Kamis, 13 Desember 2012

Sukses Tandean Rustandy


Berbisnis selama 18 tahun dengan hasil yang menakjubkan tidak membuat Tandean Rustandy berubah. Penampilannya tetap sederhana. Bagi dia, pabrik adalah sekolah yang mendidik orang agar berguna bagi masyarakat dan lingkungan.

Untuk mengetahui pengalamannya dalam mengelola perusahaan keramiknya sehingga menghuni peringkat kedua terbesar di Indonesia, berikut adalah petikan wawancaranya.

Kapan Anda mulai menekuni bisnis keramik dan memilih fokus di sektor ini?
Ini penyelenggaraan Tuhan. Saya pulang belajar dari Amerika Serikat dan bekerja pada bagian keuangan di sebuah perusahaan kayu di Kalimantan. Mereka cuma menebang kayu, tak pernah menanam. Itu membuat saya tak betah berkutat di bisnis perkayuan. Sudah menjadi rahasia umum, bisnis di sektor itu amat sarat dengan korupsi.

Lalu saya memilih ke luar dari sana. Kemudian ada teman yang mengajak kerja sama pada usaha keramik ini. Jadi, semuanya berjalan apa adanya. Ide itu datang ketika seorang teman saya mengatakan bahwa berjualan keramik itu enak.

Dalam kenyataannya, membangun pabrik lantai keramik itu tidak gampang, harus memiliki modal besar dan menguasai teknologi tinggi yang dimiliki oleh orang asing. Maka, selama 1 tahun, dengan intensif saya mempelajari industri lantai keramik.

Pada 1993, saya mendirikan PT Arwana Citra Mulia dan membangun pabrik pertama di Tangerang. Modal awal dari PT Bank Negara Indonesia (BNI) sebesar Rp15 miliar-Rp17 miliar, dari Rp25 miliar untuk membangun pabrik pertama ini.

Aset awalnya yang cuma Rp 40 miliar kini telah menjadi Rp 900 miliar. Saya membeli pabrik ini dari Anggodo yang sekarang sangat terkenal itu. Sejak 2001 sudah mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta.

Mengapa Anda memilih nama Arwana? Apakah memilih arti khusus?
Ini singkatan dari Arab, Jawa, dan China. Jadi waktu kuliah di Colorado, Amerika Serikat, saya memiliki banyak teman dari tempat-tempat itu. Kami saat itu sudah biasa menyapa teman bukan dengan nama, tetapi cukup mengatakan China atau Arab.

Nah waktu itu pabrik ini dimulai kita pakai Arwana karena waktu itu memang mitranya dari Arab, Jawa, dan China. Tetapi kini mereka sudah lepas dan tinggal saya. Waktu itu masing-masing 30%. Namun waktu IPO (penawaran saham perdana) pada 2001, mereka pelan-pelan melepaskan semua saham mereka. Mungkin mereka hanya investasi. Kalau saya kan punya keterlibatan dan tanggung jawab dengan karyawan di sini.

Apalagi pada saat krisis moneter pada 1998 dan 2008. Waktu itu banyak pabrik tutup. Namun saya mati-matian bertahan. Kami beda. Arwana bukan semata mengejar profit. Ia bertahan karena keyakinan bahwa perusahaan keramik ini harus ada sebagai sumbangan bagi negara.

Selain itu, nama Arwana itu merupakan nama ikan yang khas di Indonesia. Saya pikir keramik adalah salah satu produk yang khas dan bisa mengangkat negeri ini. Ungkapan sumbangan untuk negara kedengaran seperti klise. Bagaiamana Anda menghayati hal itu? Tidak. Saya hayati secara serius. Bagi saya lebih baik negara yang kaya daripada warganya. Kalau saya kaya, tetapi negara miskin, saya tidak nyaman. Sebaliknya, kalau negara kaya, negara bisa melindungi saya. Saya membuktikan sumbangan itu. Tahun lalu saja perusahaan ini membayar Rp100 miliar untuk pajak. Andaikan semakin banyak orang berusaha dan membayar pajak itu sangat bagus.

Itulah sebabnya dari awal saya tidak berpikir untuk menjadikan ini sebagai perusahaan keluarga. Saya hanya menginginkan perusahaan ini berusia panjang tanpa peduli siapa yang mendirikannya. 

Mengapa Anda membidik target pasar dari produk Arwana untuk kelas ke bawah?
Sekarang di Indonesia siapa yang punya tabungan paling sedikit? Yang paling susah mendapat uang? Masyarakat menengah ke bawah. Nah mereka kalau membeli keramik pasti ke daerah pinggiran. Tidak berani ke tempat yang lebih baik. Mereka tidak punya keberanian, tidak punya daya tawar.

Kalau orang dengan banyak uang bisa pergi ke tempat yang lebih mahal, karena daya tawarnya tinggi. Karenanya kami fokus ke masyarakat menengah bawah. Semua karyawan di sini saya tekankan bahwa pangsa pasar kita menengah bawah. Orang miskin. Jadi kalau kita menghasilkan barang yang tak berkualitas lagi, ini namanya bangsat.

Saya tidak tersinggung kalau orang bilang tidak pernah dengar nama keramik Arwana. Kami ini satu-satunya pabrik keramik di Indonesia yang bukan tukang jahit. Jadi tidak bisa ada yang datang pesan merek ini atau itu.

Kami tetap dengan merek Arwana, dan per hari menghasilkan 110.000 meter persegi dengan merek tunggal Arwana. Tapi 22 Februari besok kami tingkatkan menjadi 112.000 meter persegi dan pada akhir tahun bisa 120.000 meter persegi. Untuk ekspansi itu membutuhkan dana sekitar Rp100 miliar dengan persentase 65% pinjaman dari BNI, sisanya kas perusahaan.

Karena itu, kita harus terus fokus ke menengah bawah. Harga tetap tidak naik beberapa tahun ini, tetapi keuntungan naik. Semuanya karena produktivitas. Efisiensi.

Waktu itu, harga keramik US$5 per kardus sekarang sudah turun US$2 per kardus. Itu terendah di China. Saya berani jamin bahwa perusahaan keramik kami memiliki biaya produksi yang paling rendah di Asia. Itu sebabnya kami tidak pernah takut bersaing dengan produk dari luar. Kami bisa jual yang paling rendah Rp24.000 per meter per segi atau per dos.

Namun, itu tidak berarti kualitas diabaikan. Kami menggunakan mesin yang paling baik dari Italia, Sacmi. Kalau mengabaikan kualitas, tidak mungkin kami mendapatkan berbagai penghargaan,termasuk dari majalah Forbes sebagai salah satu emiten terbaik di Asia Pasifik. Sebagai perusahaan keramik, kami itu nomor dua diIndonesia dan nomor 16 di dunia.

Apa yang Anda lakukan untuk mencapai kinerja perusahaan di usia Anda yang masih relatif muda dan umur perusahaan yang baru 18 tahun? Saya setiap pekan datang ke pabrik. Saya paling rajin ke sana, tetapi jarang keluar sehingga kurang dikenal publik. Kalau meninjau pasar,saya menyamar sebagai staf pemasaran. Untuk menanamkan keyakinan masyarakat menengah ke bawah, kami tetap menjaga kualitasnya agar harus bagus.

Saya juga menekankan untuk tetap menjaga lingkungan, pabrik dengan taman yang asri dan luas. Saya mau bersaing dengan siapa pun soal kebersihan perusahaan. Lihat itu di pabrik ada taman, saya pelihara ular, unggas, dan binatang-binatanglain.

Nuansa taman hijau di kawasan pabrik mulai kapan diterapkan dan apa maksudnya? Selama ini kan pabrik keramik terkesan jorok, jadi orang-orang takut. Namun, saya mau membuktikan kalau pabrik kami tidak jorok. Di sini bisa dilihat, binatang yang satu dan lainnya tidak saling memakan. Layaknya sahabat, di Surabaya dan Cikande, Banten, juga. Coba bisa dilihat, dalam lingkungan pabrik ada taman, dan sudah 18 tahun masih terpelihara.

Ini ada kolam. Kita lihat sendiri kalau kolam ini sumber airnya yang paling kotor. Air ini dari WC, tapi tertampung disini, jadi orang bilang jorok, tapi sekarang dicium enggak berbau apa-apa.

Ada juga patung Budha di sana. Kami memaknai ini, sebagai cinta Bhineka Tunggal Eka, dan saya datangkan khusus dari Magelang. Orang yang memahatnya orang Islam, dan enggak terjadi apa-apa, mereka sangat mahir. Nah yang disana depan musala ada patung Borobudur dengan berbagai ceritanya, itu juga saya datangkan supaya pabrik itu seperti rumah.

Apa bukti lain bahwa perusahaan Anda memberi kontribusi bagi negara? Kami terlibat membangun rumah tentara, kami suplai keramiknya. Keramiknya gratis. Untuk rusunawa dan rusunami juga kami pasokan keramik dengan harga 30% di bawah harga pasar.

Karena yang beli juga orang kecil. Jadi kami berikan diskon tinggi. Lagi pula saya dapat bunga dari bank rendah karena reputasi yang baik. Juga efiesiensi kami tinggi. Kami bisa untung dan membangun pabrik lagi.
Tidak ada masalah karena perusahaan tetap memberikan dividen 2,5% – 3% per saham. Pertumbuhan keuntungan pada tahun ini kami harap bisa 15%. Tahun lalu juga 15%. Kami memang dianggap kecil tetapi memberi keuntungan terus-menerus dan terus mantap bertumbuh.

Apa Anda optimistis soal industri keramik ke depan? Saya sangat optimis karena penggunaan ubin keramik kita masih kecil. Rata-rata rumah di Indonesia hanya menggunakan keramik 1 meterpersegi. Vietnam sudah hampir 3 meter persegi. Jadi kita relatif masih bisa bertumbuh. Karena pertumbuhan ekomomi masih ada peluang dan Arwana optimis soal ini. Kami juga akan terus memperluas kapasitas pabrik.

Bagaimana menghadapi pesaing dari luar, terutama dari China? Indonesia sudah jadi pangsa pasar produk China dan mereka sudah membangun pabrik disini. Sebagaimana barang-barang buatan Chinayang meluber di Tanah Air, harga keramiknya juga sangat kompetitif. Maklum, harga bahan baku di China memang lebih murah ketimbang di Indonesia. Tapi kami lebih mengerti selera konsumen Indonesia ketimbang orang asing. Lagi pula, kami sangat efisien dan biaya produksi juga rendah. Jadi kami tidak pernah takut.

Apa Anda berniat untuk mengembangkan bisnis di luar keramik? Tidak. Saya akan fokus di sini. Saya bisa membantu orang dengan perusahaan ini. Saya ingin membantu orang susah. Keramik itu dibuat dari tanah yang tidak produktif, dan itu milik orang susah. Dengan menjualnya kepada kami, mereka jadi untung. Untuk mengangkut bahan baku ituke pabriknya, kami sengaja menyewa truk mereka. Jadi, semuanya bisa berputar.

Kapan Anda mengalami tantangan paling berat dalam berbisnis? Dulu pada 1997, saat krisis moneter sektor properti merupakan yang paling terpukul, tentu saja industri lantai keramik pun ikut terseret. Singkat kata, ketiga pabrik Grup Arwana dalam kondisi SOS. Untungnya, saya tidak panik. Meski harus rugi, saya tidak menutup pabrik.

Kalau pabrik itu disetop, banyak karyawan resah, akibatnya bisa lebih buruk lagi. Orang menganggur itu suka berpikir negatif. Guna menekan biaya, saya memilih menunda pembayaran cicilan utang kepada bank dan para supplier. Dengan mengatakan keadaan yang sebenarnya,mereka bisa mengerti. Selama kita sabar dan tabah, pasti ada jalan.

Apa Anda punya tokoh idola dalam berbisnis atau dalam hidup Anda? Saya tidak mempunyai tokoh idola. Namun, saya adalah pengagum mantan Presiden Amerika Serikat Franklin Delano Roosevelt, yang mampu membangkitkan perekonomian negerinya meski dia lumpuh karena polio. Spiritnya luar biasa.

Apa ada impian Anda yang masih harus dikejar? Impian saya satu, yaitu anak-anak saya memiliki hati seperti saya. Hati yang mau berjuang dan melayani orang lain. Tidak sekadar mencari profit.

Siapa pesaing Anda selama ini? Apa kiat-kiat untuk menghadapi mereka? Saya tidak pernah memikirkan mereka. Musuh utama saya adalah diri saya. Kalau saya berpikir orang lain sebagai pesaing saya mulai berpikir negatif tentang mereka. Silakan setiap orang berjuang dan bersaing untuk memberi yang terbaik untuk masyarakat.

Saya juga tidak pernah punya target menjadi nomor sekian atau sekian. Mengalir saja. Yang penting semangat dan berusaha memberi kontribusi kepada orang lain.
Oleh Candra Setya Santoso & Abraham Runga Mali.

Sumber : blocknotinspire.blogspot.com

1 komentar: