Rabu, 01 Mei 2013

Pendiri Gadrie Food Industries Berpenghasilan Besar


Syarifah Azizah, sang pemilik Gadrie Food Industries, tak kenal lelah mempromosikan makanan khas Timur Tengah. Akhirnya, ia berhasil memasok menu asal Jazirah Arab ini ke perusahaan katering hingga supermarket di Tanah Air. Kini, dalam sebulan, Syarifah mampu mengantongi pendapatan hingga Rp 113 juta. Awalnya, Syarifah Azizah adalah seorang ibu rumah tangga biasa yang hobi memasak. Keahliannya mengolah masakan asal Timur Tengah yang jarang dikuasai kebanyakan orang Indonesia, memicu keberaniannya mendirikan usaha katering pada tahun 2000. Produk andalannya kala itu, nasi kebuli, roti maryam, dan roti jala. Pelanggan kateringnya kebanyakan orang-orang yang menggelar acara pernikahan. Tapi, Syarifah juga menjadi pemasok masakan Timur Tengah bagi katering-katering besar. Sejak 2003, pesanan roti maryam buatannya terus meningkat. Dua tahun kemudian, Syarifah memilih berjualan langsung ketimbang hanya memasok katering besar. Pesaing yang masih sedikit memacu optimismenya bahwa usahanya akan berhasil.

Berbeda dengan kebanyakan pengusaha lain, Syarifah terlebih dahulu mengurus segala surat kelengkapan usaha. Dengan mengusung nama CV Abdi Walidain, Syarifah mengurus Surat Izin Usaha Perdagangan, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWO), dan Tanda Daftar Perusahaan. Ia tak lupa mendaftarkan produknya ke Kementerian Kesehatan serta mematenkan merek Gadrie di Kantor Merek dan Paten. Semua upaya hukum ini ia lakukan atas saran sang suami, Syarief Buchari yang kebetulan anggota Kamar Dagang dan Industri (Kadin) bidang usaha herbal. Suaminya tentu tidak mau usaha Syarifah terkendala masalah administrasi, atau yang lebih buruk merek Gadrie dipatenkan oleh orang lain. Syarifah lalu menjual bermacam makanan Timur Tengah dengan produk andalan roti maryam, sambousa, dan bumbu kari. Namun, kesuksesan tidak datang begitu saja. Apalagi, ia menawarkan makanan Timur Tengah yang tidak setenar burger atau piza. Makanya, ia menyadari promosi adalah yang terpenting. Karena itu, Syarifah rajin mengikuti pameran di Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, serta Kementerian Koperasi dan UKM. Hampir setiap pekan, ia pun membuka stan dalam pameran di Jakarta Convention Center.

Dalam setiap pameran, Syarifah memperagakan cara membuat roti maryam dan makanan Timur Tengah lainnya. Dia juga menjelaskan kepada pengunjung tentang roti maryam dan keunggulannya. Dengan pelbagai upaya itu, lambat laun usahanya berkembang. PT Bogasari Flour Mills dan PT Kraft Indonesia bahkan mengundang Syarifah untuk mengikuti pameran kuliner. Pada 2008, Ranch Market dan Farmer Market juga meminta Syarifah memasok produknya ke seluruh gerai mereka. Jelas, ini merupakan sebuah kebanggaan baginya. “Karena sebelumnya, produk sejenis yang bisa masuk ke dua supermarket tersebut berasal dari Singapura dan Malaysia,” ungkap dia. Akhir tahun 2009, produknya masuk Foodhall dan Foodhall Daily. 

Khusus Foodhall Daily, Syarifah bertugas memasok ke dua restoran cabang mereka dengan beraneka produknya. Desember 2010, produk Gadrie juga mulai masuk ke Kemchick, meski baru di satu cabangnya saja. Syarifah pun mengganti cara promosi setelah produknya masuk supermarket. Kini, ia hanya mengikuti pameran kuliner besar. Selain itu, dia juga mengandalkan internet, seperti Facebook dan Kaskus.

Syarifah memang mengincar supermarket kalangan menengah atas, lantaran harga produknya mahal. Harga roti maryam isi delapan ukuran 11 cm sebesar Rp 40.000, isi enam ukuran 13 cm Rp 40.000, dan isi empat ukuran 13 cm Rp 22.000. Sambousa isi lima, harganya Rp 20.000. Bumbu kari untuk sepuluh porsi, harganya Rp. 30.000.

Ia memproduksi beraneka makanan itu di rumahnya di Rawa Belong, Jakarta Barat. Syarifah mempekerjakan 16 orang dengan waktu produksi Senin hingga Sabtu, mulai jam 07.00 sampai 16.00. Saban hari, dia memproduksi 500 roti maryam dan 250 sambousa. Serta, 100 kotak bumbu kari per dua pekan. Tiap bulannya, Syarifah mencetak omzet Rp 113 juta dengan keuntungan bersih sekitar Rp 60 juta. Meski tetap mempertahankan proses produksi secara manual, Syarifah Azizah berniat mengembangkan pasar dan produk Gadrie Food Industries. Ia pun mendapat dukungan sang anak, Syarief Baihaqi yang akan membantunya dalam ekspansi ini. Sayang, modal masih menjadi kendala.

Untuk memperlancar bisnisnya, Syarifah Azizah juga melibatkan anggota keluarganya. Selain sang suami, Syarief Buchari, anak bungsunya, Syarief Baihaqi, juga punya banyak peran. Jika Syarifah bertanggung jawab pada proses produksi, maka Baihaqi bertugas mendesain produk, memasarkan dan melobi supermarket. Baihaqi memang mengambil kuliah jurusan desain sehingga ia mempunyai kompetensi di bidang ini. Tugas pertama Baihaqi adalah mendesain kemasan-kemasan produk Gadrie. “Ia pernah mendesain kemasan Sambousa hingga harga jualnya naik dari Rp 15.000 ke Rp 20.000,” ujar Syarifah. Baihaqi jugalah yang mencetuskan penggunaan proses vakum agar produk Gadrie bisa disimpan beku. Pada 2011, Syarifah merencanakan ekspansi. Di pasar lokal, ia berencana merambah supermarket di kota-kota besar, seperti Makassar dan Balikpapan. Jadi, “Penggemar produk Gadrie di daerah nanti bisa beli di sana,” katanya. Selain pasar lokal, ibu empat putera ini juga berniat mengekspor produknya. Ia mengincar pasar Malaysia dan Singapura. Pasalnya, pesaing Gadrie hanya dari kedua negara itu. “Saya yakin, di sana pasarnya sudah terbentuk,” ujarnya.

Tak ketinggalan, Syarifah juga bertekad melakukan inovasi supaya produk-produknya bisa dijual di jaringan supermarket kelas menengah, sehingga jumlah pelanggan dapat bertambah. Dia berencana menjual produk Roti Maryam dan Sambousa dalam bentuk satuan plus bumbu kari untuk porsi dua orang. Syarifah mengatakan, dia akan menjual produknya ke salah satu minimarket 24 jam. Selain itu, ia juga akan menambah varian rasa, seperti seafood dan keju untuk Sambousa. Penjualan produk Gadrie melalui supermarket boleh dibilang berhasil. Namun, sistem penjualan seperti ini juga ada ruginya karena mereka harus membayar listing fee pada saat awal. Asal tahu saja, biaya itu tak murah karena dihitung per produk. Selain itu, Syarifah juga harus merogoh kantongnya supaya produknya bisa tampil dalam booklet yang diterbitkan supermarket. “Makanya, untuk masuk ke supermarket butuh biaya besar,” ujarnya. Meski begitu, ia tetap optimistis masa depan produknya cerah.

Namun, Syarifah tak punya rencana untuk membuka gerai sendiri atau waralaba untuk memasarkan produk Gadrie. “Biar orang lain yang menjual, kami tetap fokus pada produksi,” katanya. Sebab, ia juga masih menghadapi kendala lantaran permintaan yang jauh melebihi kemampuan produksi Gadrie. Karena itu, dia sedang mempertimbangkan pengajuan pinjaman bank. Maklum, selama ini, Syarifah selalu mengandalkan modal sendiri.

Sumber : kontan-online.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar