Minggu, 25 November 2012

Bisnis Pempek Jatuh Bangun


Barangkali semua pelaku bisnis di negeri ini harus mengakui bahwa, salah satu bidang usaha yang tak lekang dimakan waktu adalah makanan tradisional yang erat diikat oleh suatu budaya. Banyak contoh, misalnya, Coto dari Makasar, Bakso Malang, Gudeg dari Yogyakarta dan yang tak kalah menariknya adalah Pempek dari Palembang.
Pempek sudah ada sejak tahun 1617 di negeri ini, artinya, sudah ada sejak tiga ratusan tahun silam. Itulah sebabnya, Imron Casidy, pemilik merek business opportunity Pempek 8 Ulu Cik Ning sangat optimis, Pempek bisa berkembang hingga ke seluruh pelosok negeri ini bahkan di tingkat Asean hingga ke Timur Tengah sekali pun.
Imron – begitu putra asli Palembang ini disapa, paham benar, bahwa untuk bisa berekspansi besar-besaran, ia tak sekedar seperti pedagang Pempek umumnya yang hanya menjual dan melulu untuk mencari profit tanpa berpikir bagaimana caranya agar menjadi besar dan berkembang pesat. Sebuah grand desain pun dicanangkan, pengembangan yang dipilih adalah dengan pola business opportunity.
Hasil gemilang pun sudah mulai tampak. Sejak memulai satu outlet di Cibubur Jakarta tahun 2007 silam, terus berkembang pesat dengan berhasil menuai animo besar dari pasar hingga akhirnya ditawarkan kepada mitra tahun 2009. Sejak dimitrakan, bahkan langsung mendapatkan puluhan mitra baik yang ada di Jakarta mau pun di luar Jakarta.
“Itulah buktinya, lidah orang Timur pada umumnya tidak bisa dibohongi, masih sangat terikat dengan makanan para leluhur yang hingga saat ini masih membudaya dan Pempek sudah menjadi makanan nasional,” cerita putra ketiga dari ibu Cik Ning kelahiran daerah 8 Ulu di pinggiran sungai Musi – yang kemudian dipatenkan menjadi merek Pempek 8 Ulu Cik Ning.
Sudah menjadi hal biasa, mempatenkan makanan tradisional dengan brand sendiri barangkali memberikan warna baru bagi peta persaingan antara pemain bisnis Pempek Palembang. Tentu saja, Pempek 8 Ulu Cikning juga memiliki keunggulan luar biasa, disamping sudah dikelolah dengan sangat professional serta memiliki peluang besar untuk menguasai pasar Indonesia hingga manca negara.
“Kalau bicara Pempek yang asli, itulah Pempek 8 Ulu Cik Ning. Karena Pempek Cik Ning ini adalah resep yang langsung diturunkan dari nenek moyang keluarga saya dimana terakhir yang menjalankan adalah ibu kandung saya sendiri,” kata pria yang pernah bekerja sebagai cleaning service pada salah satu rumah sakit, pembantu perawat dan dokter, sales panci serta sederet pekerjaan untuk bertahan hidup ketika pertama kali merantau ke Jakarta tahun 1995.
Sejurus dengan itu, sepertinya Imron tak bisa menampik bahwa andai saja Pempek Cik Ning sudah mulai dilakoninya sejak berniat untuk mengambil keputusan menjadi pengusaha pada tahun 2004 silam, bukan tidak mungkin impian untuk mencapai 100 gerai mitra sudah tercapai. Tetapi sayang, pada tahun 2004 bisnis bakery serta property agentnya gagal total.
“Waktu itu saya dikianati teman dan saya keluar dari usaha tersebut dengan tidak membawa sepeser uang, belum lagi bisnis bakery saya juga tidak saya perhatikan sehingga berujung bangkrut, sementara saya juga harus membayar kredit bank dengan jaminan rumah,” tutur dia. Alhasil rumah  yang ditempati keluarganya kalah itu di sita bank lalu berpindah ke Pondok Mertua Indah alias rumah mertua di Jakarta.
Belum kapok juga, Imron memulai bisnis advertising dengan menyewa salah satu ruangan dalam kantor temannya dengan bermodalkan satu mesin fax, satu telepon, satu computer serta buku yellow page. “Saya prospek sendiri semua klien lalu seiring perjalanan waktu usaha saya ini berhasil hingga mendapatkan klien perusahaan besar,” ceritanya bangga.
Sehingga, berawal dari kesuksesan usaha advertising tersebut, mantan manajer di salah rumah sakit dan perusahaan ekspor impor yang menyelesaikan kuliah dengan biaya sendiri ini, memiliki capital untuk usaha berikutnya, seperti usaha percetakan yang kemudian merupakan awal ide membuat bisnis Pempek 8 Ulu Cikning.
“Di depan percetakan tersebut istri saya mau buat kios kecil untuk Pempek buatan orang lain dengan hanya mengambil selisih harga jual sebagai keuntungan, tetapi saya bilang gak usah, kalau mau dagang jangan tanggung, karena bukan hanya untuk sekedar bertahan hidup atau factor kepepet tetapi wajib besar dan harus punya prospek ke depan,” kata dia.
Ide untuk membuat usaha Pempek pun semakin menggelora semangat Imron untuk kembali ke kampung halaman, belajar membuat Pempek dari ibu kandungnya, ibu Cik Ning. “Ibu saya adalah pembuat sekaligus pedagang Pempek di kampungnya, kenapa saya tidak memanfaatkan kehebatan ibu saya serta resep yang sudah turun-temurun dari para leluhur tersebut,” katanya.
Setelah sukses belajar dengan sang ibu, Imron lalu mempekerjakan orang-orang yang ahli bikin Pempek, lalu tes pasar yang kemudian menuai animo besar sehingga semakin optimis untuk dikembangkan. Dewi fortuna pun akhirnya berpihak kepadanya. Hingga saat ini, Pempek 8 Ulu Cik Ning sudah berhasil puluhan mitra di seluruh Indonesia dan akan terus bertambah.
Sejurus dengan itu, dengan pola business oportuntiy, Imron juga tak sekedar mengejar profit, karena mitra dianggapnya sebagai keluarga sendiri. “Saya punya tanggung jawab moral yang sangat besar terhadap mitra. Saya tak langsung memberikan begitu saja kepada mitra, saya menjelaskan untung rugi bisnis ini, saya mendampingi mereka hingga sukses dan juga nanti saya akan adakan gathering kepada semua mitra bahkan hingga memberikan reward bagi mitra yang berhasil,” urainya.
Sumber : forumpengusahaindonesia.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar