Adalah nama Label Celana Jins yang cukup terkenal di Bandung,
didirikan oleh Peter Firmansyah, Produk-produknya sudah diekspor ke
beberapa negara. Bahkan jins, kaus, dan topi yang menggunakan merek
Petersaysdenim, bahkan dikenakan para personel kelompok musik di luar
negeri.
Sejumlah kelompok musik itu seperti Of Mice & Man, We Shot The
Moon, dan Before Their Eyes, dari Amerika Serikat, I am Committing A
Sin, dan Silverstein dari Kanada, serta Not Called Jinx dari Jerman
sudah mengenal produksi Peter. Para personel kelompok musik itu
bertubi-tubi menyampaikan pujiannya dalam situs Petersaysdenim.
Pada situs-situs internet kelompok musik itu, label Petersaysdenim
juga tercantum sebagai sponsor. Petersaysdenim pun bersanding dengan
merek-merek kelas dunia yang menjadi sponsor, seperti Gibson, Fender,
Peavey, dan Macbeth. Peter memasang harga jins mulai Rp 385.000, topi
mulai Rp 200.000, tas mulai Rp 235.000, dan kaus mulai Rp 200.000.
Hasrat Peter terhadap busana bermutu tumbuh saat ia masih SMA. Peter
yang lalu menjadi pegawai toko pada tahun 2003 kenal dengan banyak
konsumennya dari kalangan berada dan sering kumpul-kumpul. Ia kerap
melihat teman-temannya mengenakan busana mahal. “Saya hanya bisa menahan
keinginan punya baju bagus. Mereka juga sering ke kelab, mabuk, dan
ngebut pakai mobil, tapi saya tidak ikutan. Lagi pula, duit dari mana,”
ujarnya.
Peter melihat, mereka tampak bangga, bahkan sombong dengan baju,
celana, dan sepatu yang mereka dipakai. Harga celana jins saja,
misalnya, bisa Rp 3 juta. “Perasaan bangga seperti itulah yang ingin
saya munculkan kalau konsumen mengenakan busana produk saya,” ujarnya.
Sewaktu masih SMA, Peter terbiasa pergi ke kawasan perdagangan
pakaian di Cibadak, yang oleh warga Bandung di pelesetkan sebagai Cimol
alias Cibadak Mall, Bandung. Di kawasan itu dia berupaya mendapatkan
produk bermerek, tetapi murah. Cimol saat ini sudah tidak ada lagi. Dulu
terkenal sebagai tempat menjajakan busana yang dijual dalam tumpukan.
Ia benar-benar memulai usahanya dari nol. Pendapatan selama menjadi
pegawai toko disisihkan untuk mengumpulkan modal. Di sela-sela
pekerjaannya, ia juga mengerjakan pesanan membuat busana. Dalam sebulan,
Peter rata-rata membuat 100 potong jaket, sweter, atau kaus. Keuntungan
yang diperoleh antara Rp 10.000- Rp 20.000 per potong. “Gaji saya hanya
sekitar Rp 1 juta per bulan, tetapi hasil dari pekerjaan sampingan bisa
mencapai Rp 2 juta, he-he-he…,” kata Peter. Penghasilan sampingan itu
ia dapatkan selama dua tahun waktu menjadi pegawai toko hingga 2005.
Belajar menjahit, memotong, dan membuat desain juga dilakukan
sendiri. Sewaktu masih sekolah di SMA Negeri 1 Cicalengka, Kabupaten
Bandung, Peter juga sempat belajar menyablon. Ia berprinsip, siapa pun
yang tahu cara membuat pakaian bisa dijadikan guru.
Merek Petersaysdenim berasal dari Peter Says Sorry, nama kelompok
musik. Posisi Peter dalam kelompok musik itu sebagai vokalis. “Saya
sebenarnya bingung mencari nama. Ya, sudah karena saya menjual produk
denim, nama mereknya jadi Petersaysdenim.
Peter memanfaatkan fungsi jejaring sosial di internet, seperti
Facebook, Twitter, dan surat elektronik untuk promosi dan berkomunikasi
dengan pengguna Petersaysdenim. “Juli nanti saya rencana mau ke Kanada untuk bisnis.
Akan tetapi, ajakan bertemu itu baru dipenuhi jika urusan bisnis
selesai. Ajakan itu juga bukan main-main karena Peter diperbolehkan ikut
berkeliling tur dengan bus khusus mereka. Personel kelompok musik
lainnya menuturkan, jika sempat berkunjung ke Indonesia ia sangat ingin
bertemu Peter. Ia melebarkan sayap bisnis untuk memperlihatkan
eksistensi Petersaysdenim terhadap konsumen asing.
sumber : .wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar