti, selain dapat menghangatkan tubuh, juga mampu mengusir pusing. Harganya sudah pasti aman di kantong, mulai Rp 5.000 sampai Rp 11.000.

Menyasar konsumen kalangan pelajar dan mahasiswa sebagai pelanggan, Madtari sukses meraup untung yang cukup wah. Setiap hari, Madtari menghabiskan 500 kg pisang dan 200 tangkup roti.

Di bulan biasa, omzet Madtari mencapai Rp 150 juta per bulan. Ketika musim libur, Madtari mampu mencapai omzet Rp 200 juta. Pendapatan yang besar ini didukung dengan pelayanan prima selama 24 jam.

"Meski makin banyak roti bakar di Bandung tapi Madtari tetap menjadi pilihan karena kami melayani dengan sungguh-sungguh." tutur David yang setahun belakangan ini mengaku, bisnis roti bakar kepunyaan pamannya ini kian pesat setelah berpindah tempat.

Dua cabang Madtari lainnya berlokasi di Dago, tepatnya Jalan Teuku Umar dan Jalan Suci. David bilang, tahun ini, Madtari hendak ekspansi ke Tasikmalaya. 

Sumber : bisniskeuangan.kompas.com

Sukses Hotel & Restaurant


Ketika Tim Hart menyadari ada kehidupan di luar perbankan Kota ia berhenti Joba dan mendirikan sebuah hotel. Startups.co.uk melihat bagaimana ia mendapat bisnisnya mulai.
Ketika saatnya tiba untuk melanjutkan sering sulit untuk membuat istirahat bersih. Tapi setelah sepuluh tahun bekerja sebagai bankir investasi di Lehman Brothers, Tim Hart menyadari bahwa itu persis apa yang ia butuhkan.

“Aku terbangun suatu pagi dan menyadari bahwa aku ingin melakukan sesuatu yang lain”, klaim Hart. Jadi, pada tahun 1980, dipersenjatai dengan beberapa modal sendiri, pinjaman dari bank dan layak sepuluh tahun pengalaman dan akal dari hari-harinya di kota, Hart dibeli Hambleton Hotel Hall dan restoran di Rutland, itu alasan dan kebun. Dia kemudian mulai menciptakan sebuah hotel mewah dengan restoran berkualitas tinggi yang tamu dan pengunjung akan segera berduyun-duyun ke.

Tentang pengaturan usaha Hart mengatakan: “Saya bisa berbicara bahasa keuangan, sehingga membantu, tapi aku masih harus percaya pada produk dan berkonsentrasi pada mendapatkan benar pertama kalinya The delapan puluhan adalah periode besar di mana dapat dilakukan. ini dan pada saat itu hanya sekitar empat atau lima pelopor, sehingga hampir tidak ada orang lain yang melakukan hal yang sama. ”

Jadi Hart memiliki konsep tetapi masih harus diwujudkan, terutama karena itu seperti sebuah proyek ambisius. Namun ia tahu ada ruang untuk Hambleton Hall, terutama pada akhir lebih tinggi dari pasar.

“Aku tahu itu adalah rumah yang sangat stylish dan nyaman, tetapi juga menyadari bahwa saya tidak harus membuatnya terlihat seperti sebuah hotel – saya bisa menggabungkan dua elemen Misalnya, sebelum kami membuka kami memiliki beberapa masalah seperti jadinya kita. mampu memberikan standar yang tepat di semua departemen?

“Konsep besar adalah dua sen, tapi dalam bisnis hotel dan restoran itu adalah orang-orang yang membuat perbedaan dan mereka merupakan faktor kunci dalam meningkatkan standar.”

Industri ini memiliki reputasi untuk omset tinggi dari staf dan salah satu prioritas utama Hart ketika membuka Hambleton adalah untuk memiliki orang yang tepat di semua tempat yang tepat. Hal ini, seperti yang ia katakan, adalah “apa yang membuat hal itu terjadi”. Dia menambahkan: “Jika Anda dapat menghasilkan suatu lingkungan di mana staf dapat mengekspresikan diri mereka dan berkembang maka sisanya akan datang secara alami.”

Memilih staf yang tepat selalu ada sesuatu Hart telah dihargai. Manajer saat jenderalnya bekerja di Savoy dan koki kepalanya telah bekerja dengan beberapa koki yang paling dihormati di dunia, termasuk Raymond Blanc dan Anton Mosimann. Jadi, tidak mengherankan bahwa hotel dan restoran telah mengambil beberapa penghargaan seperti hotel Egon Ronay ini tahun ditambah satu bintang Michelin.

Dua puluh dua tahun, Hart menyadari bahwa beberapa hal yang telah berubah, tetapi bahwa nilai-nilai inti tetap dengan staf menjadi salah satu bahan yang paling penting. Dia mengatakan: “Hari ini ada lebih banyak orang muda yang ingin bekerja di hotel dan / atau bisnis restoran ini adalah ke sana menjadi model peran lebih banyak, seperti Marco Pierre-Putih, daripada di masa lalu Ini sebanding.. ke pesona dengan Manchester United – sekarang pinggul dan trendi untuk pergi dan bermain untuk mereka “.

Namun, Hart tidak hanya berhenti pada menjadi seorang pengusaha sukses dan pemilik restoran. Pada tahun 1997, menyusul dorongan oleh nya tetap Nottingham berbasis yang dikunjungi dan tinggal di Hambleton Hall, ia membuka sebuah restoran di jantung Nottingham disebut s Hart.

Dijelaskan dalam Good Food Guide sebagai ‘ruang cerah dan ceria dengan lukisan geometris hidup, pemandangan kota yang indah, kursi yang nyaman dan profesionalisme serius’, Hart telah diterjemahkan pengalamannya dari Hambleton ke lokasi kota yang berbasis dengan mudah. Tapi mengapa ia membuat bergerak?

“Itu semua sangat baik memulai bisnis tetapi, sebagai ungkapan pepatah, Anda harus menikmati apa yang Anda lakukan saya menikmati makanan yang besar,. Terlibat dalam antusiasme saya untuk anggur serta penanaman pohon dan ini adalah titik awal yang baik bagi seseorang yang ingin menjalankan sebuah hotel atau restoran Ini semua sangat baik, misalnya, untuk seorang polisi ingin membuka sebuah pub karena dia telah pergi ke sana seperti biasa selama bertahun-tahun tapi. itu berbeda setelah Anda mendapatkan di belakang bar. Dengan kata lain Anda harus lebih dari siap untuk apa yang Anda mengambil. ”

Hart bergairah tentang industri dan bisnis sendiri, tetapi bersama dengan tertinggi tengara seperti penghargaan dan pujian dari rekan-rekannya dan rekan-rekan datang terendah tertentu. Hart mengatakan: “Kehilangan orang-orang baik yang telah kita lihat melalui semua tahapan dalam Hambleton dan ini Hart sedih, mereka adalah modal yang menghitung, tetapi ketika orang-orang baik pindah saya senang untuk mereka Dalam industri ini, Anda harus menyadari bahwa. staf yang datang melalui dalam satu atau cara lain dan belajar untuk tidak melawan keputusan mereka melainkan untuk mendorong mereka sangat penting. ”

Namun, poin yang rendah bisa lebih dari sebanding dengan dosis besar keberhasilan, sesuatu yang belum Hart singkat sejak Hambleton dan ini Hart pertama kali dibuka. Hal ini telah menyebabkan perkembangan besar baik dalam kehidupan pribadi dan komersial.

“Saya sudah memiliki cukup hebat sukses sampai sekarang dan dengan itu, melihat lebih dari keluarga saya daripada yang pernah saya lakukan, telah diizinkan untuk memiliki hari ke hari pengaruh pada proyek-proyek saya, serta merencanakan masa depan.”

Masa depan Hart tampaknya meyakinkan, terutama dengan sebuah hotel baru yang telah dibangun, tepat di sebelah restoran Hart di Nottingham. Lokasi ideal, sesuatu yang setiap hotel, toko atau restoran harus diingat dan akan memungkinkan sekitar 2000 pelanggan potensial dari daerah sekitarnya untuk memilih untuk makan malam di Hart serta memiliki pilihan tinggal di sebuah hotel modern.

Sumber : waralaba-franchise.com