Kamis, 09 Mei 2013

Miniatur Beromzet Besar


Tidak semua hal kecil menghasilkan nilai yang kecil. Coba saja tengok barang tiruan yang diperkecil alias miniatur. Semua hal dalam bentuk miniatur rasanya memang terlihat menarik dan unik. Tilik saja, kereta api dalam bentuk mini, bajaj mini, atau bahkan kendaraan pengisi Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam bentuk mini rasanya akan menarik bagi sebagian orang.

Pemandangan tersebut dapat dilihat kala kita melintas di sekitar Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta . Jika Anda berasal dari arah Pancoran mengarah ke Pasar Minggu, maka di sebelah kiri jalan akan banyak dijumpai barang-barang unik miniature, mulai dari aneka mobil, bajaj, truk, kereta api, yang memang sudah ada sejak 34 tahun silam.

Maklum saja, usaha dari pria bernama Marsa'ad atau lebih dikenal sebagai Umar (70) berlabel "UD Senang Anak" ini sudah ditekuni sejak 1977, setelah dirinya bangkrut dari usaha stempel miliknya. "Awalnya saya usaha pembuatan stempel pada 1972. Namun, karena bangkrut, akhirnya saya mencoba membuat kerajinan. Awalnya coba-coba, mungkin ini yang dimaksud orang-orang, saya bakat," kenang Umar. 

Setelah bangkrut, Umar mengisi waktunya dengan kegiatan iseng seperti membuat kincir angin dengan hiasan berbentuk manusia. Kincir tersebut akan bergoyang saat tertiup angin. Dari situlah usahanya berkembang. Diawali hanya membuat kincir, lambat laun pesanan pun mulai berdatangan. "Dulu modalnya kecil banget hanya Rp800, dan yang saya buat baru kincir angin. Dari modal segitu, Rp200-nya saya belikan triplek bekas, dan dapat satu becak penuh triplek," katanya seraya tertawa.

Tak hanya kincir angin, pelanggan Umar banyak yang memesan kendaraan berbentuk truk. Umar sendiri optimistis kemampuannya lebih dari cukup untuk memproduksi miniatur tersebut. Semakin hari, model yang dibuatnya semakin bertambah. Dari hanya membuat bentuk truk pengangkut pasir, saat ini sudah tidak terhitung lagi banyaknya bentuk yang dibuat. Truk, kereta api, bajaj, mobil, transportasi massa Jakarta "Trans Jakarta", dan becak.

Namun, seiring dilarangnya becak di Jakarta , maka keberadaan miniatur becak ini juga mulai tergerus peminatnya. Akhirnya, Umar memutuskan untuk tidak lagi membuat miniatur becak itu. "Yang paling laku bentuk truk ini. Harganya ada yang sampai Rp100 ribu-an," jelasnya.

Sejalan dengan bertambahnya miniatur ciptaannya, omzet penjualannya pun turut melambung seiring banyaknya peminat. "Per harinya memang tidak tentu, tapi rata-rata bisa menjual sampai 20 buah. Waktu paling ramai ya Sabtu dan Minggu. Per bulan ya bisa sampai 400-an yang terjual. Tapi beda dengan sekarang, sekarang ini kadang hanya laku lima buah," tuturnya. Lelaki asal Serang ini menuturkan, penjualannya saat ini memang tidak selaris sebelum krisis moneter melanda Indonesia 1998 silam. Saat itu, penjualannnya per hari bisa mencapai 40-100 buah per hari.  Tidak heran jika omzetnya waktu itu bisa menembus angka hingga Rp40 juta per bulannya.

Lebih jauh dirinya menjelaskan, saat ini selain pengrajin jumlahnya semakin sedikit, modal untuk membuat miniatur ini juga tidak mudah didapatkan. Beberapa tahun silam, dirinya sempat memperoleh pinjaman dari sebuah mitra binaan sejumlah Rp35 juta untuk modal. "Sekarang memang tidak semudah dulu. Yang penting sekarang bisa buat makan. Tapi yang penting, anak saya kelimanya sudah kuliah semuanya," imbuhnya. Untuk memperoleh pinjaman dari bank misalnya, dirinya harus mempunyai agunan yang bisa digunakan sebagai jaminan ke bank yang bersangkutan. "Waktu itu mau meminjam ke BRI, tapi karena saya tidak punya jaminan, tidak bisa. Ya tidak jadi," kata Umar.

Sehingga, saat ini modalnya diperoleh dari hasil penjualan. Berapa banyak miniatur yang dijual, barulah dirinya membeli bahan baku untuk membuat yang baru. berbeda dengan sebelum krisis moneter, modal melimpah, dirinya juga bisa mempekerjakan orang untuk membuat miniatur, dan ketersediaan barang juga terjamin banyaknya.

Harga yang ditawarkan per buah memang tidak bisa terbilang murah. Semua lantaran miniatur yang dihasilkan benar-benar buatan tangannya. "Kisaran hrganya paling murah Rp40 ribu lalu ada yang sampai Rp300 ribu," akunya.

Pasar Eropa Umar menuturkan, kincir angin hasil buatannya tak hanya digemari oleh masyarakat sekitar. Kincir angin tersebut juga diminati oleh negara-negara lain. Dia mengatakan, dahulu tak jarang ada pesanan yang datang dari negara tetangga seperti Australia , bahkan ada yang memesan langsung dari Jerman dan Belanda. "Yang memesan dari Belanda itu ada. Orang itu minta per bulannya disiapkan 300 buah. Tapi saya tidak bisa menyanggupi. Karena semua dikerjakan sendiri dan hanya dibantu beberapa orang. Jadi, banyaknya 300 itu, kadang baru ada beberapa bulan. Biasanya orang Belanda itu datang langsung untuk mengambil pesanannya," tutur dia. Di Belanda, kerajinan buatannya itu kembali dijual dan lumayan diminati. Diceritakannya, jika per buahnya dijual dengan harga Rp75 ribu, namun sesampainya di negara Kincir Angin, harganya bisa melambung beberapa kali lipat menjadi Rp600 ribu hingga Rp700 ribu per buahnya.

Meski begitu, Umar menyesalkan minat para pemuda yang menyepelekan kerajinan miniatur ini. Dia mengungkapkan, pengrajin miniatur sudah semakin sedikit jumlahnya. Bahkan, kelima anaknya pun enggan meneruskan usahanya meskipun menjanjikan. Padahal, bahan baku pembuatan miniatur ini tidak susah didapat. Karena hanya berasal dari kayu, triplek, paku kecil, dan beberapa jenis plastik. "Bahan baku tidak sulit dicari. Yang sulit itu orang yang membuatnya. Waktu membuat satu miniatur memang tidak tentu. Ada yang sampai satu bulan baru selesai, dan ada yang satu hari bisa dibuat dua jenis miniatur," jelasnya. 

Sumber : okezone.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar