Bisnis Olympic Group diawali pada tahun 1980. Ketika
itu, Au Bintoro merasa bahwa toko furniture terlalu membebani
konsumennya dengan ongkos
kirim yang begitu besar. Mahalnya ongkos kirim itu disebabkan karena beratnya
produk furniture sehingga untuk mengangkatnya dibutuhkan beberapa orang
pekerja, selain itu pengusaha furniture tidak dapat membawa banyak barang
sekaligus—satu truk kecil hanya bisa
mengangkut beberapa meja belajar saja—sehingga tidak efesien dan
bukan tidak mungkin ongkos kirimnya lebih mahal dari harga meja itu sendiri.
Au yang ketika itu masih berprofesi sebagai pembuat box
speaker memutar keras otaknya agar bisa menemukan meja belajar yang lebih
praktis, ringan, dan bisa diangkut dalam jumlah yang lebih banyak dalam satu
truk. Au memiliki ide
untuk membuat sebuah meja yang dapat dibongkar pasang (knock down).
Dengan ide ini ia berharap pengangkutan meja jadi lebih mudah dan murah. Namun
ia menemukan masalah, penggunaan kayu yang berat bobotnya menyebabkan timbul kesulitan membuat
pasak-pasak yang cukup kuat untuk merekatkan bagian-bagian meja.
Ia kemudian mencoba-coba membuat meja dari bahan baku box
speaker yang dimilikinya, dan ternyata sukses. Ia mampu menciptakan meja
yang lebih kecil, ringan, dan mudah dibongar pasang. Meja belajar baru itu
tersusun dari serpihan-serpihan papan partikel dengan perekat sekrup yang bisa
di cucuk-cabut. Setiap bagian diberi tanda khusus untuk mencocokkannya dengan
bagian lain. Ini mirip dengan mainan bongkar pasang anak-anak.
Produk ini selain mudah dibawa ternyata juga
memberikan keuntungan lain bagi penjualnya, yaitu memperkecil biaya gudang (storage
cost) karena penjual hanya perlu merakit satu produk saja sebagai display,
sementara produk yang digudang dibiarkan dalam keadaan terbongkar sehingga
tidak memakan banyak ruang.
Walau begitu Au belum memiliki cukup nyali untuk
menjualnya secara massal, dan lebih memilih untuk menjualnya
berdasarkan pesanan. Suatu hari seorang konsumen memesan meja itu dalam jumlah
ribuan. Setelah harga disepakati, pengerjaan meja itu dilakukan 24 jam tanpa
henti agar selesai tepat waktu. Namun malang di tengah jalan order itu diputus
secara sepihak. Akibatnya Au terpaksa menumpuk produk dan bahan baku yang
tersisa di gudang. Setelah menunggu tanpa kepastian, Au nekad menjual meja
pesanana itu ke toko-toko furniture. Ternyata meja-meja itu laku keras dan
habis terjual.
Pada tahun 1983, Au
benar-benar menekuni bidang furniture dan meninggalkan profesinya sebagai
pembuat box speaker. Pada tahun 1986, Au meresmikan PT. Cahaya Sakti
Multi Intraco yang khusus memproduksi meja.
Au menamai merek produknya “Olympic Furniture,”
terinspirasi Olimpiade XXIII yang berlangsung di Los Angeles pada 1984. Au mengutip ajang
olahraga tersebut sebagai label dengan harapan Olympic dapat bergaung sehebat
olimpiade yang terkenal di seluruh penjuru dunia. Inspirasi ini dikemudian hari
menguntungkan Au karena konsumen lokal mengenalinya sebagai produk impor
meskipun sebenarnya serpihan-serpihan perabot itu semuanya dibuat di Bogor
dengan tenaga kerja lokal.
Krisis moneter dan
perkembangan perusahaan saat ini
Pada tahun 1997, seperti kebanyakan pengusaha lain, Au
mengalami goncangan dahsyat akibat krisis moneter yang melanda Indonesia ketika
itu. Ongkos pembelian bahan baku membengkak dan karyawan menginginkan kenaikan
gaji, sementara rata-rata 5 dari 10 konsumen membatalkan membelian. Bisnis Au mengalami masa-masa paling
suram dan hampir semua rencana besar terbengkalai begitu saja. Gara-gara krisis
pula Au terpaksa menjual separuh lahan beserta gedung di daerah Sentul, Jawa Barat yang awalnya
direncanakan sebagai pusat produksi terpadu, mulai dari pengolahan kayu hingga finishing.
Au mendapatkan ide lain untuk mengatasi masalah ini.
Bila sebelumnya ia hanya mengandalkan toko-toko furniture untuk menjual
produknya, kini ia bekerja sama dengan peritel besar seperti Carrefour dan Giant. Ia juga bekerjasama dengan gerai kredit
Columbia agar konsumen lebih mudah mendapatkan dana untuk
membeli produknya. Strategi ini berhasil mengembalikan penjualan Olympic ke
tingkat semula.
Memasuki tahun 2003 ia menggandeng perusahan furniture asal Jerman, Garant Mobel International
dan bersama-sama mendirikan Garant Mobel Indonesia (GMI) dengan 75% saham
dimiliki Olympic. GMI bertindak sebagai pemberi hak waralaba yang menghubungkan
pemasok dan para peritel mebel merek Garant asal Jerman, dan merek kelas atas
milik Olympic Group. Usaha ini
menciptakan merek baru MER yang diwaralabakan. Kerja sama ini menjadikan Au
sebagai peritel furniture pertama di Indonesia. Au juga mulai mengibarkan
merek-merek baru untuk menguasai pasar, misalnya Solid Furniture, Albatros,
Procella, Olympia, dan furniture berharga murah Jaliteng.
sumber : wikipedia.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar