Selasa, 12 Februari 2013

Keripik Tempe Abadi


Bermodal awal Rp 500 ribu, Haji Ikrom mampu memasarkan keripik tempenya hingga ke Amerika Serikat. Kini, omzetnya Rp 4 juta per hari. ”Kalau Anda ke Malang, jangan lupa beli keripik tempe.”
Pesan singkat dari mulut ke mulut itulah yang membuat Haji Ikrom tak menyangka kalau keripik tempe Abadi-nya bisa melanglang buana hingga ke Amerika Serikat. Ia pun semakin percaya diri untuk terus mengembangkan bisnis yang telah dirintis bersama istrinya sejak tahun 1970.
Cerita soal keripik tempe sampai ke Negeri Abang Sam itu berawal dari surat PT Fajar Jaya di Jakarta yang ditujukan kepada Ikrom pada 1997 lalu. Dalam suratnya, pimpinan Fajar Jaya melampirkan surat dari koleganya di Amerika yang ingin mencari info tentang keripik tempe Abadi. Si kolega ini mengaku kesengsem dengan produk Ikrom ketika ia berkunjung ke Malang beberapa tahun sebelumnya. Kemudian, pihak Fajar Jaya menemui Ikrom dan memintanya untuk mengekspor keripik tempe ke Amerika.
Awalnya, pengiriman produk hanya berkisar 50 kilogram saja. Namun, lama kelamaan permintaan meningkat hingga 150 kilogram tiap kali kirim. Dan untuk selanjutnya, hingga kini urusan ekspor sepenuhnya ditangani Fajar Jaya. Permintaan pengiriman minimal dua bulan sekali. Nilainya sudah mencapai ratusan juta rupiah.
Kisah sukses lain dari Ikrom adalah tatkala produknya masuk dalam buku panduan hotel-hotel papan atas di Kota Malang sebagai camilan berkelas. Tak jarang pihak hotel membawa tamu-tamunya berkunjung ke outlet Abadi di kawasan Ciliwung karena ingin membeli keripik tempe sebagai oleh-oleh. “Tak hanya wisatawan domestik, tapi juga dari mancanegara,” ujar kakek delapan cucu yang kini berusia sekitar 80 tahun ini.
Prestasi itulah yang menjadikan namanya terkenal dan masuk dalam deretan pengusaha terkemuka di Malang. Namun, tetap saja ada kisah sedih tatkala ia ditipu salah satu agen di Jakarta pada 1985. Kerugiannya sekitar Rp 100 juta rupiah. Toh, semua itu dilakoni Ikrom dengan tabah, dianggap sebagai salah satu ujian. Yang pasti, hanya sedikit yang tahu kalau ia pensiunan tentara berpangkat terakhir peltu (pembantu letnan satu) dari kesatuan Korem 083 Baladhika Jaya Malang.
Empat tahun menjelang pensiun, ia sudah ancang-ancang, mencari usaha yang bisa menghidupi istri dan keempat anaknya selain dari uang pensiunan. Karena di lingkungannya banyak produsen tempe, akhirnya ia mencoba membuat keripik tempe. Ikrom bersama istrinya (almarhumah) Sumiatun bahu-membahu mengembangkan usaha dengan modal awal Rp 500 ribu. Merek Abadi merupakan ide ayah mertuanya, S.M. Tohir, bekas agen koran Abadi yang dibredel pemerintah. Produksi pertamanya sekitar 5 kilogram. Itu pun yang 1 kilogram dibagi-bagikan ke tetangganya, untuk mencari tahu tingkat kelezatan keripik tempe buatan sang istri. Setelah rasanya dinyatakan yahud dan layak jual, Ikrom mulai berani memasarkan produknya. Selepas zuhur, dengan diantar becak, ia menuju ke pasar, tokotoko, dan rumah-rumah makan untuk menitipkan keripik. Menjelang magrib baru ia pulang ke rumah. Lalu, setiap hari Minggu, Ikrom memasarkan keripik ke Surabaya. Itu dilakukan terus-menerus hingga pasarnya berkembang sampai ke Jakarta dan Bali. Sebagai manusia, Ikrom tetap saja tidak puas dengan hasil yang diperoleh. Ia terus berkreasi sehingga terciptalah produk selain keripik tempe, mulai dari keripik nangka, bayam, apel, salak, belut, hingga bekicot. Kini, produknya itu tertata rapi di etalase outletnya. Harga yang dipatok pun tergolong murah, dari Rp 4.000 untuk keripik bayam hingga Rp 10.500 untuk keripik tempe spesial berukuran 500 gram.
Meski demikian, kata pengurus takmir masjid di kampungnya itu, keripik dari aneka macam bahan tersebut hanyalah variasi saja. Produk utamanya tetap keripik tempe yang rata-rata volume produksinya mencapai 6 kuintal per hari. Sedangkan omzetnya mencapai Rp 3-4 juta per hari. Omzet ini akan naik pesat pada hari raya dan musim liburan. Seperti Lebaran tahun kemarin, ruas jalan di depan outlet Ikrom macet total dipenuhi mobil-mobil para pemudik yang hendak menyerbu keripik Abadi. Luar biasa bukan?
Kini, outlet Haji Ikrom kelihatan bersih dan rapi. Ruangan yang menebar aroma wangi itu berlantai putih mengkilat. Di etalase, berjajar rapi berbagai jenis keripik. Karyawannya pun membengkak menjadi 17 orang, 8 orang bagian penggorengan, 3 orang bagian pembungkusan, 4 orang bagian pengirisan, dan 2 orang bertindak sebagai tenaga pengantar atau pemasaran. Bukan itu saja, bahan baku yang berupa tempe mentah itu telah diproduksi sendiri di salah satu rumah Haji Ikrom di Jalan Batu Bara 87, Malang. Dan, yang membuat mantan tentara ini bangga, peralatan pembuat tempe keripik di perusahaan Abadi ini tidaklah tradisional lagi. Bila dulu tempe diiris secara manual, kini dengan mesin otomatis. Dulu mereka menggoreng dengan bantuan kompor minyak tanah, kini dengan kompor gas. Dalam pembuatan tempe, sekarang ada mesin khusus untuk mengupas kulit kedelai, tak lagi dengan cara diinjak-injak. Begitu pun untuk menutup plastik kemasan, tidak menggunakan lilin lagi, tapi dengan alat pres tersendiri. Karena itu, kemasannya lebih rapi. Tak heran jika banyak pejabat Kota Malang menjadi pelanggan tetapnya. Sekarang, Haji Ikrom tinggal menuai buah kerja kerasnya merintis usaha keripik tempe yang kini dikelola keempat anaknya. 

Sumber : pojokniaga.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar