Perjuangan ibu dan anak untuk lepas dari masalah ekonomi yang melilit
mereka ternyata bisa menjadi kekuatan yang sempurna. Bagaimana tidak?
Bermodal kepiawaian sang bunda dalam mengolah makanan, dan putranya
dalam mengatur manajemen, bisnis kelas rumahan itu pun ‘naik kelas’
menjadi bisnis ‘gedongan’.
Banyak orang ragu mengangkat gado-gado ke level bisnis yang lebih
bergengsi, karena takut rugi. Tapi, lain halnya dengan Juliana Hartono
(64 tahun) malah berani membangun restoran mewah untuk jualan gado-gado.
Rupanya, bisnis itu sukses hingga beranak pinak menjadi 10 restoran
gado-gado dengan nilai aset miliaran rupiah.
Kisah perjuangan Juliana Hartono (Pendiri Gado-Gado Boplo) dan putra
sulungnya, Calvin Hartono dalam mengembangkan usaha Gado-Gado Boplo
sungguh luar biasa. Berawal dari sebuah gang sempit di Jalan Kebon
Sirih, bisnis makanan itu kini berkembang pesat menjadi sebuah restoran
gado-gado yang telah dikenal masyarakat luas, bahkan menjadi favorit
para pejabat dan selebritis. Citra masakan gado-gado sebagai makanan
tradisional berhasil diangkat sebagai makanan yang berkelas.
“Awalnya dimulai di tahun 1970, mami mulai berjualan gado-gado di
halaman rumah kami di sebuah gang sempit di Kebon Sirih. Jadi kami hanya
melayani tetangga sekitar rumah, dengan harga jual Rp 25,- per porsi”
ujarnya. “ Mami harus bekerja keras mencari nafkah, karena Papa saya
sudah meninggalkan kami. Dan karena mami sangat hobi memasak, akhirnya
beliau memutuskan untuk berjualan makanan” tutur Calvin. Menu gado-gado
dipilih karena cara penyajiannya yang dinilai cukup mudah ketika itu.
Kelihaian sang ibu mengolah bumbu gado-gado ternyata mendapat respon
positif dari tetangga sekitar, sehingga halaman rumahnya selalu ramai
dipenuhi para pembeli. Hingga pada tahun 1980, mereka memindah lokasi
berjualan di garasi rumah milik seorang kerabat di jalan raya Wahid
Hasyim, tepatnya di seberang Apotik Boplo.
Di sekitar daerah tersebut juga terdapat sebuah pasar tradisional,
yang terkenal dengan nama Pasar Boplo. Dari situlah akhirnya nama Boplo
dipakai sebagai brand restoran gado-gado mereka, saat ini nama Gado-Gado
Boplo telah dipatenkan. “Saya salut dengan mami, walaupun hanya sampai
tingkat 3 SD, namun telah berpikiran maju dengan memikirkan masalah
merk. Hingga akhirnya disepakati memakai nama Gado-Gado Boplo” terang
Calvin.
Pada tahun 2004, mereka mendapat tawaran untuk mengakuisisi sebuah
restoran yang hampir mati di Jalan Barito, Jaksel. Dan dari situlah
Gado-Gado Boplo bertransformasi menjadi sebuah restoran modern, dengan
tempat dan fasilitas yang nyaman, namun tetap mengandalkan menu utama
makanan tradisional, gado-gado.
Selaku pengelola restoran, Calvin merasa optimis dengan bisnis itu.
Bagi dirinya, makanan tradisional khas Betawi ini, memiliki prospek
besar bila dipasarkan di level yang lebih tinggi. “Sebenarnya makanan
itu disukai semua orang. Yang membuatnya identik dengan kalangan
menengah ke bawah, akibat kondisinya saja. Selama ini, orang yang ingin
membeli gado-gado harus sambil berdesak-desakan, berpanas-panasan, dan
sambil bercucuran keringat. Itulah sebabnya mereka (kalangan menegah ke
atas. Red) malas membeli gado-gado, karena tidak terbiasa dengan suasana
itu,” tutur Calvin.
Ketika diminta untuk memberikan kiat–kiat sukses bagi para calon
entrepreneur, dengan mantap Calvin menjawab “ Konsistensi! Anda harus
terus konsisten dengan usaha anda, kerjakan dengan penuh gairah. Dan
buat teamwork yang solid. Kita di Boplo semuanya kerja tim, kita tidak
bisa One Man Show. Kita seperti satu tubuh dengan banyak
anggota tubuh yang saling melengkapi dengan fungsinya masing-masing “
jelasnya. “Lalu mulailah merintis dari yang kecil. Jangan mengharapkan
sesuatu yang instan dan maunya langsung besar. Justru proses itu yang
akan mendewasakan kita dan membuat kita kuat sehingga kita tidak mudah
dijatuhkan, jadi jangan menghindari yang namanya proses.”
Sumber : wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar