JOMBANG -
Musim hujan tak hanya memberikan banjir air saja. Tenyata membawa berkah bagi
perajin hanger (gantungan pakaian). Hanger banyak diburu ibu-ibu untuk menggantung baju yang tak kunjung kering.
Bagi Ahmad Sholeh, menjadi pengusaha hanger
adalah pilihan yang tepat. Ini karena menurutnya, sejauh ini bisnis tersebut
tak pernah sepi. Apalagi pada musim hujan seperti ini. Ahmad Sholeh, adalah
salah satu pemilik home industri pembuat hanger yang kecipratan rezeki.
Usahanya berlokasi di Desa Jogoroto, Kecamatan Sumobito, Jombang, Jawa Timur.
Bisnis membuat
hanger ini telah dijalani Akhmad sejak 1996 lalu. Saat itu, dia melihat ada
peluang bisnis ini menjadi modal asap dapurnya mengepul. Dengan berbekal
keyakinannya itu, dia mulai mencoba meneliti salah satu hanger yang diproduksi
pabrik besar.
Dia bahkan
mengaku sempat membongkar habis salah satu hanger buatan pabrikan tersebut.
Kemudian dia mulai membuat alat untuk mempermudah pembuatan hanger itu. Alhasil, dia mampu membuat lima unit alat
untuk proses pembuatan hanger dari bahan mentah sampai jadi Alat produksi ini
selesai dia buat dengan bantuan salah satu temannya. Dia pun berusaha mencari
bahan baku yang dianggapnya murah dan gampang diperoleh. Siasat ini dilakukan
agar barang produksinya itu harganya terjangkau oleh pasaran.
''Bahan baku
hanger ini saya beli dari pabrik kertas yang memiliki limbah kawat untuk tali
palet. Dan sejauh ini, bahan baku tersebut kami anggap paling murah, karena
merupakan limbah bagi pabrik itu,'' aku Ahmad.
Dari bahan baku
itu, dia dan 20 pekerjanya mulai membentuk hanger yang banyak dijual dipasaran.
Mulai dari proses meluruskan kawat, membentuk pola dasar, membentuk lengkungan
dan finishing berupa pemberian warna chrom, dia lakukan dengan pekerja yang
berasal dari tetangganya sendiri.
''Sengaja kami
memakai tenaga kerja dari tetangga sendiri, untuk mengurangi jumlah
pengangguran di desa ini. Selain itu, banyak ibu rumah tangga yang tak memiliki
pekerjaan sehari-hari,'' ungkapnya.
Dari 20 tangan
pekerjanya, dia mampu memproduksi sedikitnya 400 lusin hanger. Namun
menurutnya, untuk memproses dari bahan baku limbah menjadi barang jadi itu juga
butuh proses yang cukup panjang.
''Untuk hanger
saja, sekitar 400 lusin bisa dihasilkan dalam sehari. Itu belum proses produksi
lainnya seperti keset kawat dan gantungan baju jenis yang lain,'' ungkap pria
lulusan SMA itu. Sayangnya, jumlah produksi sebanyak itu di musim panas hanya
menumpuknya di gudang. Karena jumlah pembeli yang belum seimbang. Namun, saat
musim hujang seperti ini, kondisinya berbalik.
Bahkan, barang
jadinya itu tak sempat "parkir" di gudang karena banyaknya pemesan.
Dia juga mengaku kuwalahan melayani banyaknya pembeli di musim hujan seperti
sekarang ini. ''Lihat saja, setelah selesai di-chrom, langsung diangkut ke
mobil untuk dikirim ke pemesan. Kenaikan omzet kami lebih dari 70 persen,''
tukas pria, anak dari pasangan H Lukman dan Hj Sunarti ini.
Dari produk
hangernya itu, dia mematok harga mulai Rp6.000-Rp7.000, tergantung dari
besarnya kawat yang dipakai. Menurut dia, dari harga jual sebesar itu, dia
mengaku masih banyak mengantongi untung.
''Untuk kawat
ukuran 2,3 mm, kami menjualnya Rp6.000, dan untuk yang ukuran tiga mm, saya
jual dengan harga Rp7.000,'' rincinya.
Namun, masalah
klasik tetap saja dikeluhkan Ahmad. Menurutnya, dia masih terbentur dengan
minimnya modal dan belum adanya bantuan modal dari pemerintah daerah setempat.
''Andaikata ada pinjaman lunak yang diberikan pemerintah, mungkin saya akan bisa menambah tenaga kerja lagi. Karena sudah ada angan-angan bentuk produk lain yang akan saya buat,'' tukasnya. Jika keinginannya terwujud, dia telah membidik Pulau Jawa sebagai pasar produknya.
''Andaikata ada pinjaman lunak yang diberikan pemerintah, mungkin saya akan bisa menambah tenaga kerja lagi. Karena sudah ada angan-angan bentuk produk lain yang akan saya buat,'' tukasnya. Jika keinginannya terwujud, dia telah membidik Pulau Jawa sebagai pasar produknya.
Sumber : economy.okezone.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar