Rabu, 13 Maret 2013

Sukses Dengan Usaha Turunan

Mendengar Ikan Asin sudah tentu tak asing lagi bagi masyarakat. Salah satu kerajinan hasil olahan tangan ini sudah terkenal dan banyak diminati. Tetapi untuk menengok langsung pembuatan Ikan Asin, tentu tak semua orang tahu seperti apa prosesnya.

Di balik nikmatnya ikan asin tersebut, tersimpan cerita kesuksesan dari para pengusaha ikan asin. Seperti di tempat pembuatan dan pengolahan ikan asin di Muara Angke, Penjaringan, Jakarta Utara misalnya.
Seorang pengusaha pembuat ikan asin, Hajjah Damrah (46) mengaku sudah sepuluh tahun menekuni usaha tersebut, melanjutkan usaha milik orang tuanya yang dikelolah bersama keluarga. Ia mengaku orangtuanya telah merintis usaha tersebut sejak tahun 1975.

"Orangtua saya (mulai usaha) dari tahun 75-an juga udah buat ikan asin. Ya saya mah cuma ngelanjutin aja, udah sepuluh tahun saya nerusin," kata Damrah ditemui di tempat pengelolahan miliknya, Senin (22/10/2012).

Tak berbekal pendidikan apapun alias tak bersekolah, wanita dengan empat anak itu terbilang sukses. Hanya dengan keuntungan yang diperolehnya, dia sudah menunaikan ibadah Haji dan Umroh beberapa kali.

Meski dia tak bersekolah, Damrah tidak ingin anak-anaknya mengalami sepertinya. Dari usaha tersebut, ia mampu menyekolahkan keempat anaknya hienggak duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA).

"Kalo saya mah enggak sekolah. TK aja enggak. Tapi Alhamdulilah, anak empat orang sekolah semua. Ya sampe lulus SMA atau STM. Kalau saya naik Haji dua kali, Umrohnya juga udah dua kali. Ya dari hasil ini (ikan asin). Makanya Ibu bersyukur, orang enggak sekolah tapi Alhamdulilah bisa Haji sama Umroh," ujar Damrah tersenyum.

Meski terbilang sukses, bukan berarti usaha yang dijalaninya tak ada masa surut. Terkadang apabila hasil tangkapan ikan di laut oleh nelayan tak banyak, tentu penghasilan yang di dapatnya juga menurun.

"Ya, kalau lagi banjir (banyak) sebulan bisa sampe 10 ton. Kalo lagi dikit ya kadang enggak banyak, untungnya juga dikit. Kalo (jumlah) untungnya enggak nentu, waktu lagi sepi sebulan paling 5 juta rupiah, kalo lagi banjir (banyak) bisa sampe 20 juta," ungkap Damrah menjelaskan.

Dengan bakat dan keterampilan yang diturunkan dari keluarga, wanita asli Banten itu menceritakan proses pembuatan dan usaha Ikan Asin yang sudah lama digeluti keluarganya dan menjadi sumber mata pencahariannya tersebut.

"Awalnya Ikan kita ambil langsung di nelayan yang lelang. Dibeli ikan mentahannya terus ikannya kita bawa ke sini (untuk dikelola)," terangnya.

Setelah ikan tiba di tempatnya, ikan tersebut direndam di dalam air garam pada sebuah bak besar selama satu hari. Hal itu agar garam dapat meresap pada daging ikan.

"Besoknya dibelek (dibelah) ikannya, digarem lagi pake garem pasir. Abis itu dicuci dan dijemur dua hari. Baru udah bisa diangkat di jual," katanya menambahkan.

Ikan yang dipilih untuk diasinkan pun terdiri dari berbagai jenis. Seperti Tongkol, Mayung, dan Remang, sama yang laen.

Proses secara keseluruhan membuat ikan asin dikatakannya bervariasi, bisa tiga sampai empat hari dari awal hingga proses akhir untuk siap dijual.

Dalam sekali 'panen' (empat hari), dirinya mengaku bisa memaketkan 15 sampai 20 kardus. Satu kardus rata-rata memiliki isi 60 kilogram ikan asin.

Satu kilogram ikan asin bervariasi harganya, tergantung jenis ikan yang diasinkan. Untuk ikan asin tongkol 1 kilogram, harga normalnya Rp 14.000. Sedangkan untuk ikan Remang 1 kilogram harganya mencapai Rp 18.000.

Pelanggan yang datang membeli ikan asin hasil olahannya bukan cuma dari Jakarta, tetapi dari berbagai kota luar Jakarta lainnya.

"Ada yang dari Bogor, Parung, Bekasi, kalo Jakarta sih hampir semua," tutup Damrah, sambil merapikan ikan asin yang akan dikepak dalam kardus.

sumber :  kompas.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar