Bermodalkan keuletan dan terus melakukan inovasi, itulah salah satu kunci menuju kesuksesan. Hal ini dibuktikan oleh seorang wanita muda, Putri Zanita, 26.
Usaha yang dijalani baru belum genap berusia satu tahun ini telah maju pesat. Ketertarikannya pada dunia fesyen, Putri nekat mendirikan home industry bernama UTEE, yang menghasilkan berbagai macam produk tas kulit maupun dompet yang berkualitas tinggi. Terbukti, hingga saat ini sudah ada sekitar 40 desain yang telah dibuatnya. Bahkan, produknya laku keras di pasar.
Sebelum merintis bisnis UTEE, Putri sempat mengenyam pendidikan di Universitas Bina Nusantara, Jakarta, jurusan desain grafis. Setelah lulus PADA 2008, Putri melanjutkan studi di Northumbria University, Newcastle, jurusan desain manajemen. Ketika kembali ke Indonesia, Putri sempat bekerja sebagai visual merchandiser di salah satu butik ternama di Jakarta.
Namun karena alasan tidak betah, Putri akhirnya mengundurkan diri. Setelah itu, Putri mengambil kursus menjahit di Susan Budiharjo selama enam bulan. “Akhirnya mencoba mendalami dunia fesyen lebih lanjut, karena merasa tidak cocok dengan dunia pekerjaan yang saya jalani,” kata Putri di bilangan Fatmawati, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Berbekal mesin jahit, Putri iseng mencoba membuat tas jenis jelly fish sebanyak enam buah. Tanpa disangka, tas itu malah laku terjual hanya dalam waktu tiga bulan. Sadar bisnisnya menguntungkan, Putri lalu merekrut dua orang karyawan. Rumahnya pun disulap menjadi pabrik kecil sekaligus workshop.
“Jadi lebih seperti home industry. Karena kita tidak pernah melempar ke industri. Semuanya kita kerjakan sendiri, dari mendesain sampai menjahit,” tutur perempuan berambut panjang itu.
Modal awal, Putri mengeluarkan dana sekirA Rp25 juta. Dana yang didapatkan dari ibunya itu, digunakan di antaranya untuk membeli mesin jahit, bahan baku kulit, mesin obras, dan gaji karyawan.
“Awalnya, kulit didapat dengan harga miring dari tante saya sendiri. Waktu itu, gaji karyawan sifatnya borongan jadi tidak seperti sekarang,” ucapnya.
Sekarang, wanita yang total ingin berbisnis ini mengeluarkan dana sekirA Rp3,5 juta per bulan untuk biaya produksi. “Bahan baku sendiri saya ambil dari sekitar Jawa Barat. Itu saya langsung ambil sendiri ke pabriknya. Karena kan kualitasnya juga lebih premium. Untuk desain saya kembangkan sendiri, karena saya juga ilustrator,” paparnya.
Pada saat ini, home industry UTEE mempekerjakan sekitar lima orang karyawan. Untuk satu orang karyawan, dibayar sekira Rp60 ribu-Rp90 ribu per hari. “Itu pendapatan bersih sih, karena mereka juga tinggal dan makan di rumah saya,” ucapnya.
Putri dan beberapa karyawannya juga menerima pesanan tas di luar proyek UTEE. Biasanya pesanan itu bisa mencapai tiga lusin setiap bulan. “Jatuhnya ya lebih mahal. Ada harga khususnya. Biasanya, tarif minimal untuk ongkos jahit saja Rp250 ribu. Konveksinya kita batasi, supaya fokus ke UTEE,” terangnya.
Untuk memasarkan semua produknya, wanita jebolan universitas luar negeri ini lebih memilih menjualnya melalui empat stockist yang tersebar di Jakarta dan Bali, di antaranya The Goods Dept, Manekineko, dan Voila.
Selain itu, juga menjual produknya di onlinestore yakni UTEE2010.blogspot.com dan Ratimaya.com. Namun, Putri mengaku penjualan melalui UTEE2010.blogspot.com jauh lebih menguntungkan, karena stockist mengenakan pajak yang lebih tinggi. Semua produk UTEE dibanderol dengan harga mulai dari Rp300 ribu hingga Rp2 juta per buah. Omzet awal yang didapat Putri adalah sekira Rp4,5 juta per bulan.
Sementara untuk sekarang, bisa meraup keuntungan hingga Rp14 juta dari hasil penjualannya di stockist dan Ratimaya.com. Total keuntungan itu adalah di luar pendapatan dari acara bazar yakni Brightspot Market. Meski baru pertama kali mengikuti acara itu, omzet yang didapatkan tak tanggung-tanggung, yakni hingga Rp23 juta hanya dalam waktu tiga hari.
“Dari masing-masing stockist pun berbeda omzetnya. Pertama kali menjual melalui The Goods Dept, aku bisa dapat Rp6,5 juta per bulan,” tuturnya.
Walaupun baru saja merintis bisnisnya, ia mengaku sudah pernah melakukan ekspor beberapa produknya ke Singapura, Australia,dan Belanda. Putri mengungkapkan, salah satu kendala ekspor hingga saat ini adalah terkait dengan proses pembayaran.
Sementara itu ketika ditanya kenapa lebih memilih kulit sebagai bahan baku produknya, Putri mengatakan karena dia ingin barang UTEE bisa lebih dikenal orang. “Jadi, orang tidak perlu membeli tas kulit dari merek yang mahal seperti Louis Vuitton. Dan UTEE kan jadi punya ciri khas,apalagi pemain tas kulit juga belum banyak di Jakarta. UTEE juga punya varian yang limited,” ucapnya.
Ke depan, dirinya mengaku bakal membuat beberapa gebrakan. Pertama, dia akan berkolaborasi dengan sebuah clothing brandlokal. “Bisa saja untuk membuat satu koleksi pakaian dan tas. Kira-kira dalam tiga bulan mendatang,” jelasnya.
Kedua, berencana untuk membuka cabang di Bali. Putri mengaku, biaya sewa tempat di Bali jauh lebih murah ketimbang di Jakarta,yakni hanya sekira Rp10 juta. Dengan bermodal sekira Rp30 juta, Putri optimistis target itu akan segera terealisasi.
Sedikit banyak Putri belajar bisnis dari orang tuanya yang juga berprofesi sebagai wirausaha, meski jenis usaha yang dirintisnya tidak sama. “Bisnis ya belajar autodidak saja sih, let it flow. Terjun sendiri, yang penting sabar dan pelan-pelan. Orang tua memang pengusaha. Mereka yang sering menasihati ketika saya baru merintis UTEE,” papar dia.
Lambat laun, manajemen UTEE yang tadinya masih berantakan ,mulai dibenahi sedikit demi sedikit. Tak hanya dunia fesyen, Putri juga menyukai kuliner. Sampai suatu ketika, dia mulai jatuh cinta pada kue jenis cupcake.
“Di London ada toko cupcake yang terkenal banget. Pas sudah di Jakarta sambil menunggu karyawan produksi tas, akhirnya coba bikin cupcake. Awalnya, saya bagikan ke orang-orang secara gratis. Dari situ, pesanan kue mulai banyak,” ujarnya.
Ia juga sempat kursus masak di Bogasari. Dirinya sering bereksperimen membuat resep baru, karena menurutnya cupcake belum banyak dikenal di Indonesia. Bahkan ke depan, Putri berencana untuk mendirikan usaha cupcake yakni Cuprocks. Modal usaha cupcake jauh lebih murah ketimbang tas kulit, yakni hanya sekira Rp3.000 per buah.
“Cupcake di sini kan masih belum terkenal. Jadi biar ada value-nya, saya buat hiasan-hiasan cupcake yang sifatnya personal. Sudah ada namanya, Cuprocks. Rencananya, toko cupcake akan digabungkan dengan tas kulit di Bali,” tutupnya.
Sumber : wirasmada.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar