Rabu, 12 Desember 2012

Ide Bisnis Detergen


Detergen lerak tak hanya ramah lingkungan, tapi juga ampuh membersihkan kotoran dan mengawetkan warna pakaian. Permintaan sabun cuci cair ini terus meningkat. Produsen detergen dari biji pohon lerak tersebut bisa mengantongi pemasukan hingga Rp 50 juta per bulan.
LImbah rumah tangga berupa air bekas cucian baju yang berisi detergen merupakan bahan pencemar lingkungan. Selain mengotori air tanah, air yang mengandung detergen juga bisa mengganggu ekosistem sungai.
Soalnya, detergen mengandung bahan kimia, seperti fosfat, silikat, dan pewarna yang berbahaya bagi kelestarian air. Karena itu, seiring dengan semangat melestarikan lingkungan, muncullah bermacam detergen yang ramah lingkungan sehingga tidak merusak alam.
Salah satunya, detergen yang memakai Sapindus rarak de candole atau yang populer dengan sebutan lerak alias lamuran sebagai bahan baku. Lerak adalah pohon dengan kualitas kayu yang setara dengan kayu jati dan banyak tumbuh di Pulau Jawa dan Sumatra.
Nah, biji pohon itu mengandung saponin yang menghasilkan busa dan berfungsi sebagai bahan pencuci dan pembersih. Biji lerak terbungkus kulit cukup keras bulat seperti kelereng. Kalau sudah masak, warnanya cokelat kehitaman dan permukaan licin dan mengilat.
Tak hanya pakaian, biji lerak juga bisa dimanfaatkan sebagai pembersih berbagai perkakas memasak. Saat ini, detergen lerak banyak dipakai untuk mencuci kain batik guna menjaga kualitas warna sehingga tidak kusam.
Firdaus Romdhani, produsen detergen lerak dengan merek Sidomukti di Solo, Jawa Tengah, bilang, sebagai kota batik, permintaan detergen ramah lingkungan ini di Solo terus menanjak dua tahun terakhir. “Detergen lerak lebih ramah lingkungan, sebab 90% bahan bakunya berasal dari ekstrak biji lerak yang alami,” katanya.
Tak cuma ramah lingkungan, menurut Romdhani, detergen lerak juga lebih baik dibandingkan dengan detergen berbahan kimia. Pasalnya, warna kain yang dicuci dengan detergen lerak tidak mudah pudar dan kusam dalam jangka waktu lama. Sehingga, kain menjadi lebih awet. “Detergen lerak sangat baik untuk mencuci kain berwarna. Sayang kan jika baju mahal tidak dirawat dengan baik,” ujarnya.
Saban bulan, Romdhani memproduksi 150 karton atau 1.800 botol detergen lerak dengan ukuran 300 mililiter (ml). Harga jual per botol Rp 10.000. Itu harga eceran, kalau membeli dalam jumlah banyak, harganya bisa lebih murah lagi.
Selain Solo, Romdhani menjual detergen lerak buatannya di Yogyakarta, Semarang, dan Cirebon. Pembelinya tidak hanya perorangan saja, tapi juga para perajin dan toko batik. Khusus perajin batik, ia melayani pembelian dalam botol ukuran 1 liter. Romdhani bisa meraup pendapatan Rp 12 juta sebulan.
Cara pemakaiannya, detergen dicampurkan ke dalam air suam-suam kuku atawa hangat. Aduk sampai rata dan siap digunakan untuk mencuci pakaian.
Produsen detergen lerak lainnya yakni, Robert Afros Sultansyah di Sidoarjo, Jawa Timur. Di bawah bendera Nusantara Mandiri Co, ia membuat detergen lerak dengan merek Sabun Sari Lerak. Kapasitas produksinya lumayan besar, 500 botol ukuran 500 cc per hari.
Robert memasarkan detergen lerak bikinannya di wilayah Sidoarjo dengan harga Rp 15.000 per botol. Tiap bulan, ia mampu meraup omzet hingga Rp 40 juta sampai Rp 50 juta.
Untuk memproduksi sabun cuci lerak, sebenarnya cukup mudah. Romdhani menjelaskan, ada beberapa tahap dalam proses pembuatan detergen ini. Pertama-tama, merebus biji lerak selama satu dua jam. Setelah itu, biji lerak akan menghasilkan semacam minyak.
Setelah mendapatkan tingkat kekentalan yang diinginkan, air rebusan biji lerak kemudian disaring. Hasil saringan lalu didiamkan beberapa saat sampai dingin. Habis itu sudah bisa langsung dikemas ke dalam botol. Gampang bukan?
Lantaran ekstrak biji lerak memiliki aroma khas yang tidak semua konsumen suka, kita bisa memberikan campuran bahan pewangi dalam jumlah sangat sedikit, tidak lebih 1% dari volume ekstrak biji lerak.
Robert mengatakan, untuk menghasilkan 500 botol detergen lerak cair ukuran 500 cc, paling tidak butuh dua kuintal biji lerak. Adapun Romdhani memerlukan sekitar 1 kuintal biji lerak untuk membuat 1.800 botol sabun cuci lerak berukuran 300 ml.
“Banyak sedikitnya biji lerak yang dipakai tergantung tingkat kepekatan yang ingin dibuat,” ungkap Romdhani. Ia menambahkan, seluruh proses pembuatan detergen lerak akan menyusutkan ukuran biji lerak 10%.
Tidak terlalu sulit mendapatkan biji lerak. Robert mengaku memperoleh bahan baku tersebut dari pengepul yang ada di Sidoarjo. “Cukup mudah didapat,” kata Robert. Namun, kadang kala ia juga mendatangkan biji lerak dari sejumlah wilayah di Jawa Tengah semisal Klaten.
Romdhani juga tidak menemui banyak kesulitan untuk mendapatkan pasokan biji lerak. Sama seperti Robert, ia memperoleh bahan baku itu dari pengepul di wilayah Surakarta, Semarang, Ambarawa, Wonogiri, serta Wonosari.
Baik Romdhani dan Robert yakin, ke depan, permintaan detergen lerak bakal semakin meningkat. Soalnya, batik mulai menjadi primadona di negeri sendiri. Sehingga, industri batik lokal akan semakin tumbuh.
Apalagi, tingkat kesadaran masyarakat akan pelestarian lingkungan semakin tinggi. Dengan begitu, mereka akan memakai bahan-bahan yang ramah lingkungan seperti detergen lerak. Dan, sabun cuci ini merupakan warisan budaya nasional. “Karena, sudah dipakai sejak zaman dulu, jadi harus dilestarikan,” tambah Romdhani.
Sumber : jpmi.or.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar