Ketika industri musik gagal beradaptasi dengan internet, Tony Fernandes memutuskan untuk berhenti bekerja. Dia meninggalkan pekerjaannya untuk mewujudkan impian masa kecilnya, membangun maskapai penerbangan murah pertama di Asia.
Fernandes membeli Air Asia dari pemerintah Malaysia pada September 2001 hanya 25 pence atau sekitar Rp3.500. Namun Fernandes tidak memiliki pengalaman menjalankan perusahaan penerbangan. Untungnya ia memiliki tim pemasaran yang handal.
"Kami melihat pasar dan berpendapat bila harga tiket dipangkas 50%, maka akan ada potensi pasar yang sangat besar," kata Fernandes.
Potensi pasar ini menjadi incaran Fernandes dan perusahaan ini terus berkembang. Tahun 2002, Air Asia memulai bisnis ini dengan dua pesawat dan sekarang memiliki 86 pesawat yang menerbangkan sekitar 30 juta orang ke seluruh dunia.
Dua perusahaan
Setelah sukses dengan penerbangan jarak dekat, Air Asia memperluas jangkauan dengan melayani penerbangan jarak jauh dengan maskapai baru Air Asia X.
Manajemen kedua perusahaan juga terpisah, ada dua tim marketing dan merk dagang yang berbeda antara Air Asia dan Air Asia X.Fokus perusahaan baru ini berbeda dengan Air Asia, satu untuk melayani rute penerbangan jarak dekat dan satu lagi untuk penerbangan jarak jauh.
"Kami memiliki dua tim kru pesawat, dua tim pilot dan teknisi. Jadi sangat berbeda tetapi saling membutuhkan, tanpa menjadi parasit dan menjadi lebih baik dibandingkan yang lain," jelas Fernandes.
Disamping itu, dua maskapai penerbangan ini memiliki kesamaan, efesiensi merupakan kunci untuk mendapatkan keuntungan dan menjamin margin keuntungan yang sehat.
Keinginan Fernandes di masa kecil untuk memiliki maskapai penerbangan murah, bermula ketika dia masih belajar di sekolah asrama di Inggris Selatan.
Keinginan untuk pulang ke kampung halamannya ke Malaysia di waktu liburan tidak dapat dilakukan karena harga tiket pesawat yang mahal.
"Saya selalu bermimpi memiliki maskapai penerbangan jarak jauh yang murah," kata Fernandes.
"Untuk penerbangan pertama pesawat Air Asia X, saya menolak untuk meluncurkannya di Australia dan Cina dan semua orang menganggap itu kuno. Tetapi saya ingin, penerbangan pertama saya dari London ke Kuala Lumpur."
"Itu sangat menyentuh bagi saya 35 tahun kemudian," kata Fernandes.
Karyawan dan penumpang
"Jika Anda duduk di menara gading dan hanya melihat laporan keuangan, Anda akan melakukan kesalahan besar," kata Fernandes.Fernandes menerapkan gaya manajemen keliling.
Selama beberapa hari dalam setiap bulan, dia akan bekerja di lapangan atau bersama awak kabin di pesawat.
"Ketika kami mengganti pesawat dari jenis 737 ke Airbus, Air bus lebih tinggi dari landasan dan kru saya mengatakan kita butuh belt loaders (kendaraan pengangkut barang). Dan harganya sekitar satu juta dolar. Kami memutuskan untuk memasukan tas-tas secara manual," tutur pria yang dekat dengan pengusaha Inggris Richard Branson tersebut.
Metode manual ini dihapus ketika Fernandes bekerja di lapangan dan membantu memasukkan barang ke pesawat Airbus.
Ia mengaku hampir sakit pinggang gara-gara memasukkan barang secara manual.
"Andai saja saya tetap memaksakan cara manual, maka akan ada banyak orang yang sakit pinggang," katanya.
Fernandes mengatakan bagi dia karyawan adalah yang utama, kemudian nomor dua konsumen.
"Jika Anda memiliki pekerja yang bahagia mereka akan menjaga konsumen Anda."
"Anda bisa mendapatkan uang yang Anda inginkan di dunia ini, dan Anda bisa mendapatkan ide brilian tetapi jika anda tidak memiliki karyawan, lupakan saja," tandasnya.
Sumber : bbc.co.uk
Tidak ada komentar:
Posting Komentar