Kamis, 08 November 2012

Cerita Kesuksesan Blue Bird

Sukses bisnis transportasi Blue Bird Group (BBG) bukan dibangun dalam satu malam. Butuh proses waktu, disiplin, dan kerja keras.

Kisah sukses perusahaan teratas jasa angkut taksi meter itu, berawal dari sebuah bemo. Kendaraan beroda tiga itu menjadi kekuatan tambahan, bagi ekonomi keluarga Djokosoetono. Pada zamannya, adalah kedua anak Djoko –Purnomo Prawiro dan Chandra Suharto– yang mengelola secara langsung, kendaraan yang juga dijadikan sarana angkut telur dan batik, barang dagangan sang ibunda itu.


Perubahan besar terjadi pada 1965, saat Djokosoetono berpulang. Atas jasanya, ahli warisnya pun mendapatkan hibah dua buah mobil dinas jenis sedan, masing-masing dari Perguruan Tinggi Hukum Militer dan Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian. Itu kemudian dimanfaatkan sang istri, Mutiara Siti Fatimah Djokosoetono, untuk bisnis taksi gelap, pada 1972.
 

Saat itu, dengan nama Chandra Taksi, bisnis keluarga itu merupakan satu-satunya jasa taksi gelap yang melayani pemesanan lewat telepon yang beroperasi 24 jam. Dalam perjalanannya, bisnis burung biru itu pun mengalami pasang surut. Salah satu kesulitan yang sempat dihadapi Nyonya Djoko adalah sulitnya mendapatkan izin dari pemerintah bagi usaha layanan taksi meternya. Namun, Mutiara tak lantas menyerah. Hingga kemudian usahanya itu pun mengalami perkembangan yang luar biasa.

Memegang teguh nilai moral disiplin dan jujur, merupakan kunci sukses perusahaan. “Nilai-nilai itulah yang membuat Blue Bird memperoleh kepercayaan di hati masyarakat,” kata staf Humas PT. Blue Bird Group, Teguh.


Kedisiplinan BBG ditunjukkan melalui kerja keras para karyawannya. Berbagai upaya dilakukan untuk memberikan pelayanan terbaik bagi para pengguna taksi. Melalui perluasan jaringannya yang tersebar di wilayah Jabodetabek, Bandung, Bali, Semarang, Surabaya, Cilegon dan Lombok, BBG berusaha untuk hadir lebih dekat dengan masyarakat, sehingga dapat tiba tepat waktu saat melayani pemesanan.


Konsistensi BBG terhadap sitem komisi –melalui perhitungan argometer– menjadikan BBG unggul di bidangnya. Sistem argo yang diterapkan BBG, diakui sebagai salah satu upaya untuk menjaga kualitas pelayanan terhadap pengguna taksi. Karena pada prinsipnya, argo berlaku dua arah: untuk penumpang dan juga perusahaan (pengemudi). Dari sanalah pengemudi memperoleh imbalan dari usahanya. “Makanya, tak ada istilah nombok di perusahaan kami. Karena, pendapatan para pengemudi, menjadi imbang dengan komisi,” kata Teguh.


Sistem argo itu pula yang dapat menjadi alat untuk menjaga stabilitas kejujuran dan kedisiplinan para pengemudi taksi meter. Meski pelaksanaan kontrol dari sistem argo diakui cukup rumit –dibanding sistem setoran– perusahaan jasa yang memiliki motto ”Aman, Nyaman, Mudah dan Personalised,” itu tak ingin beralih.


Penerapan kedisiplinan BBG juga ditunjukkan dengan konsistensi hari kerja —dengan pilihan per-2 hari atau per-3 hari— bagi para pengemudi armada biru itu. ”Itu akan menjadi penilaian tersendiri bagi mereka,” ujar Teguh.


Kini, 36 tahun sudah BBG malang-melintang di bidang jasa transportasi. Berbagai penghargaan pun telah diraihnya, di antaranya: kategori pelayan terbaik dalam ajang Indonesian Service Satisfaction Index (ISSI) 2008 yang diselenggarakan oleh majalah Merketing, bekerjasama dengan Carre-Center Customer for Satisfaction and Loyality, dan Indonesia’s Most Admired Companies (IMAC) 2008, yang diselenggarakan Frontier Consulting Group dengan majalah Business Week Indonesia. 



Sumber :  infocomcareer.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar