Senin, 17 Desember 2012

Perusahaan Keluarga


Perusahaan keluarga adalah perusahaan yang dimiliki dan dikelolah oleh anggota-anggota keluarganya. Misalnya saja pemilik perusahaan adalah bapaknya, direkturnya anak pertama, dan wakil direkturnya anak kedua. Banyak perusahaan keluarga yang sukses luar biasa, misalnya saja, Maspion grup, Ciputra, Nyonya Meneer, Sidomuncul, dan Meco. Tetapi, lebih banyak lagi perusahaan keluarga yang hancur. Saya rasa, ungkapan “Generasi pertama menciptakan, generasi kedua mengembangkan, dan generasi ketiga menghancurkan” sangat tepat bagi jenis perusahaan ini. Apa yang menjadi penyebabnya, dan pernahkah ada orang yang berhasil keluar dari krisis ini, dan bagaimana caranya ? Saya akan membagikan pengalaman saya berinteraksi di perusahaan jenis ini. Bagaimana rasanya ? Bagi generasi kedua yang menyerahkan tongkat estafet ke generasi berikutnya seakan-akan memakan buah simalakama, “Pilih harta keluarga atau nyawa keluarga !”

Sebenarnya, manajemen perusahaan keluarga terbatas pada orang-orang di keluarga intinya. Misalnya saja anak-anaknya dan cucu-cucunya. Tetapi ada juga pemilik bayangan yang mengontrol perusahaan ini secara tersembunyi, yaitu istri – istri mereka. Saya sangat percaya dengan peribahasa cina yang mengatakan bahwa di belakang seorang pria yang sukses ada seorang wanita. Demikian juga di balik seorang pria yang gagal juga terdapat seorang wanita. Mungkin contoh yang paling nyata mengenai kesuksesan dan kegagalan seorang laki-laki ini adalah mantan presiden kita. Ketika istrinya mati, jabatannya mulai goyah dan mulai muncul  rasa ketidakpuasan terhadapnya serta bangkitnya penghianat di antara pengikut-pengikut yang paling setianya.

Para wanita ini tidak memiliki jabatan struktural di organisasi. Wewenang mereka tidak jelas, namun kekuasaan mereka melebihi nama-nama yang masuk dalam sturuktur organisasi perusahaan keluarga tersebut. Mungkin, jabatan mereka adalah “istri bos”, makanya bisa memiliki kekuasaan yang sama. Bagi saya, mereka adalah salah satu penyebab runtuhnya perusahaan keluarga. Karena itu sebisa mungkin jangan pernah membiarkan mereka ikut campur dalam pengelolahan perusahaan. Nanti saya akan mencoba membahas bagaimana istri bos ini bisa menjatuhkan perusahaan keluarga ini.

Kebetulan sekali saya bekerja di perusahaan keluarga yang saat ini sedang berada di generasi ketiga. Rasanya tepat sekali ungkapan “Generasi pertama menciptakan, generasi kedua mengembangkan, dan generasi ketiga menghancurkan” karena memang itulah yang sedang saya alami. Generasi pertama tempat saya bekerja dimulai dari sebuah toko yang ukurannya 6X15m. Waktu itu modalnya masih pas-pasan dengan tekad yang besar. Untuk makan saja masih susah, apalagi untuk berkembang. Singkatnya, generasi pertama inilah yang menciptakan toko tempat saya bekerja saat ini. Generasi kedua melanjutkan usaha ini dan mengembangkannya dengan membuat produk sendiri. Pertimbangannya, menjual produk orang lain memberikan keuntungan yang pas-pasan. Sementara menjual produk buatan sendiri memberikan keuntungan yang lebih besar. Hasil yang dicapai generasi kedua ini adalah perluasan tempat usahanya, mereka membeli rumah yang ada di belakangnya. Standar hidupnya meningkat dari pas-pasan menjadi berkecukupan.

Saya tidak terlalu mengerti bagaimana perjuangan generasi kedua ini, tetapi yang saya dengar, mereka melakukan penghematan yang luar biasa demi kemajuan usahanya ini. Hebatnya, modal usahanya bukan dari hutang bank. Generasi kedua berhasil memantapkan langkah generasi pertama dan menyiapkannya untuk generasi berikutnya, yaitu generasi yang akan menghancurkan usaha generasi-generasi sebelumnya.

Perbedaan utama generasi kedua dengan generasi ketiga adalah gaya hidup mereka. Generasi kedua yang meneruskan perjuangan generasi pertama hidup dalam keadaan pas-pasan dan tekad yang kuat untuk merubah nasib mereka. Generasi kedua ini merasakan pahitnya hidup mereka dan berkomitmen untuk memberikan kehidupan yang lebih baik untuk anak-anak mereka. Jika mereka hanya makan sehari sekali, anak-anak mereka harus makan sehari tiga kali. Jika mereka naik sepeda motor, anak-anak mereka harus naik mobil. Mengapa ? Karena hidup serba kekurangan tidak enak, waktu masih menjadi anak mereka hanya bisa memimipikan enaknya jadi orang kaya. Begitu dewasa mereka masih saja tetap sengsara. Dan itu adalah hidup yang tidak menyenangkan untuk dijalani ! Cukup sampai di sini saja penderitaan kita pikir generasi kedua, anak-anak kita harus memiliki kehidupan yang lebih berkualitas !

Begitu, genereasi kedua berhasil mengembangkan usaha generasi pertama dan memiliki cukup uang untuk diri mereka dan anak-anak mereka. Maka mulailah mereka meningkatkan taraf hidup anak-anaknya. Si anak tidak boleh melakukan pekerjaan keras, kebutuhan dan keinginan anak dicukupinya, dan pada intinya si anak dimanja. Saya yakin bahwa harapan semua orang tua adalah memberikan yang terbaik untuk anak - anak mereka.  Bapak dan ibu boleh makan lauk pauk sisa kemarin, tetapi anak-anak harus makan masakan hari ini. Ayah dan ibu boleh tidak sekolah, tetapi buah hati mereka harus sekolah sampai menjadi sarjana, kalau perlu sampai sekolah ke luar negeri. Papa dan mama harus hidup hemat supaya anak - anak mereka bisa memiliki modal usaha, menikah, dan memiliki rumah sendiri. Pendeknya, anak-anak generasi kedua tidak boleh merasakan penderitaan dan kekurangan. Dan inilah alasan utama mengapa generasi ketiga sering disebut sebagai generasi yang menghancurkan perusahaan keluarga.

Saya merasakan bahwa generasi kedua adalah generasi yang memiliki tanggungjawab yang luar biasa besar bagi kesuksesan perusahaan keluarga ini. Beban pertama mereka adalah melanjutkan perjuangan generasi pertama. Dan beban kedua adalah mendidik generasi berikutnya untuk melanjutkan perjuangan mereka. Susahnya, kedua tanggungjawab ini harus dikerjakan dalam waktu bersamaan. Biasanya, generasi kedua hanya berhasil mengerjakan salah satunya, entah itu mendidik generasi penerusnya atau mengembangkan usahanya. Dan kabar buruknya, kedua pilihan ini akibatnya tidak menyenangkan. Jika mereka hanya berhasil mendidik generasi ketiga, maka usaha mereka tidak bisa berkembang dengan baik. Sebaliknya jika mereka berhasil mengembangkan usahanya saja tanpa berhasil mendidik anak-anak mereka, maka di masa depan tinggal menunggu hari kedatanganan hancurnya perusahaan keluarga ini. Saya yakin jika generasi kedua berhasil mengemban kedua tanggungjawab ini dengan baik maka hasilnya akan sangat luar biasa. Yah….coba aja bagaimana rasanya menjadi anak pemilik perusahaan rokok Sampoerna ? 

Seseorang yang pernah merasakan penderitaan tentunya akan memiliki kemauan yang kuat untuk maju. Seseorang yang pernah hidup susah tentunya akan bermimpi menjadi orang kaya. Sayangnya, sesorang yang kaya TIDAK AKAN PERNAH bermimpi untuk menjadi orang miskin. Mama saya sering berkata, “Makan enak itu tidak perlu diajari, makan sing gak enak itu yang susah dipelajari.” Demikian pula dengan hidup enak itu susah untuk dirubah. Cobalah untuk tidur malam tanpa AC selama beberapa hari lalu kemudian cobalah sekali lagi untuk tidur dengan menyalakan AC anda. Rasanya nikmaaat !! Padahal ACnya gak beda dari yang dulu, tempat tidurnya juga tidak beda…..yang beda cuman biasanya tidur kepanasan sekarang tidur kedinginan.

Seorang anak yang tidak pernah diajari hidup susah tentunya akan kesulitan jika setelah dewasa harus mengalaminya. Seorang anak yang tidak pernah salah tentunya akan menjadi diktator di masa depannya. Saya memiliki keyakinan yang sangat kuat bahwa semua anak harus diajari hidup sengsara terlebih dulu sebelum diberi kekayaan karena tidak semua orang tahan untuk menderita. Kalo hidup enak dan makan enak semua orang bisa mas ! Dari orang goblok, orang bodoh, orang gila, dan orang melarat nek dikasih duit buat foya-foya pasti gak perlu diajari ! Hanya dari penderitaanlah kita bisa mengenal yang namanya kepuasan dan kemenangan. Dan juga dari kesengsaraanlah kita bisa belajar mengenal orang lain, simpati, empati, dan rasa hormat. Generasi kedua yang berhasil menanamkan ini kepada generasi ketigalah yang bisa lolos dari proses penghancuran perusahaan keluarga.

Sebenarnya proses penghancuran perusahaan keluarga oleh generasi ketiga ini sudah diketahui oleh semua orang. Namun mengapa tidak cepat diselesaikan adalah karena masalah HARTA atau NYAWA. Generasi kedua dihadapkan pada pilihan menyelamatkan harta perusahaannya atau menyelamatkan nyawa anak-anaknya. Jika yang diselamatkan perusahaannya, maka caranya adalah dengan mendepak anaknya dari struktur organisasi. Ini sulit dilakukan karena impian semua orang tua adalah membanggakan anaknya kepada orang lain, lagipula semua yang telah mereka lakukan adalah demi kebahagiaan anak cucunya. Parahnya, jika anak mereka lebih dari satu, pertengkaran perebutan warisan antara saudara akan jadi hadiah utama di hari – hari terakhir hidup mereka di dunia ini. Saya tidak pernah merasakan perasaan orang tua yang mengalami kejadian ini tetapi saya yakin pasti rasanya sakit. Yang pernah saya rasakan adalah kehilangan semua kekayaan orang tua saya….dari kaya menjadi miskin. Ini yang saya alami ! Untungnya, mama saya berhasil mendidik saya untuk hidup sengsara…..dan ternyata inilah hadiah terbesar yang bisa saya nikmati pada usia saya sekarang ini. Mau hidup susah…saya bisa…mau hidup senang….saya juga bisa….mau makan enak….bisaaaaa….mau makan gak enak juga bisa ! Tak terasa saya bisa menjadi seorang yang mampu mengikuti perubahan kehidupan.

Sering kali pilihan yang diambil oleh generasi kedua adalah membiarkan anak – anak mereka menghancurkan perusahaan keluarga ini. Dasarnya satu, apa yang telah mereka lakukan selama ini adalah untuk anak – anak mereka…syukur – syukur kalo bisa sampai cucu cicitnya. Bagaimanapun juga, dan apapun yang telah mereka lakukan, mereka tetaplah anak-anaknya, darah dagingnya dan tujuan hidupnya. Harapannya adalah dikemudian hari mereka akan sadar akan kesalahannya dan bertobat. Sayangnya harapan ini bagaikan puncuk merindukan bulan karena mereka telah dididik untuk menikmati….bukan untuk menciptakan, mereka dididik untuk meminta bukan untuk berusaha !  Padahal, satu – satunya jalan untuk menyadarkan mereka adalah membuatnya menderita dan serba kekurangan. Karena dalam kekurangan mereka akan belajar untuk menghargai ! Mana ada orang tua yang tega melihat tujuan hidup mereka seperti ini ? Belajarlah untuk tega karena apa yang anak-anak ketahui dari orangtuanya-lah yang akan mereka ajarkan kepada anak-anaknya. Jika rantai ini tidak diputus, yang kena akibat adalah cucu-cicit dan seterusnya. Saya yakin jika kita mengarahkan pandangan kita jauh melampaui apa yang terjadi saat ini maka kita akan mendapatkan kekuatan untuk menjalaninya. Apalagi jika kita mengarahkan hati kita ke atas, kepada pencipta kita maka kita akan mendapatkan ketenangan dan jaminan hasil terbaik atas apa yang kita kerjakan.

Sumber : wapannuri.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar