Minggu, 18 November 2012

Penjual Asinan Yang Sukses

Menjadi Kepala Departemen Logistik di salah satu distributor alat kesehatan terbesar tidak membuat Ikmal Syawala berpuas diri. Prinsip harus bisa meraih pendapatan bulanan dan harian membuat Ikmal dan sang istri selalu berusaha mengembangkan bisnis mereka. Ia pun menyebut dirinya “amphibi”.

Enam bulan belakangan ini Ikmal dibantu sang istri dan rekannya dari Dapur Azkeeya tengah berkonsentrasi mengembangkan Asinan Afrika Tanzania. Walaupun baru seumur jagung produknya yang diklaim tana kontaminasi bahan kimia ini mulai digemari masyarakat.

Sebelum sukses dengan dunia asinan, ayah 2 anak ini pun mengalami masa-masa pahit. Sebelum terjun ke bisnis asinan ini, Ikmal sempat pula berbisnis grosir sembako. Namun ia mengalami kerugian besar yang menjadikan keluarganya benar-benar terpuruk.

Kami bukan lagi jatuh ke titik nol, kami jatuh ke titik minus. Istri saya sampai benar-benar stress. Kami besok mau makan apa pun tidak tahu, hutang menumpuk, kenangnya saat bertemu Ciputra Entrepreneurship di kantornya di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan.

Di masa inilah jiwa entrepreneur  Ikmal diuji. Dengan pengetahuannya dalam pengobatan herbal iya mendapatkan sedikit uang untuk kebutuhan rumah tangga. Gaji saya di kantor semua untuk bayar hutang. Uang jasa pengobatan herbal itu untuk makan, cerita pria berumur 35 tahun ini.

Selama kurun waktu satu tahun Ikmal dan sang istri bergelut dengan hutang yang melilit mereka. ikmal mengaku, masa itu merupakan masa-masa pahit dalam hidupnya. Namun dari pengalaman itulah ia memperoleh banyak pelajaran  berharga. Tanpa kapok bangkrut, ia mulai lagi berbisnis asinan ini.

Cerita Asinan Afrika Tanzania bermula saat salah satu kakak rekannya menemani suaminya bertugas di Tanzania, Afrika Timur. Saat itu sang kakak ingin sekali membuat makanan tradisional khas daerah parahyangan, karena keterbatasan bahan yang ada, ahirnya ditemukanlah varian resep baru dari asinan.  Singkat cerita, dari situlah Ikmal melihat adanya peluang untuk mengembangkan asinan ini. “Nama Asinan Afrika Tanzania ini sebenarnya untuk mengingat sejarah saja. Dan tentu namanya unik, buat orang jadi penasaran,” ungkapnya.

Cerita berlanjut saat Ikmal ditawari untuk ikut serta dalam sebuah acara bazar di Jakarta. Tanpa disangka dalam event itu Asinan Afrika Tanzania ini mendapat sambutan yang positif dari pengunjung. Bahkan tidak sedikit yang mengatakan bahwa mereka tidak pernah merasakan asinan sesegar dan seenak Asinan Afrika Tanzania milik Ikmal.

Yang membuat unik Asinan Afrika Tanzania salah satunya adalah packaging-nya yang menggunakan gelas plastik. Saya berpikir, biasanya asinan dijual pakai kantuk plastik, konsumen repot cari mangkuk dulu. Kalau saya bikin pakai gelas pasti lebih praktis, tinggal buka tutupnya, langsung makan, jelas Ikmal.

Keunikan lainnya adalah bahan-bahannya yang tanpa tambahan kimia sama sekali. Misalnya, untuk menambah rasa asam, Ikmal menggunakan jeruk lemon dan untuk membuat warna kuah asinan sayur menjadi lebih pekat Ikmal mencampurkan sari wortel ke dalamnya.

“Bahan-bahan ini digunakan untuk menghindari kimia. Lagipula rasa yang dihasilkan juga jadi unik,” papar pria yang berlatar belakang pendidikan jurusan pertanian ini.
Karena selalu dijaga kesegarannya maka Ikmal harus rela bangun subuh tiap hari untuk memproduksi asinannya. “Saya, istri, dan teman dari Dapur Azkeeya selalu produksi jam 4 atau 5 pagi. Kalau ada pesanan bisa-bisa jam 3 subuh harus bangun,” ungkapnya.

Perlahan tapi pasti, Asinan Afrika Tanzania seharga Rp. 5 ribu per porsi itu menunjukkan tajinya. Ia mampu menjual hingga 150 cup per bulannya. Jumlah itu di luar pesanan-pesanan khusus dari masyarakat untuk pesta pernikahan, khitanan, dan lainnya.

Saat ini Ikmal pun sedang melakukan riset untuk menemukan bahan pengawet alami agar produknya lebih tahan lama. Hal ini dilakukan karena semakin luasnya permintaan pasar dan belum bisa dipenuhi.

“Sudah banyak yang tanya, bisa franchise tidak. Namun sekarang kami fokus ingin menemukan ramuan baru untuk bahan pengawetnya, tentunya harus alami,” ujarnya.
Ikmal mengatakan, sukses yang ia raih saat ini selain dukungan istrinya, ada juga peran besar dari komunitas bisnis yang ia ikuti. Ikmal saat ini merupakan anggota aktif dari komunitas Tangan di Atas (TDA) wilayah Tangerang.

Teman-teman di TDA benar-benar luar biasa. Saya bisa berbagi ilmu sacara gratis. Makanya karena mereka saya bisa seperti sekarang ini,ceritanya.
Walaupun Ikmal sibuk berbisnis namun ia pun masih tetap dapat fokus dalam pekerjaannya di kantor. Ia membagi peran dengan istri dan pemilik Dapur Azkeeya untuk menjalankan Asinan Afrika Tanzania ini.

Ia pun memberikan tips bagi para karyawan yang juga ingin berbisnis seperti dirinya, Kuncinya adalah berpartner yang baik. Kita harus berbagi tugas dengan partner kita. Dalam menjalankan tugas ini kita juga harus saling percaya, jelasnya.

Saat ditanya apakah ada keinginan untuk meninggalkan pekerjaan untuk sepenuhnya berbisnis, Ikmal mengatakan bahwa keinginan itu ada namun saat ini ia masih menikmati perannya menjadi amphibi. Ia berkata, jika satu saat usahanya tersebut membutuhkan perhatian penuh ia rela meninggalkan pekerjaannya.

Tak puas dengan Asinan Afrika Tanzania, Ikmal saat ini mulai merangkai mimpinya. Ia ingin membuka restoran sehat, dimana tiap pengunjung yang datang bukan hanya bisa makan tapi juga bisa berkonsultasi mengenai makanan yang cocok bagi tubuh masing-masing.
Buka restoran sehat dan peternakan, sesuai dengan latar belakang pendidikan dan asal muasal saya, itu mimpi terbesar saya,tutupnya.


Sumber : ciputraentrepreneurship.com

1 komentar: