Kamis, 29 November 2012

Gingseng dari Saroji


Berawal dari penjual tiket obyek wisata di kompleks Candi Arjuna, Saroji begitulah nama akrabnya telah sukses mengubah hidupnya dan sekaligus memiliki omzet 75 juta perbulan.

Penghalang kreasi hanyalah kemalasan, batasan inovasi hanyalah langit. Begitu kira-kira prinsip hidup yang dipegang Saroji (47), pria dari Dataran Tinggi Dieng, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Dengan kegigihan memanfaatkan peluang, dia kenalkan purwaceng, flora khas Dieng, sebagai minuman alami penambah stamina ke seantero Nusantara, bahkan hingga ke mancanegara.

Medio tahun 1994, Saroji hanyalah penjual tiket obyek wisata di kompleks Candi Arjuna. Kendati telah membudidayakan purwaceng sejak lama, tumbuhan itu hanya diracik untuk keperluan sendiri. ”Paling-paling buat tetangga atau saudara yang mau meminumnya,” ujar warga Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Banjarnegara, itu, Selasa (29/5/2012).

Dari mulut ke mulut makin banyak orang tertarik meminum purwaceng racikan Saroji. Terlebih setelah mengetahui khasiatnya yang membuat tubuh segar dan hangat. Akhirnya, purwaceng racikannya mulai didengar sejumlah wisatawan. Mereka mendatangi rumah Saroji hanya untuk meminum purwaceng.

Ide usaha pun muncul. Tahun 2004, pria yang juga karyawan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Dieng pada Dinas Pariwisata Kebudayaan, Pemuda, dan Olahraga Banjarnegara itu, mulai menggarap komoditas purwaceng lebih serius. Modal awal Rp 5 juta disiapkan.

Saroji memulai dengan mengolah serbat purwaceng. Kendati demikian, mengembangkan tanaman purwaceng tidaklah mudah. Kesulitan menghadang sejak proses penanaman.

Purwaceng (Pimpinella alpina), yang awalnya hanya dikenal masyarakat sebagai tumbuhan liar di Gunung Perahu dan Gunung Pakujiwo di Dataran Tinggi Dieng ini, tergolong ”rewel” memilih habitat untuk tumbuh kembang. Tumbuhan ini juga tak dapat ditanam di sembarang lokasi di hamparan Dataran Tinggi Dieng yang diketahui merupakan daerah asalnya.

Dari sejak ditanam hingga bisa dipanen, purwaceng butuh waktu sekitar dua tahun. Bila sudah dua tahun, akarnya akan berwarna kuning. Selain itu, tanaman yang diyakini berkhasiat menambah vitalitas pria dewasa ini tidak membutuhkan pupuk kimia.

”Pernah ada petani menanam purwaceng dengan pupuk kimia, tetapi menyebabkan rasanya jadi pahit. Selain itu, purwaceng olahan saya juga tanpa bahan pengawet. Murni produk herbal,” ujar Saroji, yang sering mewakili Kabupaten Banjarnegara ke sejumlah pameran berskala nasional dan regional.

Setelah dipanen, batang dan akar purwaceng dicuci bersih dan kemudian dijemur. Batang dan akar tadi yang kering ditumbuk halus hingga seperti tepung. Awalnya, pengolahan ini menjadi proses yang melelahkan dan menyita waktu. Semua dikerjakan Saroji bersama Sulastri (44), istrinya.

”Untuk menambah rasa, atas saran istri, ditambahkan bubuk kopi, teh, atau susu. Ternyata, konsumen semakin menyukainya,” ujar Saroji.

Untuk pemasaran, awalnya Saroji hanya menjual serbuk purwaceng yang dikemas sederhana ini secara sporadis kepada wisatawan di Dieng. Saroji mengenang, dia bisa menawarkan serbuk purwaceng hingga malam hari. Mulai dari kompleks candi sampai mendatangi losmen dan penginapan para turis.

Minim pendidikan formal tak menyurutkan Saroji belajar pemasaran. Dia kemudian menempuh metode pemasaran berjaringan. Saroji menjalin kerja sama dengan sejumlah agen wisata dan pemerintah setempat. Alhasil, kios purwaceng Saroji di kompleks Candi Arjuna menjadi salah satu destinasi wajib wisatawan. Produknya pun diakui menjadi salah satu oleh-oleh khas Dieng.

Konsep ini terbukti ampuh menjaring konsumen. Seiring meningkatnya pesanan, Saroji mulai merekrut karyawan untuk produk purwaceng yang diberi label Tri Sakti. Tak hanya di bagian pengemasan dan pemasaran, Saroji juga memberdayakan sejumlah petani Dieng untuk menanam purwaceng. Hasilnya diserap industri rumahan milik Saroji.

Saroji kini dibantu 12 karyawan memproduksi purwaceng dalam berbagai kemasan. Akar purwaceng dalam botol dijual Rp 25.000 per botol. Untuk kemasan serbuk tersedia dalam kemasan sachet berbagai aroma serta botol. Untuk satu sachet dengan pilihan aroma teh, kopi, dan susu dijual dalam dos berisi 6 sachet Rp 25.000 per dos. Serbuk purwaceng murni tanpa rasa Rp 125.000 per botol.

Saroji mengolah 5 kilogram purwaceng per bulan yang menghasilkan 10.000 kemasan kecil siap seduh. Produksi dilakukan seminggu sekali. Produk dikirim ke Yogyakarta, Bandung, Jakarta, Surabaya, Makassar, dan Medan. Selain itu. produk Tri Sakti pun sudah melanglang buana hingga Jerman, Italia, dan Belanda.

”Kebanyakan pemesan luar negeri adalah wisatawan yang pernah ke Dieng dan merasakan khasiat purwaceng. Pesanannya bisa berdos-dos. Saya biasa menitipkan melalui agen-agen travel,” ujar Saroji yang omzet penjualannya kini sekitar Rp 75 juta per bulan.

Supaya lebih representatif, Saroji membangun toko sekaligus tempat kerja di tepi jalan utama di sekitar kompleks Candi Arjuna Dieng. Di tempat itu, wisatawan dimungkinkan menyaksikan proses peracikan purwaceng dari awal hingga selesai.

Keberhasilan semacam ini tak lantas menghentikan ide inovasi ayah empat anak ini. Saroji masih menyimpan asa menyempurnakan kualitas kemasannya supaya setara dengan kemasan kopi instan yang banyak di pasaran saat ini agar lebih marketable kendati dia sadar butuh modal yang tak kecil untuk membeli mesin pengemasan seperti itu.

Lewat tangan dingin Saroji, Purwaceng yang awalnya hanya dianggap tanaman liar itu pun naik kasta menjadi salah satu ikon wisata Dataran Tinggi Dieng. Dia yakin, suatu saat gengsi tanaman ini akan dikenal di mancanegara sebagai ”ginseng”-nya Indonesia. ”Gingseng” ala Indonesia.

Sumber : abibunda.info.com

Kampung Wisata Bisnis UKM


Terdorong untuk memberdayakan pelaku UKM di desanya, Tatiek Kancaniati merintis pendirian Kampung Wisata Bisnis Tegalwaru. Dikunjungi sekitar 6.000 orang, omzet total yang didapat pelaku UKM di Tegalwaru mencapai Rp 2 miliar per bulan.
Sejak 2007, Tatiek Kancaniati fokus melakukan pemberdayaan dan pengembangan usaha kecil menengah (UKM) di Desa Tegalwaru, Ciampea, Kabupaten Bogor. Tatiek sendiri merupakan warga asli desa tersebut.
Ia tergerak memberdayakan para pengusaha kecil di desanya setelah beberapa kali mengikuti pelatihan social entrepreneur leader yang diadakan oleh Dompet Dhuafa. Pelatihan itu sendiri bertujuan untuk membangun jiwa entrepreneur. “Kebetulan suami saya bekerja di Dompet Dhuafa,” kata Tatiek.
Guna mempraktikkan hasil pelatihan itu, ia pun mendirikan Yayasan Kuntum Indonesia. Yayasan itu didirikan pada 2007. Lewat yayasan itu, dia mengajak ibu-ibu rumah tangga untuk terlibat dalam usaha pembuatan tas anyaman bambu.
Setahun kemudian, ia juga merintis usaha produksi nata de coco. Usaha ini juga melibatkan warga desa setempat. Ide usaha ini didapat setelah ia melihat banyaknya limbah air kelapa di desanya. “Kebetulan di Tegalwaru ada pabrik selai kelapa. Nah, limbah air kelapanya saya manfaatkan untuk nata de coco,” kata Tatiek.
Selain dirinya sendiri, Tatiek juga mendorong warga lain di desanya untuk memproduksi nata de coco. Hingga saat ini, sudah ada tiga produsen nata de coco di Tegalwaru, termasuk Tatiek.
Selain nata de coco, ia juga memproduksi arang briket batok kelapa. Demi kemajuan usahanya, pada 2011 ia mengubah nama yayasannya menjadi Kuntum Organizer.
Melalui yayasan itu, Tatiek menggandeng para pemilik usaha lain di Tegalwaru untuk menjadikan desa mereka sebagai Kampung Wisata Bisnis Tegalwaru. Kebetulan di Tegalwaru terdapat belasan unit usaha. Di antaranya usaha peternakan, perikanan, nata de coca, kerajinan tas, kerupuk, dan masih banyak lagi.
Tujuan mendirikan kampung wisata bisnis itu tidak lain untuk membantu mengatasi kendala pemasaran yang banyak dihadapi pelaku UKM di desanya. Upaya itu tidak sia-sia. Ia mengklaim, banyak orang kini mengunjungi desanya. “Kami memberikan pelatihan bagi para pengunjung yang datang,” ujarnya.
Setiap pengunjung dipungut bayaran Rp 25.000 untuk mengikuti pelatihan di satu bidang usaha tertentu, lengkap dengan praktik dan tutorial. Sepanjang tahun ini, Tegalwaru telah dikunjungi sekitar 6.000 orang. “Pengunjung datang dari Aceh hingga Papua, baik instansi pemerintah hingga mahasiswa untuk studi banding,” imbuh Tatiek.
Banyak juga pengunjung yang kemudian tertarik memasarkan produk UKM dari desa tersebut. Hasilnya? Tatiek bilang, total omzet yang didapat seluruh pelaku UKM di Tegalwaru kini mencapai Rp 2 miliar per bulan. Dengan jumlah penduduk mencapai 12.000 jiwa, sekitar 40%-nya kini terlibat di dalam kampung wisata ini.
Sumber : jpmi.or.id

Sukses Rupert Murdoch


Keith Rupert Murdoch lahir pada 19 Maret 1931 di Melbourne Victoria - Australia. Dia besar di Australia dan kuliah di Universitas Oxford, United Kingdom. Pada awalnya dia sempat bekerja di Daily Express sebentar sebelum akhirnya dia mengambil alih perusahaan tersebut dari tangan ayahnya Sir Keith Murdoch. Berawal dari sinilah akhirnya Rupert membangun kerajaan bisnis medianya dengan nama News Corporations, salah satu perusahaan media terbesar dan paling berpengaruh di dunia. Perusahaan yang dimiliki NewsFOX dan Harper Collins di Amerika Serikat dan BSkyB di Britania Raya. Ia sebelumnya merupakan warganegara Australia, namun kini telah menjadi warga negara Amerika Serikat.

Berikut sejarah perkembangan bisnis media yang dibangun Rupert Murdoch dengan cara mengakuisisi beberapa perusahaan di seluruh dunia yang digabungkan ke dalam induk perusahan News Corporation miliknya.

News Corporation adalah perusahaan publik yang dipegang oleh Rupert Murdoch. Didirikan pada tahun 1979 di Australia, perusahaan ini dipindahkan ke Amerika Serikat pada tahun 1980. Perrusahaan ini memiliki ribuan dari media massa, seperti pesaing globalnya, General Electric.

Fox News Channel adalah saluran berita terkini yang dikemas cermat oleh Fox Broadcasting Company. Dirintis oleh Rupert Murdoch, saluran ini didirikan pada tanggal 7 Oktober 1996, dengan bantuan dari CBS, NBC dan ABC.

20th Century Fox, kependekan dari Twentieth Century Fox Film Corporation, adalah salah satu studio filmutama, terletak di Century City, California, Amerika Serikat, persis di barat Beverly Hills. Studio ini merupakan anak perusahaan News Corporation, konglomerat media yang dikuasai oleh Rupert Murdoch.

Perusahaan ini merupakan hasil dari penggabungan dua perusahaan, Fox Film Corporation didirikan oleh William Fox pada 1914, dan Twentieth Century Pictures, dimulai pada 1933 oleh Darryl F. Zanuck, Joseph Schenck, Raymond Griffith dan William Goetz.

The Times adalah surat kabar harian yang diterbitkan di Inggris Raya sejak tahun 1785, ketika itu masih dikenal dengan nama The Daily Universal Register.

Surat kabar ini dan saudaranya The Sunday Times diterbitkan oleh Times Newspapers Limited, yang merupakan bagian dari News International. News International dimiliki secara keseluruhan oleh kelompok News Corporations, yang dipimpin oleh Rupert Murdoch.

The Times adalah nam asli dari surat kabar ini, dan meminjamkan namanya pada berbagai surat kabar di beberapa penjuru dunai, seperti The New York Times, The Times of India, dan The Irish Times. Untuk lebih khusus, jika diterbitkan untuk daerah di luar UK sebagai London Times. Surat kabar ini aslinya mempergunakan jenis huruf Times New Roman, yang dikembangkan oleh Stanley Morison dari The Times bekerjasama dengan Monotype Corporation yang sudah terkenal akan pencetakannya.

Sumber : pengusahasukses.com

Sukses Pengusaha Internet Service Provider


Richard Tang mulai menggemari komputer ketika sekolahnya membeli sebuah komputer Commodore untuk digunakan oleh para siswa. Saat itu dia baru berusia 13 tahun.
Dia mengatakan: 'Aku biasa menghabiskan waktu istirahat dan makan siang untuk memprogramnya. Aku sangat kagum pada komputer tersebut. Aku selalu tertarik untuk membuat berbagai hal dan aku menyukai ide untuk membuat komputer yang bisa melakukan apapun dan kemudian aku memprogramnya untuk melakukan sesuatu yang berguna dan bermanfaat.'
Tang lahir dan dibesarkan di Rochdale, dimana ayahnya seorang warga keturunan China dan ibunya dari Inggris. Saat berusia 15 tahun, Tang membeli sendiri komputer pertamanya dengan uang dari hasil menjual makanan hewan peliharaan di pasar lokal.  Dia juga mendirikan sebuah perusahaan fiktif, Zen Microsystems, untuk mengakali perusahaan komputer agar mau mengirimkan katalog dan data sheet dari produk-produk mereka.
Setelah mengambil gelar dibidang system komputer dari Salford University, Tang mendapatkan pekerjaan sebagai designer hardware komputer. Saat berada disana, dia dan beberapa orang rekan kerjanya sering berkumpul di kedal lokal untuk memimpikan tentang cara-cara menemukan bisnis mereka. Tang mengatakan: 'Kami menemukan berbagai ide yang aneh dan liar. Semuanya masih berhubungan dengan komputer dan ide untuk mengembangkan software atau hardware yang bisa kami jual.'
Akan tetapi, tidak ada satupun dari ide tersebut yang mereka diskusikan secara serius, dan setelah empat tahun serta mendapat beberapa kali promosi, Tang akhirnya menyadari bahwa hasratnya bukanlah untuk meniti karir didunia corporate.  Dia mengatakan: 'Aku bisa melihat jalan hidup yang ingin aku tempuh. Aku ingin melakukan sesuatu yang berbeda.'
Jadi, ditahun 1993, saat berusia 27 tahun, Tang memutuskan untuk keluar dari pekerjaan agar bisa melancong ke China dan India selama sembilan bulan. Saat kembali ke Inggris, dia memutuskan untuk memulai perusahaannya sendiri yang mendesign hardware dan software komputer.
Dia menyewa sebuah Portakabin di Birmingham untuk dijadikan sebagai kantor, dan setelah tiga bulan menunggu telephone berdering, dia berhasil mendapatkan beberapa pekerjaan untuk membuat software bagi sebuah perusahaan besar, dan dia berencana untuk mencari lebih banyak lagi klien. Namun setelah beberapa bulan menjalankan kontrak, saat Tang sedang nongkrong di sebuah pub bersama adiknya Daniel, ide besarnya muncul.
Saat itu, keduanya sedang membicarakan tentang sebuah konsep baru yang disebut dengan internet. Tang memang pernah mendengarnya, namun dia tidak belum pernah menggunakannya. Tapi adiknya adalah seorang mahasiswa dan sudah terbiasa menggunakannya di Cambridge University dimana dia sedang menyelesaikan studinya dibidang artificial intelligence. Saat Tang bertanya apakah internet akan membawanya pada kesuksesan, Daniel mengatakan bahwa dia yakin itu akan menjadi sebuah jalan yang besar untuk menuju kesuksesan.
Terinspirasi oleh antusias adiknya, akhirnya Tang memutuskan untuk memulai sebuah perusahaan yang menyediakan jasa untuk mengakses internet, setelah dia sadar bahwa itu adalah sebuah peluang yang tidak boleh dia lewatkan. Dia juga berpikir bahwa itu mungkin adalah cara yang lebih mudah untuk menghasilkan uang dari pada bekerja sebagai pembuat software.
Dia mengatakan: 'Masalah dengan design software adalah bahwa setiap kali anda ingin menghasilkan uang, maka anda harus bekerja. Dimana kupikir jika aku mendirikan perusahaan yang menyediakan jasa berlangganan untuk akses ke internet, maka begitu aku mendapat pelanggan, uang akan terus mengalir dan aku cuma perlu melakukan sedikit kerja. Sebagai seorang internet service provider, aku bisa menciptakan situasi dimana aku akan mendapatkan pelanggan setiap bulan, tanpa perlu banyak bekerja.'
Lalu Tang membujuk teman-teman dan keluarganya untuk meminjamkan uang sebanyak £20,000 agar dia bisa memulai. Adiknya tidak mau menjadi bagian dari bisnis, tapi setuju menyediakan waktu selama enam bulan untuk membangun sebuah jaringan yang akan menghubungkan konsumen ke internet. Tang membuat sebuah jaringan dengan menghubungkan enam buah modem pada sebuah papan sederhana yang kemudian dihubungkan dengan enam jalur telephone.
Dengan enam jalur, Tang bisa menerima sekitar 50 konsumen dan dia membuka bisnisnya dengan memungut bayaran £10 untuk masing-masing konsumen yang ingin mengakses internet. Saat jumlah konsumenya bertambah, dia menambahkan jalur telephone, tapi pada tahun 1966, perusahaannya, Zen Internet, telah menginvestasikan begitu banyak uang untuk membeli peralatan sehingga hampir kehabisan uang. Tang terpaksa harus menyelamatkan perusahaannya dengan cara meminjam uang dari keluarga dan teman-temannya.
Sejak awal, salah satu hal yang paling memusingkannya adalah bahwa suatu hari nanti sebuah perusahaan pesaing akan memutuskan untuk memberikan akses internet secara gratis dan memaksa bisnisnya untuk gulung tikar. Jadi, saat sebuah perusahaan retail, Dixons, ditahun 1998 meluncurkan Freeserve internet service provider, ketakutannya semakin bertambah.
Akan tetapi, meski perusahaannya memang banyak kehilangan pelanggan, namun Tang juga akhirnya lega bahwa ternyata konsumen bisnisnya lebih senang membayar perusahaan yang menyediakan jasa akses internet dan memberikan layanan konsumen. Dan dia ternyata benar, ditahun berikutnya Zen Internet mendapatkan keuntungan terbesarnya.
Dua tahu kemudian, perusahaannya menghadapi tantangan lain dengan hadirnya broadband. Itu adalah sebuah keputusan yang mengandung banyak resiko, namun Tang akhirnya memutuskan untuk mengambilnya dan mengupgrade layanannya menjadi akses broadband. Tang mengatakan: 'Pada saat itu, broadband masih sangat baru dan resikonya masih sangat tinggi, serta jalurnya belum begitu lancar. Itu membutuhkan investasi awal sebanyak £100,000 yang pada saat itu adalah jumlah yang sangat besar. Tapi aku menyadari bahwa jika kami tidak mengubahnya menjadi broadband, maka kami akan tertinggal.'
Itu adalah sebuah keputusan yang cerdas. Saat ini, Zen Internet sudah mempunyai sekitar 90.000 pelanggan. Tang mengatakan: 'Dengan berinvestasi ke dalam broadband berarti bahwa kami telah berubah dari sebuah perusahaan ISP regional, menjadi sebuah ISP berskala nasional, dan itulah yang menyebabkan kami begitu sukses.' Penghasilan tahunan Zen Internet saat ini mencapai  £39 juta.
Saat ini Tang sudah berusia 44 tahun dan masih menjadi pemilik tunggal dari perusahaanya yang sekarang bernilai sekitar £15 juta. Dia menganggap bahwa rahasia kesuksesannya adalah tekadnya yang kuat. 'Aku bisa fokus pada sesuatu hingga mencapai titik dimana itu menjadi sebuah obsesi. Dimasa-masa awal, aku bekerja selama tujuh hari seminggu, 12 jam per hari. Aku tidak melakukan hal lain selain bekerja, makan, dan tidur.'
Dia menganggap bahwa rahasia dari memilih ide yang akan jadi pemenang adalah pemilihan waktu yang tepat. Dia mengatakan: 'Ide tersebut haruslah sesuatu yang kecil dan punya target pasar yang sangat spesifik tapi punya potensi untuk menjadi besar. Carilah sesuatu sebagai permulaan dimana belum banyak orang yang melakukannya. Sebuah contoh yang bagus adalah video yang banyak diminati di internet. Orang-orang selalu membicarakannya, namun masih jarang orang yang menonton video melalui internet. Pemilihan waktu adalah hal yang sangat penting. Akan jauh lebih sulit untuk masuk ke dalam pasar yang sudah matang.'
Anda juga akan memerlukan keberuntungan. Dia mengatakan: 'Meski dulu, di tahun 1995, Aku dan Daniel bisa melihat potensi internet, tapi saat itu kami tidak tahu bagaimana perkembangannya 10 tahun yang akan datang. Dan aku rasa orang lain juga tidak ada yang tahu. Kami sangat beruntung karena telah memilih ide yang bisa berkembang begitu cepat, karena meski ada banyak pemain yang lebih besar dibanding kami, namun internet berkembang begitu cepat sehingga ada cukup pasar untuk semua orang. Dimana jika saat ini seseorang punya ide untuk memulai sebuah internet service provider, maka dia tidak akan punya peluang kecuali punya modal yang sangat besar.'
Tang mengatakan bahwa adiknya tidak menyesal karena tidak mau menjadi bagian dari perusahaannya. Tang mengatakan: 'Dia sama sekali tidak tertarik dengan bisnis.' Akan tetapi, Tang sangat teliti untuk memastikan bahwa Daniel akan mendapatkan keuntungan dari kesuksesan bisnisnya sehingga selama beberapa tahun Zen Internet telah menyumbangkan dana untuk penelitian Daniel di bidang artificial intelligence. Tang juga telah menawarkan untuk membayar beberapa orang peneliti agar membantu mempercepat proses penelitian adiknya. Daniel juga terkadang bekerja untuk perusahaan Tang sebagai selingan dari intensitas penelitiannya yang melelahkan.
Bagi Tang, dia sangat bangga atas prestasinya. 'Aku merasa sangat bangga. Sangat menyenangkan rasanya bisa membangun perusahaan sebesar ini dan menciptakan lingkungan dimana orang-orang bisa bekerja pada perusahaan yang disukainya. Aku tidak tertarik untuk menjual bisnis ini karena aku tidak berminat untuk mempunyai tabungan yang sangat besar. Aku mendirikan perusahaan ini dari nol dan aku ingin melihat sebesar apa dia bisa berkembang.
Sumber : pengusahasukses.com

Sukses Sagoo Kitchen


Ketika ditanya salah satu hal yang membuat anda terkenang dengan masa kecil, mungkin aneka jajanan dan mainan akan menjadi jawabannya. Berbagai jajanan anak tempo dulu seperti permen telur cicak, permen Davos, coklat ayam jago hingga permen Yosan tentu menjadi “teman” anda dalam melewati masa kecil terutama di tahun 1990-an.
Berbagai jajanan itu kini seolah menghilang dan tak lagi banyak kita temui di warung-warung yang ada di sekitar kita. Namun, kini anda dapat kembali bernostalgia dengan menikmati aneka jajanan tempo dulu di Sagoo Kitchen. Mengusung konsep “Tempo Dulu”, Sagoo Kitchen ini hadir dengan berbagai menu makanan serta berbagai jajanan khas tempo dulu.
“Konsep dari Sagoo Kitchen ini memang tempo dulu. Kita menyediakan berbagai jajanan khas jaman dulu dan juga berbagai mainan jaman dulu,” ujar Yana Rodiyana, Supervisor Sagoo Kitchen PVJ. Konsep Tempo sendiri juga terlihat dari desain interior yang ada di Sagoo Kitchen ini. Meja dan kursi yang digunakan meja kursi kayu yang terasa seperti di rumah. Tak hanya itu, beberapa perkakas rumah tangga jaman dulu yang terbuat dari seng juga turut meramaikan interior Sagoo Kitchen ini.
Tak hanya menyediakan aneka jajanan, Sagoo Kitchen juga menyediakan berbagai menu masakan khas Indonesia, terutama yang berasal dari Jawa. Bagi para pengunjung yang bosan dengan menu nusantara, dapat pula mencoba menu western yang ditawarkan di Sagoo Kitchen seperti bistik.
“Kebanyakan makanan yang kita sajikan memang dari Jawa. Tapi ada juga beberapa menu dari Barat. Dan yang menjadi unggulan dari Sagoo Kitchen adalah Bakmi Jawa,” jelas Yana. Harga makanan ini terbilang terjangkau. Tak perlu merogoh kantong dalam-dalam untuk menikmati aneka makanan dengan suasana baheula ini. Aneka menu makanan di Sagoo ditawarkan mulai Rp 15.000 hingga tak lebih dari Rp 50.000.
Yana menuturkan, berbagai jajanan yang ditawarkan ini didapatkannya dari beberapa produsen makanan tempo dulu dari berbagai daerah di Jawa. Dirinya menuturkan cukup kesulitan dalam mencari jajanan ini karena tidak ada supplier khusus yang memasok jajanan ke Sagoo Kitchen.
Sama halnya dengan jajanan, berbagai mainan tempo dulu juga didapatkan dari berbagai daerah di Jawa. Mainan-mainan yang ditawarkan ini kebanyakan terbuat dari seng seperti wajan, rantang hingga kincir angin.
Tak hanya itu, berbagai perkakas dapur yang terbuat dari seng dan kental dengan nuansa tempo dulu seperti piring dan ceret, juga bisa anda dapatkan. Harga yang ditawarkan untuk perkakas ini sebesar Rp 25.000 per pasang atau dua piring.
Sedangkan jajanan tempo dulu ini bisa anda dapatkan dengan harga Rp 10.000 per tiga bungkus jajanan. Untuk mainan tempo dulu, harga yang ditawarkan mulai Rp 10.000 hingga Rp 40.000.
Sumber : jpmi.or.id

Kegigihan Mendatangkan Sukses Eka Tjipta Widjaja


Sarjana atau lulusan universitas? Jangan keburu bangga. Sebab, ijasah tinggi bukan jaminan kesuksesan seseorang. Sebaliknya, meski ijasah rendah belum tentu pula jadi kere.
Mau bukti? Eka Tjipta Widjaja, pendiri Sinar Mas Grup, masuk 3 besar orang terkaya Indonesia versi majalah Globe Asia 2008. Kabarnya, total kekayaannya ± USD $6 miliar atau sekitar Rp54 triliun. Tapi siapa sangka, dia hanya lulusan SD.
Nama asli Eka Tjipta Widjaya adalah Oei Ek Tjhong. Dia lahir 3 Oktober 1923. Saat kecil, keluarganya hidup dalam kemiskinan. Bersama ibunya, ia pindah ke Makassar pada tahun 1932, ketika usianya 9 tahun.
Tiba di Makassar, Eka kecil – masih dengan nama Oei Ek Tjhong – segera membantu ayahnya yang sudah lebih dulu tiba dan mempunyai toko kecil. Tujuannya jelas, segera mendapatkan 150 dollar, guna dibayarkan kepada rentenir. Dua tahun kemudian, utang terbayar, toko ayahnya maju. Eka pun minta Sekolah. Tapi Eka menolak duduk di kelas satu.
Tamat SD, ia tak bisa melanjutkan sekolahnya karena masalah ekonomi. Ia pun mulai jualan. Ia keliling kota Makassar, menjajakan biskuit dan kembang gula. Hanya dua bulan, ia sudah mengail laba Rp. 20, jumlah yang besar masa itu. Harga beras ketika itu masih 3-4 sen per kilogram. Melihat usahanya berkembang, Eka membeli becak untuk memuat barangnya.
Namun ketika usahanya tumbuh subur, datang Jepang menyerbu Indonesia, termasuk ke Makassar, sehingga usahanya hancur total. Ia menganggur total, tak ada barang impor/ekspor yang bisa dijual. Total laba Rp. 2000 yang ia kumpulkan susah payah selama beberapa tahun, habis dibelanjakan untuk kebutuhan sehari-hari.
Di tengah harapan yang nyaris putus, Eka mengayuh sepeda bututnya dan keliling Makassar. Sampailah ia ke Paotere (pinggiran Makassar, kini salah satu pangkalan perahu terbesar di luar Jawa). Di situ ia melihat betapa ratusan tentara Jepang sedang mengawasi ratusan tawanan pasukan Belanda.
Tapi bukan tentara Jepang dan Belanda itu yang menarik Eka, melainkan tumpukan terigu, semen, gula, yang masih dalam keadaan baik. Otak bisnis Eka segera berputar. Secepatnya ia kembali ke rumah dan mengadakan persiapan untuk membuka tenda di dekat lokasi itu. Ia merencanakan menjual makanan dan minuman kepada tentara Jepang yang ada di lapangan kerja itu.
Keesokan harinya, masih pukul empat subuh, Eka sudah di Paotere. Ia membawa serta kopi, gula, kaleng bekas minyak tanah yang diisi air, oven kecil berisi arang untuk membuat air panas, cangkir, sendok dan sebagainya. Semula alat itu ia pinjam dari ibunya. Enam ekor ayam ayahnya ikut ia pinjam. Ayam itu dipotong dan dibikin ayam putih gosok garam. Dia juga pinjam satu botol wiskey, satu botol brandy dan satu botol anggur dari teman-temannya.
Jam tujuh pagi ia sudah siap jualan. Benar saja, pukul tujuh, 30 orang Jepang dan tawanan Belanda mulai datang bekerja. Tapi sampai pukul sembilan pagi, tidak ada pengunjung. Eka memutuskan mendekati bos pasukan Jepang. Eka mentraktir si Jepang makan minum di tenda.
Setelah mencicipi seperempat ayam komplit dengan kecap cuka dan bawang putih, minum dua teguk whisky gratis, si Jepang bilang joto. Setelah itu, semua anak buahnya dan tawanan diperbolehkan makan minum di tenda Eka. Tentu saja ia minta izin mengangkat semua barang yang sudah dibuang.
Segera Eka mengerahkan anak-anak sekampung mengangkat barang-barang itu dan membayar mereka 5 – 10 sen. Semua barang diangkat ke rumah dengan becak. Rumah berikut halaman Eka, dan setengah halaman tetangga penuh terisi segala macam barang.
Ia pun bekerja keras memilih apa yang dapat dipakai dan dijual. Terigu misalnya, yang masih baik dipisahkan. Yang sudah keras ditumbuk kembali dan dirawat sampai dapat dipakai lagi. Ia pun belajar bagaimana menjahit karung.
Karena waktu itu keadaan perang, maka suplai bahan bangunan dan barang keperluan sangat kurang. Itu sebabnya semen, terigu, arak Cina dan barang lainnya yang ia peroleh dari puing-puing itu menjadi sangat berharga. Ia mulai menjual terigu.
Semula hanya Rp. 50 per karung, lalu ia menaikkan menjadi Rp. 60, dan akhirnya Rp. 150. Untuk semen, ia mulai jual Rp. 20 per karung, kemudian Rp. 40.
Kala itu ada kontraktor hendak membeli semennya, untuk membuat kuburan orang kaya. Tentu Eka menolak, sebab menurut dia ngapain jual semen ke kontraktor? Maka Eka pun kemudian menjadi kontraktor pembuat kuburan orang kaya.
Ia bayar tukang Rp. 15 per hari ditambah 20 persen saham kosong untuk mengadakan kontrak pembuatan enam kuburan mewah. Ia mulai dengan Rp. 3.500 per kuburan, dan yang terakhir membayar Rp. 6.000. Setelah semen dan besi beton habis, ia berhenti sebagai kontraktor kuburan.
Demikianlah Eka, berhenti sebagai kontraktor kuburan, ia berdagang kopra, dan berlayar berhari-hari ke Selayar (Selatan Sulsel) dan ke sentra-sentra kopra lainnya untuk memperoleh kopra murah.
Eka mereguk laba besar, tetapi mendadak ia nyaris bangkrut karena Jepang mengeluarkan peraturan bahwa jual beli minyak kelapa dikuasai Mitsubishi yang memberi Rp. 1,80 per kaleng. Padahal di pasaran harga per kaleng Rp. 6. Eka rugi besar.
Ia mencari peluang lain. Berdagang gula, lalu teng-teng (makanan khas Makassar dari gula merah dan kacang tanah), wijen, kembang gula. Tapi ketika mulai berkibar, harga gula jatuh, ia rugi besar, modalnya habis lagi, bahkan berutang. Eka harus menjual mobil jip, dua sedan serta menjual perhiasan keluarga termasuk cincin kawin untuk menutup utang dagang.
Tapi Eka berusaha lagi. Dari usaha leveransir dan aneka kebutuhan lainnya. Usahanya juga masih jatuh bangun. Misalnya, ketika sudah berkibar tahun 1950-an, ada Permesta, dan barang dagangannya, terutama kopra habis dijarah oknum-oknum Permesta. Modal dia habis lagi. Namun Eka bangkit lagi, dan berdagang lagi.
Usahanya baru benar-benar melesat dan tak jatuh-jatuh setelah Orde Baru, era yang menurut Eka, “memberi kesejukkan era usaha”. Pria bertangan dingin ini mampu membenahi aneka usaha yang tadinya “tak ada apa-apanya” menjadi “ada apa-apanya”. Tjiwi Kimia, yang dibangun 1976, dan berproduksi 10.000 ton kertas (1978) dipacu menjadi 600.000 ton sekarang ini.
Tahun 1980-1981 ia membeli perkebunan kelapa sawit seluas 10 ribu hektar di Riau, mesin serta pabrik berkapasitas 60 ribu ton. Perkebunan dan pabrik teh seluas 1.000 hektar berkapasitas 20 ribu ton dibelinya pula.
Tahun 1982, ia membeli Bank Internasional Indonesia. Awalnya BII hanya dua cabang dengan aset Rp. 13 milyar. Setelah dipegang dua belas tahun, BII kini memiliki 40 cabang dan cabang pembantu, dengan aset Rp. 9,2 trilyun. PT Indah Kiat juga dibeli. Produksi awal (1984) hanya 50.000 ton per tahun.
Sepuluh tahun kemudian produksi Indah Kiat menjadi 700.000 ton pulp per tahun, dan 650.000 ton kertas per tahun. Tak sampai di bisnis perbankan, kertas, minyak, Eka juga merancah bisnis real estate. Ia bangun ITC Mangga Dua, ruko, apartemen lengkap dengan pusat perdagangan. Di Roxy ia bangun apartemen Green View, di Kuningan ada Ambassador.
“Saya Sungguh menyadari, saya bisa seperti sekarang karena Tuhan Maha Baik. Saya sangat percaya Tuhan, dan selalu ingin menjadi hamba Nya yang baik,” katanya mengomentari semua suksesnya kini. “Kecuali itu, hematlah,” tambahnya.
Ia menyarankan, kalau hendak menjadi pengusaha besar, belajarlah mengendalikan uang. Jangan laba hanya Rp. 100, belanjanya Rp. 90. Dan kalau untung Cuma Rp. 200, jangan coba-coba belanja Rp. 210,” Waahhh, itu cilaka betul,” katanya.
Sumber : beritaunik.net

Sukses Dengan Camilan Tempo Dulu


Bernostalgia mengenang masa lalu ternyata tidak hanya menghadirkan cerita-cerita lucu, namun juga berhasil mengantarkan ketiga sahabat karib Yeany Dahlan, Eby Karsono dan Satyorini mendapati puncak suksesnya.
Berawal dari obrolan seru di sebuah tempat makan di kawasan Kemang, ketiga sahabat tersebut mendapatkan sebuah ide segar untuk mengangkat kembali aneka camilan dan mainan tempo dulu sebagai peluang bisnis sampingan di sela-sela kesibukan kerjanya. Maklum saja, pada saat itu Yeany, Eby, dan Satyo masih tercatat sebagai salah satu karyawan di sebuah perusahaan periklanan.
Setelah sepakat menjalankan usaha sampingan berkonsep nostalgia di masa kecil, ketiga wanita cantik ini mulai berburu aneka camilan dan mainan tempo dulu ke pasar-pasar tradisional. Setiap akhir pekan bahkan mereka tidak sungkan-sungkan menghabiskan waktu liburnya untuk terjun langsung ke berbagai pelosok daerah guna mengumpulkan barang dagangan yang akan mereka pasarkan. Sedikit demi sedikit aneka camilan dan mainan pun mulai dikumpulkan dari berbagai daerah, seperti Jatinegara, Bogor, Cileungsi, Bandung, hingga Yogyakarta.
Dengan modal usaha sebesar Rp 60 juta dari hasil patungan ketiga sahabat karib ini, pada bulan Mei 2003 dibukalah sebuah kios kecil yang menyuguhkan nostalgia camilan dan mainan tempo dulu dengan nama “Cemal Cemil”. Di dukung dengan display ruangan yang serba zaman dulu dengan perabot tradisional seperti tampah, tenggok, dan kaleng kerupuk, Yeany, Eby dan Satyo menghadirkan kurang lebih 30 jenis makanan tempo dulu dan puluhan jenis mainan anak-anak di masa lalu. Sebut saja seperti permen cecak, permen rokok, cokelat payung, cokelat jago, camilan kuping gajah, kue safari, anak emas, serta aneka macam mainan tradisional seperti congklak, yoyo, bola bekel, gasingan, kitiran kertas, ular tangga dan lain sebagainya.
Kehadiran kios Cemal Cemil ternyata berhasil diterima pasar dan mendapatkan antusias yang cukup besar dari para konsumen yang rata-rata berasal dari kalangan remaja hingga orang tua. Biasanya mereka sengaja mampir ke kios Cemal Cemil untuk mencari makanan dan mainan tradisional yang memang sudah langka keberadaannya di kota-kota besar sembari mengenang kembali cerita indah mereka di waktu kecil. Bahkan tidak hanya melayani pembelian eceran saja, kios Cemal Cemil juga melayani pesanan camilan dan mainan dalam jumlah yang cukup besar. Biasanya pesanan tersebut untuk acara-acara spesial, seperti misalnya untuk acara ulang tahun, parcel lebaran, maupun souvenir pernikahan.
Melihat minat konsumen yang begitu besar, tidaklah heran bila omset puluhan juta rupiah kini bisa terkumpul setiap bulannya. Berkat kecintaannya terhadap kenangan indah di masa lalu, kini tiga sekawan Yeany, Eby, dan Satyo bisa meraih sukses dengan berbisnis camilan tempo dulu. Semoga kisah sukses pengusaha di bidang kuliner ini bisa memberikan manfaat bagi para pembaca dan menginspirasi para pemula untuk segera memulai usaha. Mulailah dari yang kecil, mulai dari yang mudah, mulai dari sekarang.
Sumber : bisnisukm.com

Pisang Ijo Raih Omzet Jutaan


Kini selera makan masyarakat Indonesia makin beragam. Tidak melulu makanan londo cepat saji yang sekarang kian merebak, penikmat kuliner juga mulai melirik makanan tradisional Nusantara. Salah satunya adalah pisang ijo asal Makassar, Sulawesi Selatan.
Menu makanan dengan bahan dasar pisang berbalut tepung berwarna hijau ini sukses dipasarkan Riezka Rahmatiana. Perempuan muda berusia 24 tahun ini sanggup meraup omzet mencapai Rp 850 juta dari hasil jualan pisang ijo dengan merek dagang JustMine.
Padahal, saat memulai usaha pada 2007, dia hanya merogoh koceknya Rp 2 juta. Modal tersebut kemudian habis dibelanjakannya untuk membuat etalase kecil serta bahan-bahan pembuat pisang ijo.
“Waktu buka usaha ini modalnya kecil. Hanya Rp 2 juta,” ujarnya saat ditemui di sela-sela Expo Wirausaha Mandiri di Jakarta Convention Center, Jakarta, Sabtu (23/1/2010).
Riezka berkisah, kesuksesan diraihnya dengan penuh kerja keras. Awalnya, dia pernah menjadi anggota multilevel marketing (MLM). Karena tidak membuahkan hasil, Riezka beralih menjajal bisnis voucer pulsa yang akhirnya kandas juga.
Tak patah arang, Riezka akhirnya banting setir dan mulai menggeluti usaha di bidang kuliner. Saat itu, dia merintis sebuah kafe di Bandung. Namun, lagi-lagi usahanya gagal.
Akhirnya, pada tahun 2007 Riezka mulai melirik pisang dan berpikir untuk mengemasnya menjadi panganan yang digemari orang. “Saat itu saya hanya berpikir, pisang itu kalau laku dijual enaknya dibikin apa. Akhirnya saya memutuskan untuk memasarkan pisang ijo,” katanya.
Yang unik, Riezka yang asal Mataram, Nusa Tenggara Barat, ini mengaku belum pernah sekali pun menyambangi Makassar. Kunci keberhasilan mahasiswi Fakultas Ilmu Komunikai Universitas Padjadjaran ini sebenarnya terletak pada kreativitasnya mengembangkan makanan pisang ijo dalam berbagai aneka rasa. Dari pisang ijo tradisional dikembangkan dengan campuran vla yang ditambahkan dengan berbagai rasa, vanila, cokelat, keju, hingga durian.
Bandingkan dengan pisang ijo makassar yang hanya berbungkus terigu berwarna hijau pandan plus lamuran vla ditambah sirup sebagai pemanis. Ada juga yang dilumuri bubur sumsum dan es batu.
Harga pisang ijo JustMine dipasarkan Rp 6.000 hingga Rp 7.000 per porsi. Semangkuk pisang ijo ini menjadi makanan yang digemari banyak orang. Buktinya, saat Expo Wirausaha Mandiri hari ini, ratusan pengunjung tidak henti-hentinya menyerbu stan pisang ijo ini. Bahkan, dalam hitungan jam, stok pisang ijo milik Riezka ludes.
“Ini makanya telepon lagi minta dikirim ke sini. Pengunjungnya sudah antre dari pagi,” ujarnya.
Untuk mengembangkan usahanya itu, Riezka membuka peluang untuk berinvestasi bagi siapa saja yang berminat dengan sistem waralaba pisang ijo. Hingga kini, ada 20 gerai pewaralaba pisang ijo yang tersebar di Bandung, Jakarta, dan Bekasi. Di samping itu, Riezka juga punya tiga outlet di Bandung.
Untuk menjamin keuntungan bersama dengan para mitra, proses seleksi mitra waralaba pisang ijo cukup cermat. Riezka menjelaskan, untuk menjadi mitra pisang ijo JustMine, cukup dengan investasi mulai dari Rp 6,5 juta.
Nantinya, para mitra akan mendapatkan satu booth, paket perlengkapan booth lengkap, paket promosi, jaminan kualitas produk, biaya delivery, trainning karyawan, dan hak pakai booth.

Sumber : binder724studio.com

Berawal dari Kesulitan Mencari Baju Memberikan Inspirasi Bisnis Baju


Berawal dari kesulitannya ketika mencarikan baju bagi buah hatinya, ternyata memberikan peluang bisnis baru bagi Deddy Satriawan dengan membuka usaha baju anak.”
Berawal dari kesulitan yang sering Ia hadapi ketika mencarikan baju berkualitas bagi buah hati tercinta, ternyata memberikan berkah tersendiri bagi Deddy Satriawan yang saat itu berinisiatif membuatkan baju sendiri bagi putra pertamanya yang lahir pada tahun 2008 silam.
Melihat model baju anak di pasaran yang cenderung standar dan memiliki harga jual yang cukup mahal, Deddy terdorong untuk berkreasi dan berinovasi menciptakan baju anak kecil yang lucu, unik, kreatif, dan dilengkapi dengan sablonan kata-kata yang inspiratif. Dari sinilah kisah pengusaha sukses yang baru menginjak usia 32 tahun ini berhasil mengembangkan usahanya dan membuka sejumlah gerai baju anak di mall-mall besar di seputaran Kota Jakarta.
Sebelum sukses mengembangkan bisnis baju anak, Deddy bersama rekannya sempat mencoba peruntungan dengan membuka usaha baju dewasa di daerah Kemang, Jakarta Selatan. Saat itu Ia mengangkat Traffic dan You, serta Me and My Shirt sebagai brand produk yang mereka usung ke pasaran. Namun sayang, brand tersebut kurang mengena di hati para konsumen dan hanya bisa bertahan selama 1,5 tahun di tengah ketatnya persaingan bisnis fashion.

Awal Kebangkitan Memulai Bisnis Baru

Setelah mendapati kegagalan dalam merintis usaha baju dewasa, pengusaha muda ini tidak kapok untuk membangun kembali kejayaannya dengan merintis bisnis baju anak di bawah bendera Just For Kidssebagai brand produknya. Di akhir tahun 2009, Deddy mulai mengembangkan bisnisnya dengan serius dan untuk pertama kalinya membuka gerai Just For Kids di ITC Kuningan.

Melihat respon pasar yang cukup bagus, Deddy pun semakin semangat untuk berekspansi dan menambah lagi gerai bisnisnya. Bahkan dalam setahun, gerai baju Just For Kids tumbuh makin subur dan menempati beberapa mall ternama di Ibukota Jakarta. Sebut saja seperti gerai di Supermall Karawaci yang resmi dibuka setelah gerai ITC mulai berkembang, gerai Just For Kids di Pondok Indah Mall (PIM) yang gerainya resmi dibuka pada bulan Februari tahun lalu, di Mall Metropolitan Bekasi yang dibuka 5 bulan berikutnya, ada juga gerai Just For Kids yang dibuka di Mall of Indonesia (MoI) Kelapa Gading pada pertengahan tahun 2011, serta menjalin kerjasama dengan Metro Department Store untuk mengoptimalkan promosi bisnisnya.
Meskipun kesuksesan telah berhasil diraih Deddy Satriawan, namun lika-liku perjalanan bisnis tidak bisa terlepas dari perjuangannya. Setelah dua tahun berjalan, gerai bajunya yang di ITC Kuningan ternyata menunjukan perkembangan yang kurang bagus. Setiap bulannya gerai Just For Kids di ITC hanya bisa mendatangkan omset sekitar Rp 30 juta rupiah, sangat jauh berbeda dengan gerainya yang ada di Pondok Indah Mall (PIM) yang setiap bulannya bisa mendatangkan omset rata-rata hingga Rp 150 juta rupiah. Tidak heran bila Deddy pun terpaksa menutupnya dan berencana memindahkannya ke mall lain yang memiliki segmen pasar menengah ke atas.
Sesuai dengan slogan bisnisnya yakni “Where kids meet Hollywood”, Deddy berusaha mengubah penampilan anak-anak di sekitarnya menjadi lebih keren dan modern. Hal ini dibuktikan Deddy melalui kreativitasnya dalam menciptakan produk unggulan. Tidak hanya kaos sablon saja yang sekarang ini Ia tawarkan, belakangan Deddy juga mulai membuat sepatu anak, celana jeans anak, blazer, serta topi yang sengaja Ia buat untuk mempercantik penampilan putra-putri di Indonesia.
Sumber : tchibrid.wordpress.com

Sukses CFO


Kinerja para CFO mempunyai kontribusi besar bagi perjalanan sebuah perusahaan. Semakin baik performanya, makin besar juga sumbangan yang mereka berikan. Tidak heran jika CFO terbaik selalu mendapatkan penghargaan. 

Akhir Juli lalu Wall Street Journal (WSJ) mengumumkan beberapa CFO terbaik. Surat kabar ternama di Amerika Serikat ini berusaha mengidentifikasi CFO yang menjalankan performa terbaik dalam operasi keuangan dan mengambil peran utama dalam menetapkan strategi di perusahaan mereka. 

Dalam menentukan daftar CEO terbaik ini, WSJ menggunakan ukuran kuantitatif dan kualitatif, termasuk peran CFO di setiap perusahaan dan bagaimana rekan-rekan dan pesaing mereka menganggap peran CFO.

Menurut WSJ, kompensasi CFO pada tahun ini naik sekitar 2,1% dibanding tahun lalu menjadi USD3,3 juta. Kompensasi rata-rata 25 CFO terbaik sekitar USD4 juta. Menurut WSJ, peringkat pertama CFO terbaik adalah Mark Loughridge dari IBM. Perusahaan ini telah mengakuisisi sejumlah perusahaan dan lebih 100 transaksi dilakukan dalam dekade terakhir. Loughridge, 58, berperan penting dalam merancang sejumlah akuisisi tersebut sejak menjadi CFO pada 2004. 

Menurut Peter McLean, Chairman of the Global Financial Officer Practice, apa yang dilakukan Loughridge mendefinisikan contoh CFO modern. Karena dia melakukan kombinasi antara kebijakan keuangan dengan beberapa strategi. 

Tidak dapat dimungkiri, salah satu keberhasilan IBM adalah strategi akuisisi. Mereka melakukan dengan target yang sangat spesifik untuk metrik seperti pertambahan dan tingkat pengembalian internal. 

“Mereka menjadi model untuk bagaimana mengakuisisi perusahaan dengan cara yang berkelanjutan, dan Loughridge telah berada di ‘pusat gempa’ itu,” kata Toni Sacconaghi Jr, seorang analis perangkat keras di Sanford C Bernstein & Co Secara khusus, Loughridge dipuji karena perannya dalam membantu orang luar memahami IBM mengikuti divestasi bisnis PC pada 2005.

Padahal menurut Ben Reitzes, analis saham dari Barclays Capital, saat itu investor tidak yakin apakah IBM bisa terus meningkatkan pendapatan. Namun, Loughridge mampu mengambil keputusan sulit dan meyakinkan para investor. 

Loughridge membantu menyederhanakan roadmap IBM yang pertama kali dibuat pada 2007.Dia menata rencana IBM sampai 2010 untuk bagaimana pertumbuhan keuntungan dan laba per saham dan bagaimana berinvestasi kas. IBM saat ini sudah menjalankan roadmap kedua, yang akan membawanya sampai tahun 2015. 

“Kami tidak mendapatkan komentar lagi bahwa IBM terlalu kompleks atau saya tidak mengerti IBM,” tulis Loughridge dalam emailnya sebagaimana dilansir WSJ. 

Menurut Loughridge, setiap investor mungkin tidak setuju dengan segala sesuatu yang dilakukan IBM. Tetapi menurutnya, itu bisa menjadi bahan diskusi yang baik. Tahun lalu Loughridge menerima kompensasi senilai USD8 juta.

Besarnya kompensasi ini wajar mengingat IBM mampu membukukan pendapatan sebesar USD100 miliar tahun lalu. Loughridge juga dinilai rendah hati dan mau mendengarkan banyak hal. Di peringkat kedua ada nama Carol Tome, dari Home Depot Inc, sebuah perusahaan yang memproduksi berbagai macam barang kebutuhan rumah tangga. Tome, 55, dikenal pandai menahan diri. 

Home Depot Inc memperlambat kecepatan pengecer untuk buka toko baru di AS. Alasannya, daripada menghabiskan uang untuk toko baru, lebih baik investasi sekitar USD1 miliar per tahun dari arus kas ke dalam teknologi dan pelatihan karyawan untuk meningkatkan produktivitas di lokasi yang ada. Tome mengawasi dana sebesar USD33,6 miliar pada buyback saham selama periode 2002 hingga 2011.

Pada 2010 dia membantu memulai suatu kebijakan dividen agresif, setidaknya 50% dari penghasilan tahunan. “Tome berkomitmen untuk tidak tumbuh berlebihan pada basis toko dan dia rajin mengembalikan keuntungan kas kepada pemegang saham melalui buyback dan dividen,” kata Laura Champine, analis Canaccord Genuity Securities. 

Tahun lalu Tome mendapatkan kompensasi sebesar USD5,6 juta. Atas kinerjanya, untuk pertama kalinya saham Home Depot melampaui angka USD50 pada tahun 2012.Tome mengawali kariernya di Johns Mansville. Saat itu dia membantu perusahaan tersebut dari kebangkrutan saat terjadi resesi.

“Saya tidak kehilangan tidur karena saya telah melalui kesulitan sebelumnya, dan saya tahu kami akan baikbaik saja,” kata wanita yang pernah masuk dalam daftar wanita paling berpengaruh versi Forbes tersebut. 

CFO ketiga terbaik versi WSJ adalah Karen Hoguet, dari Macy’s, jaringan toko mode di AS. Hoguet mampu berkontribusi dalam memberikan kekuatan untuk menghindari kelesuan bisnis akibat maraknya e-commerce dan pesaing mode khusus.

Selama 15 tahun kariernya sebagai CFO, wanita berusia 55 ini telah melakukan beberapa akuisisi, termasuk kesepakatan sebesar USD17 miliar untuk May Department Store Co pada 2005.

Dia juga melakukan serangkaian divestasi dan pembayaran lebih dari USD3 miliar utang. Baru-baru ini dia banyak terlibat dalam memperbarui struktur perusahaan, termasuk merek-merek seperti Marshall Field & Co yang berada di bawah Macy. Tahun lalu Hoguet mendapatkan bayaran senilai USD4,3 juta.

Sumber : sindonews.com

Rabu, 28 November 2012

Batu Permata Omset Jutaan Per-Hari


Siapa sangka usaha batu permata yang berawal dari iseng-iseng ini bisa menghasilkan omzet penjualan Rp3 juta per hari. Tapi begitulah yang lakoni M yusuf yang mempunyai usaha batu permata bernama Yusuf Gemstone yang berdomisili di Pasuruan, Jawa Timur.

Yusuf menjelaskan dalam usaha batu permata yang dikelolanya sejak tahun 1997 ini dimulai dari keisengan, alias coba-coba meneruskan usaha orang tua. Orang tua Yusuf sendiri sudah lama bergelut di bisnis batu permata ini.

"Iseng-iseng saja, awalnya saya tidak berminat. Selanjutnya tanpa saya larut dalam usaha ini saja," ungkap Yusuf kepada okezone di acara festival UKM di Smesco, Jakarta akhir pekan lalu.

Meneruskan keisengannya, lama- lama Yusuf mulai tertarik karena untung yang dia peroleh juga lumayan banyak. Sekarang ini, omzet usaha batu permata Yusuf mencapai Rp3 juta per hari.

"Kesehariannya kadang tidak dapat, kadang dapat sejuta rupiah. Maksimal sehari Rp3 juta. Belum pernah saya mas dapat Rp5 juta. Kadang faktor kapasitas barang yang saya miliki juga," tambahnya.

Walaupun usahanya ini dinilai main-main namun menghasilkan, tapi dia mengaku selama menjalani usaha ini dia tidak pernah mengalami kerugian atau kesusahaan dalam usahanya. Namun ketika ditanya tips dan triknya, pemuda berjenggot ini hanya tersenyum. "Ga pernah jatuh, ga pernah rugi. Lancar terus usahanya," imbuhnya.

Untuk mendapatkan bahan batu permatanya sendiri dia mengaku mendapatkannya dari luar negeri. Karena, menurut dia tambang batu permata ini di Indonesia agak susah. Namun hasilnya nanti juga sebagian dijual ke luar negeri. "Memang sebagian batu dapatnya di luar negeri, nanti dari sini dijual ke luar negeri," tambahnya.

Dia menjelaskan untuk tambang batu permata ini sendiri yang paling bagus adalah tambang di Myanmar, Srilanka. Walau demikian untuk belanja batu permata miliknya dia mengaku membelinya dari Thailand dengan memesan pada seorang teman sehingga harganya pun menjadi murah. "Belanjanya di Thailand, teman saya punya istri di sana, jadi harganya bisa miring," ungkap dia.

Untuk harga sendiri, dia mengaku juga bermacam macam tergantung jenis dari batu permata itu sendiri. Ada yang kualitas bagus yang langka, dan ada juga batu permata yang biasa. "Harganya Rp50 ribu sampai Rp3 juta," jelasnya.

Untuk persaingan penjualan batu permata ini sendiri, Yusuf menjelaskan untuk sekarang ini agak masih sedikit persaingan. Tapi kata Yusuf yang berasal dari Pasuruan ini mengaku senang jika semakin banyak persaingan.

"Persaingannya yah begitu, justru saya semakin banyak persaingan saya senang, ada komunitas, konsumen bisa milih. Tapi mungkin repotnya di harga ya," jelasnya.

Terakhir Yusuf menjelaskan sedikit cara kerja dia membuat batu permata ini. Pertama-tama batu permata ini dipoles, dibuat rangka, lalu dibuat perhiasan. Yusuf mengaku melakukan semua ini sendiri saja. "Dipoles ulang, dibuat rangka, dibuat perhiasan. Perhiasan bisa dari bahan baku emas, perak, stainless, tergantung segmen pasar kita," tutupnya.  

Sumber : economy.okezone.com