Saya ini gagal kuliah dulu karena orang tua saya miskin. Karena saya tahu
orang tua saya tidak akan mampu membiayai kuliah, saya justru nekat
menyelewengkan uang kuliah dan uang indekos yang diberikan ibu saya," kata
dia.Bapak tiga anak ini menceritakan saat kuliah di FMIPA Unila tahun 1989, ia
sedih jika pulang kampung. Sebab, pasti akan menyusahkan orang tuanya, yakni
ibunya mencari utangan uang panas untuk membayar kuliah."Begitu dapat uang
kuliah dan uang indekos dari ibu yang hasil pinjaman, saya dapat ide nekat.
Akhirnya, saya cuti kuliah dan uang itu saya pakai untuk modal menanam semangka
di kampung. Alhamdulillah, ternyata semangkanya jadi dan dapat untung cukup
besar. Itulah yang membuat saya cuti kuliahnya kebablasan, hahaha...,"
Modal pengalaman menanam semangka pertama yang sukses itu mendorong ia tak
melirik bidang lain. Bangku kuliah ia “selesaikan” hanya dengan dua tahun.
Sejak itu, ia seperti bersumpah untuk memusuhi kemiskinan dan ingin membalas
budi orang tuanya yang telah ia “tipu”. "Saya merasa berutang kepada orang
tua. Untungnya, orang tua saya bangga ketika saya berhasil mandiri dengan
bertani semangka ini. Dan, walaupun terlambat, akhirnya saya jadi sarjana
juga," kata lulusan Stisipol Darma Wacana Metro itu.
Meskipun demikian, perjalanan bertani dan berdagang komoditas
hortikulturanya tidak semulus seperti yang dibayangkan. Ia sempat bangkrut
hingga menyisakan satu unit sepeda ontel sebagai harta terakhirnya. Itu terjadi
saat ia sudah menikahi Wasri dan diamanahi satu anak dan tinggal bersama
mertua.Namun, tampaknya jiwa berani Nursalim memang teruji. Sepeda satu-satunya
itu ia jual untuk modal menanam jagung. Modal terakhir itu pun jeblok sehingga
“lunas”-lah semua yang pernah ia miliki.Kebangkitan kembali Nursalim adalah
ketika ada teman kuliah yang memberi kepercayaan berbisnis semangka lagi. Dengan
ketekunan dan ketelatenan, usaha anak ketiga dari empat bersaudara pasangan
Muchlasin dan Waginem itu mulai tumbuh. Selain menanam semangka dengan cara
menyewa lahan sela musim tanaman padi, ia berhasil memupuk keuntungan.
Nursalim selalu ingin memperbaiki kualitas semangka yang ia tanam. Berbagai
teknologi terbaru ia buru sampai ke sumber-sumber yang semula tidak pernah ia
bayangkan. "Saya belajar teknologi tanam semangka nonbiji dengan sistem
pengairan menggunakan selang ini dari Malaysia. Juga mengamati perkembangan dan
pertumbuhan tanaman secara saksama dipadu dengan tata cara yang standar.
Artinya, saya belajar dari buku, guru ilmiah, dan juga dari pengalaman di
lapangan dan terjun langsung," kata dia.
Soal pasar, politisi PKS ini sudah mengenali sejak mulai berbisnis
semangka. Sambil menjual hasil panen dari lahan yang ia kelola, ia juga membeli
semangka petani lain, menimbang sendiri, memuatnya ke truk, mengawal ke
Jakarta, lalu menggelar lapak untuk dijual eceran. Jika sedang jeblok, kata
dia, jualan di Jakarta bisa sampai satu bulan. Itu pun rugi. "Pesan ibu
saya, jadi orang itu harus prigel. Prigel itu artinya bekerja rajin, tidakkenal lelah, dan kreatif. Katanya, orang prigel itu bisa mengalahkan orang
pinter, haha..."Kini, ia sudah melewati periode-periode berat dalam
berbisnis di bidang agro. Usaha hortikultura, terutama semangka, cukup untuk
membiayai hidup keluarga dan kegiatan lainnya di luar.
Setidaknya, setiap bulan ia panen atau tidak panen semangka seluas 30
hektare. "Saya katakan panen atau tidak panen, karena tidak setiap menanam
pasti sukses. Ya, namanya usaha, kadang berhasil kadang gagal. Tetapi catatan
saya, menanam semangka ini, misalnya tiga kali gagal, satu kali panen dengan
harga bagus, masih dapat untung," kata dia.Untuk mendukung usaha yang
sarat modal dan sarana, Nursalim mendirikan UD Salim Mandiri. Perusahaan dagang
ini bergerak dalam penyediaan alat dan sarana pertanian, terutama yang
berkaitan dengan kebutuhan tanaman semangka. Omzetnya? "Ya, adalah Rp5 M
setahun.” Kalau aset? "Kalau yang itu, rahasia, hehehe..," kata dia.
Dari usahanya ini, Nursalim kini bisa mengawasi lahan semangka yang
kebanyakan di wilayah Tulangbawang dengan tenang. Saat ke kantor DPRD, ia
tampil klimis dengan Honda CRV hitam yang dihela seorang sopir. Saat “ngantor”
ke ladang, ia tampil siap turun ke lumpur dengan Daihatsu Feroza-nya. Ia
mengaku bisnis agro ini masih berpeluang besar. Ia mengaku sudah menularkan
ilmu dan modalnya, juga memberdayakan sembilan kelompok tani semangka di
daerahnya. "Terakhir, saya bersama sembilan kelompok tani itu baru
menandatangani kontrak ekspor semangka ke Dubai, Uni Emirat Arab, dan ke
Singapura. Kontraknya, 25 ton atau satu kontainer setiap pekan. Insya Allah
dapat kami penuhi,"
Soal harga, pria murah senyum dengan cukuran cepak ini tak khawatir. Harga
pasaran di lahan saat ini, kata dia, sekitar Rp2.200 per kilogram. Produk
setiap hektare saat panen bagus mencapai 30 ton. Pedagang akan datang ke lahan
untuk dibawa ke pasar-pasar di Pulau Jawa, Palembang, Jambi, dan lokal Lampung.
"Kalau sudah ekspor nanti, insya Allah kami dapat harga yang lebih bagus
dan tidak fluktuatif karena sudah terikat kontrak," ujar Nursalim.
Sumber :
lampungpost.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar