Kamis, 13 Desember 2012

Pengusaha Asal Padang


Midi terlahir dari keluarga dari ekonomi lemah. Kedua orang tuanya hanya petani di Padang Sibusuak. Namun hal itu tidak pernah membuatnya berputus asa. Dari kecil semangatnya sudah dipupuk sedemikian rupa. Hal itu tergambar dari tindakan yang dilakukannya.

Untuk menambah penghasilan dan membantu meringankan kedua orang tuanya, sepulang sekolah Midi rela menggembala sapi sambil mencari kayu bakar. Kayu bakar itu dijualnya kepada tukang pedati yang mensuplai kayu tersebut ke rumah-rumah makan di daerah setempat. Akhirnya walau dengan berat hati, dia tinggalkan kampong halamannya. Tekadnya hanya satu, mambangkik batang tarandam, demi mengubah nasib keluarganya yang nestapa. 

Riau menjadi daerah pilihan Midi mengadu nasib. Sesampai di sana, ia kerja serabutan. Dari tukang perabot sampai berjualan kacang goreng. Daerah ini hanya sebagai batu loncatan, karena setelah lima bulan, Midi yang merantau dalam usia 14 tahun ini, hijrah ke Dumai. Di sini ia bertahan selama satu bulan. 

Belum puas mengakhiri petualangannya, Midi pun pindah lagi ke Bagansiapiapi. Di daerah yang mayoritas dihuni warga keturunan Tionghoa ini, Midi terpaksa tidur di palanta pedagang kaki lima, karena memang tidak memiliki saudara di sana. Makan pun Midi kesulitan, karena dia hanya mempunyai bekal uang untuk dua hari makan. Itupun sisa uangnya dari Dumai. 

Saat bekal itu habis, Midi pun mencari akal untuk dapat terus makan dan bertahan hidup. Dia tongkrongi pedagang pisang goreng. Tapi dia tidak berani meminta. Sampai kedai pisang goreng tutup dan membuang sisa pisang gorengnya, Midi memberanikan diri mengambil makanan yang telah dibuang itu. Begitulah, hari-hari dijalani Midi remaja yang tidak mau meminta-minta, meskipun dalam kesulitan yang teramat sangat. 

Di samping itu, Midi tetap berusaha untuk mencari pekerjaan untuk menopang hidupnya yang jauh dari sanak keluarga. Ia mencoba melamar bekerja pada sebuah kapal milik orang Tionghoa. 

Hari pertama Midi ditolak karena dianggap masih kecil. Tak patah semangat, hari berikutnya dia mencoba lagi. Baru pada hari keempat berkat kegigihannya, Midi akhirnya diterima juga bekerja di kapal itu. 

Waktu itu dia belum mendapatkan kepastian soal gajinya. Namun itu tidak membuat dia malas. Malah itu melecut dirinya untuk bekerja dengan baik. Akhirnya berkat rajin dan jujur, tidak hanya gaji yang cukup saja diterimanya, lebih dari itu dia juga mendapatkan kepercayaan mengantar ikan-ikan hasil tangkapan dari Sibolga, Sumatera Utara dan Subang, Aceh ke Singapura. 

Sambil terus menjaga hubungan baik dengan pimpinan yang orang Tionghoa itu, Midi berusaha mencari relasi dan koneksi agar ia bisa menetap di Singapura. Berkat tekadnya yang kuat iapun mendapat kenalan orang Bukittinggi, Herman, dan mengajaknya kerja di dok Kapal. Di sini, Midi bekerja membersihkan kapal dari pukul 22.00 WIB sampai pukul 5.00 waktu Singapura. 

Cepat kaki ringan tangan, namun salero lapeh juo. Midi selalu tidak melupakan pepatah ini. Ketika bekerja di dok kapal ini banyak bule minta dicucikan pakaian mereka. Dia tidak malu melakukan pekerjaan itu. Malah bule-bule tersebut memberi tips yang disimpannya  untuk modal kehidupannya. Setelah cukup banyak, dia depositokan uang itu ke bank. 

Selepas itu, Midi bekerja mendesain pada orang Bombay. Sampai Midi dan dua orang rekannya dikirim ke Korea, Jepang, dan Taiwan khusus untuk mempelajari cara mendesain pakaian. Ketika itu, ia sudah berusia 17 tahun dan mempunyai dua orang anak buah perkawinannya dengan Yusni Bin Jaruman, gadis pilihan orang tuanya. 
Sepulang dari Korea, Midi meminta izin kepada bosnya untuk berhenti bekerja dengan alasan ingin mandiri dan membuka usaha sendiri. Guna memuluskan usahanya itu, dia melakukan kerjasama dengan orang Tionghoa di Singapura untuk mensuplai kain-kain dari Singapura ke Malaysia. 

Tepatnya toko-toko kain yang berjejer di sepanjang Jalan Masjid India Kuala Lumpur. Kawasan ini memang dari dulu didominasi oleh pedagang asal Minangkabau. Tidak ada satu toko kain pun di kawasan itu yang dilewati oleh Midi. Sampai akhirnya Midi memiliki toko sendiri di kawasan Masjid India. 

Walau demikian, ia masih bolak-balik Singapura-Malaysia. Seiring dengan itu, tokonya terus berkembang dari satu pintu menjadi enam pintu. Semuanya tidak terlepas dari kejujuran, keuletannya, dan keikhlasannya. Toko itu tersebar di kota-kota besar di Semenanjung Malaysia, di antaranya di Jalan Masjid India Kuala Lumpur, Kajang, dan Genting Higlands. 

Setelah merasa mapan, Midi pun memboyong anak dan istrinya ke Malaysia. Sebelumnya, istrinya dan dua orang anaknya Hariman dan Monarita masih tetap berdomisili di Indonesia, tepatnya di Medan, Sumatera Utara. 

Sejak itulah, ia bersama istrinya mulai menggarap usahanya bersama-sama. Sampai akhirnya, sekitar tahun 1994 badai melanda usahanya. Krisis moneter telah menyebabkan uang yang didepositokan Midi, nilai anjlok sampai dua kali lipat dari dana yang didepositkannya. 

Diperkirakan nilainya sekarang sekitar Rp300 juta. Mengetahui hal itu, Midi dan istrinya sempat pingsan. Uang yang selama ini dikumpulkan satu sen, dua sen jadi tidak ada nilainya. Tentu ini juga berimbas kepada perkembangan toko kainnya, hingga akhirnya toko tersebut hanya tinggal dua pintu saja. 

Meski demikian, semua itu tidak membuat Midi berputus asa. Ia menyadari inilah yang namanya hidup. Perlahan dia bangkit lagi, kali ini Midi mencoba mencari usaha yang tidak akan pernah sepi pembeli meski dalam keadaan krisis. Akhirnya pilihannya jatuh kepada usaha rumah makan. 

Kebetulan ia juga bertemu dengan pengusaha Minang, Auwines asal Sungai Puar, Kabupaten Agam. Auwines adalah pengusaha sukses dengan berbagai bisnis yang dijalankannya di beberapa negara di Asia. Termasuk restoran masakan padang ‘Sari Ratu' yang sudah tersebar di beberapa daerah di Indonesia. Saat restorannya di Jakarta sudah berjumlah 19 unit. 

Tahun 2001, Midi mencoba mengembangkan usaha rumah makan padang bekerjasama dengan Auwines. Namun berbeda dengan rumah makan padang lainnya yang biasa kita jumpai. Restoran Sari Ratu selain memperhatikan cita rasa, rumah makan ini juga dikemas dengan gaya dan inovasi baru. Termasuk peralatan yang digunakan semua dikemas dengan gaya yang modern. 

Awalnya Sari Ratu dibuka di Desa Pandan. Ternyata pilihan Midi untuk mengembangkan usaha masakan Padang tidak sia-sia. Perkembangannya begitu pesat, makanya dia mulai melebarkan sayapnya dan membuka cabang baru di Genting Highlands. Namun di sini tidak berkembang, meski lokasinya representataif. Akhirnya rumah makan di sini diganti dengan toko kain. 

"Mungkin karena di sana lokasi perjudian, mereka yang kalah tidak terpikir lagi untuk makan," duga Midi.  
Belajar dari berbagai pengalaman yang telah dilaluinya, Midi tidak mau gegabah. Dia jadi lebih teliti memilih tempat guna mengembangkan restorannya. Hingga akhirnya restoran yang dikenal dengan Indonesia Food, Authentic Nasi Padang ini berkembang pesat. 

Selanjutnya, kembali dibuka cabang di Bukit Bintang Kuala Lumpur, diikuti perluasan di area Ampang Water Front. Restoran yang Ampang ini diresmikan oleh Megawati. Dan restoran keempat dibuka di Mid Valley Kuala Lumpur. 

Sekarang juga dibuka cabang yang kelima yang terdapat di Petaling Jaya tepatnya di kawasan Kelana Jaya dan diresmikan 7 April 2008 oleh Kuasa Usaha AD Interim KBRI Kuala Lumpur yang juga Wakil Duta Besar Indonesia di Malaysia, Tatang Budie Utama Razak. 

Sekarang Midi sudah memiliki empat anak. Putra pertamanya Hariman, 30 tahun, dan putri ketiganya Enika (kependekaan dari Enam November Indonesia Kuala Lumpur), 25 tahun, juga mengikuti jejaknya berdagang. 

Sedangkan putri keduanya Monarita memilih bekerja pada salah satu bank di Kuala Lumpur dan putra keempatnya M.Arifin, 17 tahun, masih menempuh pendidikan. Jika mendapat nilai bagus, tahun depan akan dikirim kuliah ke Amerika dibiayai oleh Kerajaan Malaysia. 

Selain itu, ia mempunyai anak angkat yang dambilnya dari Jakarta dan disekolahkan di Malaysia. Sebagian dari mereka sekarang sudah ada yang bekerja di kantor pajak dan cukai di Indonesia. 

Menurut Midi, untuk meraih kesuksesan modal utamanya adalah kejujuran. "Uang bisa saja habis, tapi jika kita pandai menjaga kepercayaan orang, insya Allah semuanya akan berjalan lancar," katanya.

Sumber : noki-hamda.blogspot.com

1 komentar:

  1. terimakasih telah berbagi cerita yang sangat menginspirasi, menumbuhkan semangat bagi para pembaca yang ingin merintis usaha terutama dibidang kuliner...
    Aplikasi Kasir Rumah Makan

    BalasHapus