Selasa, 05 Februari 2013

Darto Bisnis Aksesoris


Limbah akan selalu menjadi sebuah sampah. Namun, di tangan pria ini, limbah diubahnya menjadi sebuah aksesoris yang menarik untuk digunakan.

Adalah Darto, pria paruh baya yang sudah menjalankan usahanya turun temurun sejak 1982. Bermodal awal Rp200 ribu dari Dinas Sosial kala itu, kini pria bertubuh gempal tersebut sudah bisa menghasilkan omzet sebesar Rp15 juta per bulan.

Pengrajin manik-manik "Permata Hati" asal Desa Plumbon, Gambang, Jombang, Jawa Timur ini, ketika itu merupakan seorang kepala desa (kades). Dia membuka lapangan kerja untuk sekira 1.200 orang yang dibagi dalam 12 kelompok. Bisa dikatakan, home industry yang dikerjakannya sukses.

Berawal dari masa mudanya dulu, pria yang akrab disapa Pak Darto ini hobi ditindik. Hingga membuatnya ingin membuat aksesoris seperti gelang, anting, kalung, hingga cincin yang kesemuanya berasal dari kaca. Bahan aksesoris yang dimilikinya pun dipasok langsung dari Surabaya dan Tangerang.

"Awalnya saya suka ditindik. Terus saya pikir, daripada sering beli, kenapa nggak bikin sendiri saja. Saya pun cari yang belum dipunya banyak orang, yang unik, ya kaca ini," ceritanya kepada okezone, saat ditemui belum lama ini.

Pelan tapi pasti, usahanya mulai membuahkan hasil. Aksesorisnya diminati oleh beberapa pelanggan tetap. Mereka kerap mengorder aksesoris Darto untuk kembali dijual, seperti dari Bali dan Kalimantan yang bisa dikatakan selalu memesan selama sebulan sekali ini.

Dia menceritakan, untuk membuat satu buah gelang maupun kalung tersebut tidaklah mudah. Di mana membutuhkan proses pengerjaan yang memakan waktu satu hingga dua hari. "Untuk satu gelang ataupun kaca saja itu makan waktu yang lama bisa satu hingga dua hari," paparnya.

Bapak tiga anak ini pun menjelaskan, proses pembuatannya yang lama lebih karena seluruh aksesoris tersebut buatan tangan alias dibuat dengan pengerjaan dengan tangan  dan bukan dengan mesin.

"Semuanya di sini dibuat dengan tangan sendiri, para pekerjanya saja kita cuma ada 10 orang saja dan itu bisa memegang dua bagian pengerjaan," lugasnya.

Tidak hanya itu saja, baginya, proses pembuatan ukiran yang ada pun juga butuh ketelitian yang tepat. "Proses pembuatannya kan harus dilebur dulu untuk menjadi sebuah bentuk yang diinginkan. Setelah itu kita ukir dulu sesuai keinginan agar dapat dilihat cantik oleh mata. Nah, proses itu harus dibakar dengan api," tukasnya.

Darto pun menjual barang-barang hasil limbahnya dengan harga cukup murah, yakni berkisar mulai dari Rp10 ribu hingga Rp75 ribu. Saat ini, dia pun mengikuti pameran di Pekan Raya Jakarta (PRJ) Kemayoran, Jakarta Pusat. Dalam mengikuti pameran saja, dia bisa meraup untung hingga Rp50 juta sebulan.

Kendati demikian, di saat produk China mulai menyerbu, usahanya pun ikut terpangkas. Pendapatannya bisa tergerus hingga 25 persen. Walaupun hal ini belum mengganggu usahanya secara signifikan.

"Imbasnya ke pendapatan kami, kalau dibandingkan sama produk luar, produk saya kalah," tuturnya singkat.

Saat ini, menurutnya, pemerintah sudah memperhatikan pengusaha home industry tersebut. Namun sayangnya, belum melangkah ke depan. Dalam artian, pemerintah belum mengantisipasi serangan produk China yang masuk.

"Imbasnya memang ke pengrajin. Kalau pemerintah sudah memperhatikan, tapi kurang mengantisipasi ya. Produk saya jadi kalah sama buatan China," pungkasnya. 

Sumber : ciputraentrepreneurship.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar