Novie Indah Husniah tak pernah
menyangka kesehariannya berdekatan dengan limbah sisik ikan, yang mengotori
pinggiran laut dan kawasan perlelangan ikan di Sidoarjo, Jawa Timur, menjadi
awal keberhasilannya meraih penghargaan entrepreneur terbaik.
Perempuan muda (26) ini adalah satu
di antara 18 finalis Citi Micro-Entrepreneurship Award (CMA) 2010. Atas
dukungan Thowilah, pembinanya dari koperasi Al Mubarokah, Tanggulangin,
Sidoarjo, Novie berhasil mengembangkan usaha kerajinan bros sisik ikan sejak
2008. Tak hanya itu, motivasi dan pengetahuan yang didapatnya sejak bergabung
di koperasi pada 2009 lalu juga menguatkan semangat wirausahanya, hingga
akhirnya terpilih menjadi finalis CMA 2010 mewakili Sidoarjo.
“Dari enam jenis usaha yang saya
ajukan, hanya produk bros sisik ikan ini yang disurvei pihak penyelenggara dan
berhasil terpilih sebagai finalis,” kata Thowilah kepada Kompas Female, usai
penganugerahan CMA 2010 di Hotel Millenium Jakarta, beberapa waktu lalu.
Keunikan produk, inovasi bisnis
menyegarkan dari limbah ikan segar, motivasi membangun usaha, dan membuka
lapangan pekerjaan membawa Novie ke ajang penghargaan yang memasuki tahun
keenam ini. Novie tak pernah menduga, ia pun berhasil meraih gelar juara
pertama untuk kategori kerajinan CMA 2010. Atas prestasinya ini, Novie berhak
membawa pulang hadiah senilai Rp 11 juta.
“Rasanya masih tak percaya berhasil
menerima penghargaan dan hadiah ini. Tetapi menang bagi saya bukan untuk
berdiam diri, namun justru mendapatkan tanggung jawab. Hadiah ini juga bukan
untuk menyenangkan diri sendiri tetapi untuk mengembangkan usaha yang sudah
ada,” tutur Novie yang merasa “diberi” hadiah istimewa menjelang ulang tahunnya
yang ke-26, tepat pada 11 November, sehari setelah menerima penghargaan CMA
2010.
Bermodalkan kreativitas dan
dukungan moral, Limbah
sisik ikan berkelimpahan dan berserakan di kawasan perlelangan ikan, Desa Pepe,
Sedati, Sidoarjo. Artinya, bahan baku kerajinan bros yang dibuat Novie tak akan
habis dan sangat berpotensi diperbarui. Apalagi, kata Novie, sisik ikan yang
berpotensi dijadikan bros berasal dari ikan kakap yang selalu dibawa pulang
nelayan dari laut setiap hari. “Ikan kakap laut tak bergantung pada musim, jadi
setiap hari nelayan pasti menangkap ikan kakap,” papar Novie.
Bahan baku yang melimpah menjadi
berkah jika dilihat dengan cara kreatif seperti yang dilakukan Novie. Awalnya,
kisah Novie, ia menginjak hamparan limbah sisik ikan yang mengotori pinggir
pantai. Sisik ikan berukuran 3 cm ini berwarna putih, berlendir dan berbau
amnis. Sekilas mirip kelopak bunga, dalam pandangan Novie. Dari situlah ia
membawa pulang satu karung sisik ikan dan diubahnya menjadi benda cantik
bernilai ekonomi yang dikenakan perempuan sebagai penghias pakaian.
“Awalnya sempat meragu apakah ide
saya bisa berjalan atau tidak ke depannya. Apalagi produksi satu hari hanya
menghasilkan satu bros pada tahap awalnya. Lebih tidak percaya diri lagi karena
barang ini baru dan belum ada di pasaran. Khawatir nantinya susah mencari
pasar. Namun, saya tetap mencoba meski seringkali gagal membuat bros yang saya
inginkan,” tutur Novie.
Meski sempat merasa tak percaya
diri, Novie tak menyerah dan terus mencari solusi. Berkonsultasi dan memperkaya
diri dengan berbagai ilmu kerajinan melalui buku maupun internet adalah cara
yang dipilihnya. Sarjana Pendidikan dari Fakultas Teknik Jurusan Pendidikan
Tata Busana Universitas Negeri Surabaya ini juga berdiskusi dengan dosen
mengenai niatnya membangun usaha bros dari sisik ikan kakap. “Menjadi pengusaha pemula membutuhkan motivasi
dari orang lain. Dukungan dan dorongan dari dosen saya membuat saya lebih
bersemangat dan percaya diri mengenalkan produk bros sisik ikan ini,” aku
Novie.
Dalam satu tahun, bisnis kerajinan
bros sisik ikan milik Novie mengalami kemajuan baik dari produksi maupun
manajemen bisnis dan pengrajin. Usaha Novie yang menggunakan merek Vay Craft
berhasil memproduksi sekitar 40 bros setiap bulan dengan modal awal Rp 1,3
juta. Novie mempekerjakan lima karyawan tetap yang menyelesaikan produksi di rumah
masing-masing. “Karyawan lebih efektif jika bekerja di rumah daripada
dikumpulkan di satu tempat. Hasil produksi mereka lebih banyak jika bekerja
dari rumah,” kata Novie.
Satu tahun kemudian, setelah
bergabung di koperasi Al Mubarokah, Novie mampu meningkatkan produksi dua kali
lipat (80 bros per bulan) dengan bantuan tambahan modal Rp 1 juta. Kekhawatiran
Novie saat awal hendak memulai usaha, terkait pasar, juga terbantahkan. Vay
Craft mendapatkan langganan yang kebanyakan adalah perias pengantin. Produk
bros sisik ikan Novie juga berkembang menjadi hiasan rambut untuk sanggul
pengantin. Pelanggan lain yang berhasil digaet Novie adalah toko suvenir dan
kerajinan di Sidoarjo dan Surabaya. Dengan mematok harga jual Rp 25.000 –
Rp 35.000, Novie berhasil meraup omzet senilai Rp 5 juta. Keuntungan bersih
yang dinikmatinya sekitar Rp 1,5 juta.
Ekspansi pasar bermodalkan
hadiah , Kini, setelah berprestasi mendapatkan
penghargaan dan uang sebagai hadiah kerja kerasnya, Novie semakin bersemangat
mengembangkan bisnisnya. Memperluas
pasar ke kota yang menjadi destinasi wisata, seperti Yogyakarta dan Bali,
adalah target utama Sovie. Caranya, bisa dengan membangun keagenan atau menitip
di toko suvenir. “Masih dipikirkan cara
dan peluang pasarnya,” akunya.
Selanjutnya, pengembangan desain
dan variasi produk adalah ide lain yang ingin segera diwujudkan Novie sepulang
menerima penghargaan CMA 2010. “Mungkin
juga merekrut pekerja lagi, menjadi total 10 orang. Dengan begitu, saya bisa
meningkatkan produksi dua kali lipat sekitar 160 bros per bulan. Kalau sudah
baik produksinya, saya berani memenuhi permintaan dalam jumlah banyak,” Novie
menjelaskan berbagai rencananya penuh semangat.
Sumber : kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar