Senin, 29 April 2013

Adi Kharisma Pencipta Olahan Ubi Ungu Pencegah Kanker


Inspirasi memang bisa datang dari mana-mana, tak terkecuali dari hal yang menyedihkan. Seperti inovasi olahan ubi ungu Adi Kharisma yang ternyata datang dari keprihatinannya terhadap tujuh kerabat Adi termasuk ibu, paman, mertua serta kakaknya yang terkena penyakit kanker. 

Adi tertantang mencari informasi sebanyak-banyaknya, terutama terkait penyakit kanker dan pencegahannya. ”Koleksi buku saya sekitar 100, semua bicara tentang kanker dan bagaimana mencegahnya,” ujarnya.

Dari pencarian yang amat panjang dan melelahkan, Adi akhirnya menyimpulkan, penyakit kanker lebih banyak disebabkan oleh faktor konsumsi makanan dan lingkungan. Pilihan paling mungkin adalah menjaga agar asupan makanan yang masuk ke tubuh bisa dikontrol. Dipilih yang benar-benar bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Ubi ungu, dalam pengamatan Adi, merupakan salah satu bahan pangan yang mengandung antioksidan.

Hal itu, kata Adi, karena ubi ungu mengandung serat pangan alami yang tinggi, prebiotik, kadar Glycemic Index rendah, dan oligosakarida. Pigmen warna ungu pada ubi ungu bermanfaat sebagai antioksidan karena dapat menyerap polusi udara, racun, oksidasi dalam tubuh, dan menghambat penggumpalan sel-sel darah.

Memulai Bisnis Ubi Ungu

Mengalihkan bisnisnya ke pengolahan aneka umbi-umbian. Untuk memulai usaha ini, masalah yang pertama-tama ia hadapi adalah pasokan bahan baku. Untuk mengatasinya, Adi berencana bekerjasama dengan para petani di Yogyakarta. Ada alasan mengapa ia membidik petani-petani di Kota Gudeg itu. Menurut Adi, selama ini, produksi umbi-umbian dari Yogyakarta cukup besar. Misalnya saja umbi yang lazim dikenal dengan nama gembili. “Namun sayang, penanaman umbinya lama, bisa sampai delapan bulan,” kata Adi. Karena itu, akhirnya ia memilih mengolah ubi jalar. Sebab, selain sudah banyak ditanam, ubi ini  juga mudah dibudidayakan.

Namun, hingga sekarang ini, Adi masih mengandalkan pasokan ubi jalar dari beberapa petani lokal di Bali. Selain itu, ia juga memiliki kebun sendiri seluas 1,5 hektare. “Saat ini dalam sebulan saya butuh lebih dari tiga ton ubi jalar,” ujarnya. Sebelum memulai bisnisnya, Adi mengaku melakukan eksperimen sendiri selama enam bulan. “Selama itu, saya makan semua hasil eksperimen saya,” kenangnya sembari tertawa.

Bagi Adi, kreativitas untuk menghasilkan sebuah produk pangan sangat menentukan maju tidaknya sebuah usaha. Karena alasan itu pula, Adi tidak pernah berhenti menciptakan berbagai produk pangan, yang semula dicitrakan kampungan menjadi makanan berkelas Karena ubi ungu pula Adi mantap meninggalkan usahanya sebagai distributor makanan dan minuman di Bali. Begitu pula dengan gelar akademis yang dia peroleh dari San Francisco State University, Amerika Serikat, dia kesampingkan. Adi lebih tertarik menekuni usaha ubi ungu.

Usaha berbasis ubi ungu tidak dibangun Adi karena latah atau meniru orang lain. Adi mengutamakan orisinalitas gagasan untuk menghasilkan produk yang memiliki tempat tersendiri di hati konsumen. Omzet usaha dari mengolah ubi ungu itu, menurut Adi, relatif lumayan. Setidaknya, membuat Adi berani meninggalkan usaha lamanya yang telah mapan.

Konsep penjualan melalui sistem waralaba yang dikembangkannya pun kini mulai banyak peminat. Bahkan, dalam waktu dekat dia berencana membuka satu gerai lagi di Jakarta. Saat ini Adi mengelola dua gerai penjualan produk makanan dari ubi jalar di Bali dan di Jakarta dengan omzet sekitar Rp 50 juta sebulan.

Menu yang Variatif & Kualitas yang Terjaga.

Adi sadar, meski makanan berbahan baku ubi ungu banyak manfaatnya, tidak mudah bagi masyarakat perkotaan untuk mendapatkan bahan pangan ini. Kalaupun ada, biasanya tidak menarik untuk dikonsumsi karena hanya direbus. Padahal, masyarakat perkotaan umumnya senang yang serba praktis, termasuk dalam memilih makanan. Perilaku masyarakat inilah yang dijadikan Adi sebagai tantangan untuk meraih peluang usaha. Kini, dengan kreativitasnya, ubi ungu dapat menjadi makanan yang memenuhi selera masyarakat. Saat ini yang dibutuhkan Adi adalah menjaga konsistensi kualitas ubi ungu.

Variasi olahan ubi ungu Adi pun terus bertambah. Misalnya saja, ia membuat burger es krim ubi ungu dengan roti burger. Adi menjual burger es krim tersebut dengan harga Rp 12.000 per buah. “Roti burgernya juga dibuat dari ubi lho..” ujar Adi berpromosi. Ia juga membuat jus ubi ungu yang ia jual dengan harga Rp 11.000 hingga Rp 17.000 per gelas. Kreasi lainnya adalah brownies ubi ungu yang ia jual dengan harga Rp 35.000 per 250 gram, dan pia ubi ungu seharga Rp 17.000 per kotak isi enam buah. Untuk pesanan khusus, Adi juga membuat nasi ubi ungu. Harganya Rp 17.000 per kotak, sudah termasuk empat tusuk sate ayam lilit. “Dari harga jual ini, secara eceran saya mendapat margin sekitar 30%,” ujar Adi.

Demi menjaga kualitas, Adi turut terjun langsung ke ladang untuk menanam ubi. Varietas ubi ungu yang dikembangkan pun dipilih dari Jepang. Selain kualitas warna ungunya bagus, juga kualitas rasanya stabil bila teknik budidayanya diterapkan secara tepat. Perlahan tetapi pasti, usaha makanan dan minuman berbasis ubi ungu yang dibangun Adi semakin berkembang. Kunci dari perjalanan bisnis Adi adalah kreativitas dan kemampuannya menangkap peluang usaha.

 Sumber : kisahsukses.com

1 komentar: