Kamis, 25 Juli 2013

Musim Hujan, Produsen Hanger Banjir Order


JOMBANG - Musim hujan tak hanya memberikan banjir air saja. Tenyata membawa berkah bagi perajin hanger (gantungan pakaian). Hanger banyak diburu ibu-ibu untuk menggantung baju yang tak kunjung kering.
Bagi Ahmad Sholeh, menjadi pengusaha hanger adalah pilihan yang tepat. Ini karena menurutnya, sejauh ini bisnis tersebut tak pernah sepi. Apalagi pada musim hujan seperti ini. Ahmad Sholeh, adalah salah satu pemilik home industri pembuat hanger yang kecipratan rezeki. Usahanya berlokasi di Desa Jogoroto, Kecamatan Sumobito, Jombang, Jawa Timur.

Bisnis membuat hanger ini telah dijalani Akhmad sejak 1996 lalu. Saat itu, dia melihat ada peluang bisnis ini menjadi modal asap dapurnya mengepul. Dengan berbekal keyakinannya itu, dia mulai mencoba meneliti salah satu hanger yang diproduksi pabrik besar.

Dia bahkan mengaku sempat membongkar habis salah satu hanger buatan pabrikan tersebut. Kemudian dia mulai membuat alat untuk mempermudah pembuatan hanger itu.  Alhasil, dia mampu membuat lima unit alat untuk proses pembuatan hanger dari bahan mentah sampai jadi Alat produksi ini selesai dia buat dengan bantuan salah satu temannya. Dia pun berusaha mencari bahan baku yang dianggapnya murah dan gampang diperoleh. Siasat ini dilakukan agar barang produksinya itu harganya terjangkau oleh pasaran.

''Bahan baku hanger ini saya beli dari pabrik kertas yang memiliki limbah kawat untuk tali palet. Dan sejauh ini, bahan baku tersebut kami anggap paling murah, karena merupakan limbah bagi pabrik itu,'' aku Ahmad.
Dari bahan baku itu, dia dan 20 pekerjanya mulai membentuk hanger yang banyak dijual dipasaran. Mulai dari proses meluruskan kawat, membentuk pola dasar, membentuk lengkungan dan finishing berupa pemberian warna chrom, dia lakukan dengan pekerja yang berasal dari tetangganya sendiri.

''Sengaja kami memakai tenaga kerja dari tetangga sendiri, untuk mengurangi jumlah pengangguran di desa ini. Selain itu, banyak ibu rumah tangga yang tak memiliki pekerjaan sehari-hari,'' ungkapnya.

Dari 20 tangan pekerjanya, dia mampu memproduksi sedikitnya 400 lusin hanger. Namun menurutnya, untuk memproses dari bahan baku limbah menjadi barang jadi itu juga butuh proses yang cukup panjang.

''Untuk hanger saja, sekitar 400 lusin bisa dihasilkan dalam sehari. Itu belum proses produksi lainnya seperti keset kawat dan gantungan baju jenis yang lain,'' ungkap pria lulusan SMA itu. Sayangnya, jumlah produksi sebanyak itu di musim panas hanya menumpuknya di gudang. Karena jumlah pembeli yang belum seimbang. Namun, saat musim hujang seperti ini, kondisinya berbalik.

Bahkan, barang jadinya itu tak sempat "parkir" di gudang karena banyaknya pemesan. Dia juga mengaku kuwalahan melayani banyaknya pembeli di musim hujan seperti sekarang ini. ''Lihat saja, setelah selesai di-chrom, langsung diangkut ke mobil untuk dikirim ke pemesan. Kenaikan omzet kami lebih dari 70 persen,'' tukas pria, anak dari pasangan H Lukman dan Hj Sunarti ini.

Dari produk hangernya itu, dia mematok harga mulai Rp6.000-Rp7.000, tergantung dari besarnya kawat yang dipakai. Menurut dia, dari harga jual sebesar itu, dia mengaku masih banyak mengantongi untung. 
''Untuk kawat ukuran 2,3 mm, kami menjualnya Rp6.000, dan untuk yang ukuran tiga mm, saya jual dengan harga Rp7.000,'' rincinya.

Namun, masalah klasik tetap saja dikeluhkan Ahmad. Menurutnya, dia masih terbentur dengan minimnya modal dan belum adanya bantuan modal dari pemerintah daerah setempat.

''Andaikata ada pinjaman lunak yang diberikan pemerintah, mungkin saya akan bisa menambah tenaga kerja lagi. Karena sudah ada angan-angan bentuk produk lain yang akan saya buat,'' tukasnya. Jika keinginannya terwujud, dia telah membidik Pulau Jawa sebagai pasar produknya.

Sumber : economy.okezone.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar