Jumat, 31 Agustus 2012

Harumkan Indonesia Dengan Kopi

Kebalikan dari berbagai kedai kopi ala luar negeri, ia justru ingin mengangkat kelezatan kopi dari penjuru negeri.
Mimpi dan cinta ternyata mampu mendatangkan kesuksesan ke atas pangkuan. Namun, dua ‘modal’ itu saja tak pernah cukup. Perlu bekal yang jauh lebih besar daripada itu. Begitulah yang dialami Rakhma Sinseria (32), pemilik Coffee Toffee. Cintanya pada kopi Indonesia dan mimpinya menyuguhkan kopi terbaik dari negeri sendiri, mengalahkan sakit luar biasa yang ia rasakan ketika bisnisnya jatuh.

Jatuh Sebelum Berdiri

Adagium bahwa di dunia bisnis tak ada yang pasti, sudah dibuktikan sendiri oleh Pemenang I Lomba Wanita Wirausaha Femina 2010 ini. Hanya dalam waktu satu tahun setelah pertama membuka Coffee Toffee, 10 gerai cabang pun berdiri tegak. Tak mengherankan,  rasa percaya diri Ria, demikian panggilannya, pun makin kuat. Namun, rasa itu tak bertahan lama. Karena, kurang dari setahun kemudian, semua gerai itu terpaksa ditutup. “Bisa dibilang, saya hampir bangkrut  karena salah perhitungan dan terlalu percaya diri. Saya sampai tidak bisa membayar karyawan selama 3 bulan,” tutur Ria, yang sempat berpikir untuk menutup bisnisnya.

Kesalahan pertama, diakuinya, terletak pada konsep yang kurang matang. Padahal, ia sangat percaya bisnis ini pasti berhasil. Belakangan, disadarinya bahwa ia kurang tajam membidik calon konsumen yang mana. Apalagi, karakter gerainya sendiri juga belum jelas, apakah  gerai take away, atau gerai yang dilengkapi tempat duduk. “Ibarat ABG, waktu itu kami seperti sedang mencari jati diri,” ungkap Ria, yang gerainya kini diramaikan oleh pelajar dan mahasiswa.

Pengetahuannya tentang akuntansi juga belum mencukupi, sehingga ia tak bisa meneliti dengan benar, apakah bisnisnya sehat atau tidak. “Ini saat-saat yang cukup menguras energi dan emosi. Tapi, saya berusaha tetap tenang dan berpikir positif, karena yakin bahwa kejatuhan ini adalah proses menuju kesuksesan. Saya menikmati setiap prosesnya,” kata Ria, yang kemudian melengkapi usahanya dengan orang yang ahli di bidangnya, misalnya di divisi marketing communications dan keuangan.

Ria meyakini, tak ada yang salah dengan kopi Indonesia. Itulah yang membuatnya bertahan. Karena tak punya rencana cadangan, perlu waktu cukup lama bagi Ria untuk bisa merangkak lagi. Ia mengevaluasi segala kesalahan dan segera memperbaikinya. Konsep, menu, harga, dan warna diubahnya. Semua masukan ia terima. Misalnya, tentang desain logo pada gelas yang awalnya kurang bagus, kemudian ia percantik. Ria juga menambahkan makanan pada menu.

Bagi Ria, ilmu matematika yang menyatakan bahwa setengah ditambah setengah sama dengan satu, tidak berlaku dalam kehidupan  berwirausaha. Setengah waktu yang ia habiskan untuk mengurus bisnis, ditambah setengah waktu untuk bekerja di perusahaan orang, tidak sama dengan target yang ingin ia capai. “Yang terjadi saat itu: keduanya tidak memenuhi target, sehingga saya harus segera memutuskan untuk menjalani yang mana,” kata Ria, yang akhirnya memilih keluar dari perusahaan dan mencurahkan seluruh waktunya untuk Coffee Toffee.

Sumber : wanitawirausaha.femina.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar