Rabu, 19 Desember 2012

Berawal Dari Air Petai


Apakah mungkin hidup layak sebagai petani? Kalau pertanyaan ini diajukan kepada para petani karet di Desa Air Petai, Kecamatan Putri Hijau, Kabupaten Bengkulu Utara, mereka dengan tegas akan menjawab : Bisa!

Saya mendapat kesempatan menarik bertemu  dengan perwakilan petani karet dari Air Petai, di sela-sela kunjungan  ke Bengkulu mendampingi Ketua Umum Kadin Indonesia Bapak Suryo Bambang Sulisto, Jumat 2 Maret 2012. Para petani karet yang tergabung dalam Koperasi UKM Usaha Mandiri merupakan contoh menarik, keberhasilan  petani dalam mengelola kebun dan koperasinya.

Kepala Desa Air Petai Sumardi menuturkan, pada tahun 2000 petani karet di desanya memperoleh bantuan bibit dari pemerintah sebagai program pemberdayaan ekonomi masyarakat. Di kawasan transmigrasi asal Pulau Jawa ini, banyak pohon karet yang telah tua dan lahan terlantar. Diharapkan  bila dikelola dengan baik dan dimanfaatkan secara maksimal akan dapat meningkat kesejahteraan mereka. Namun tahun berganti, ternyata mimpi indah itu tidak terwujud. Penyebabnya diduga kualitas bibit kurang baik dan para petani kurang mendapat pelatihan dan pendampingan.

Di luar masalah bibit dan pengelolaan  tanaman yang kurang baik, masalah klasik juga dihadapi oleh para petani karet di Air Petai. Ketiadaan modal kerja dan akses yang minim ke pasar, membuat mereka terjerat para tengkulak.  Kendati harga karet di pasaran dunia terus meningkat, namun petani tidak ikut menikmatinya. Para tengkulak dapat seenaknya menetapkan harga yang sangat murah, karena petani sudah telanjur berhutang modal usaha dan berbagai kebutuhan hidup sehari-hari.

Kondisi itu tetap berlangsung  sampai tahun 2005  ketika PT. Air Muring yang mempunyai lahan dan pabrik karet di kawasan itu diakusisi oleh PT. Bakrie Sumatera Plantations (BSP). Tahun 2007, BSP berinisiatif untuk membantu mengatasi masalah tersebut. Bantuan yang diberikan berupa 10.000 bibit karet dengan kualitas standar dan pendampingan berupa penyuluhan pengelolaan kebun karet. Masyarakat diberi pengetahuan umum tentang budidaya karet, dilatih bagaimana cara menanam secara optimal, kemudian dari waktu-kewaktu mereka didampingi dalam hal pemeliharaan dan penyadapan pohon karet sehingga akhirnya mencapai tahap produksi.

Masalah penyadapan merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam produksi karet. “ Para petani melakukan penyadapan dengan teknik yang kurang baik. Setelah kami kenalkan dengan teknik yang lebih baik, hasilnya langsung terlihat. Produksi mereka bisa meningkat 10%. Target kami bisa ditingkatkan lagi sampai 30%,” kata Business Unit Head Bakrie Sumatra Plantations (BSP) Sumsel-2 Bengkulu Darwin Daud.

Bantuan yang diberikan tidak hanya sampai disitu. BSP juga membantu dalam kegiatan pemasaran dan distribusi produk karet sehingga masyarakat tidak perlu khawatir karena hasil kebun mereka dipastikan terjual. “Kami menampung dan membeli karet warga sesuai harga pasar,” tambah Darwin.

Petani juga tidak lagi dikhawatirkan adanya berbagai pungutan liar dan pengurangan timbangan, ketika menjual karetnya ke pabrik. Semuanya dibuat transparan. Dengan begitu para petani mulai bisa menikmati hasil kebunnya dan lebih bersemangat bekerja. “Setiap bulan dari dua hektar lahan kebun karet yang kami miliki, bisa dihasilkan 800 kg getah karet basah,” kata Hernanto sekretaris UKM Usaha Mandiri.

Kalau diambil rata-rata harga karet basah Rp 10.000/kg, maka mereka mempunyai penghasilan kotor sebesar Rp 8 juta/bulan. Dipotong berbagai ongkos kerja dan modal usaha berupa pupuk, peralatan dll,  mereka bisa mendapatkan hasil bersih sekitar Rp 4 juta/bulan. Padahal saat ini harga karet basah di pasaran mencapai Rp 13.000/kg. Sementara ongkos kerja bisa ditekan, karena  mereka melibatkan anggota keluarga sendiri untuk bekerja. Silakan hitung sendiri berapa penghasilan mereka?

Dengan asumsi Rp 4 juta/bulan saja,  para petani karet di Air Petai mempunyai pendapatan  yang lebih tinggi dibandingkan pendapatan perkapita nasional saat ini USD 3.000. Petani karet Air Petai sudah bisa digolongkan ke dalam kelas menengah Indonesia!

Agar para petani dapat benar-benar  terlepas dari jerat para tengkulak,  awal tahun 2010 para petani membentuk UKM berupa koperasi. Modalnya berasal dari  bantuan dana hibah  BSP unit Bengkulu dan patungan para petani. Koperasi bertugas menyediakan berbagai kebutuhan pokok petani, mulai dari pupuk, peralatan kerja, sembako sampai bahan bangunan. Sungguh mengejutkan, UKM tersebut berkembang  sangat pesat . Dari aset semula  hanya Rp7.228.000,- pada akhir tahun 2010 sudah naik hampir 30 kali lipat  menjadi Rp 214.804.225,- (2.972 %)  dimana 98,5 % merupakan modal sendiri.

Jumlah anggotanya pun berkembang pesat, dari semula hanya 11 orang  pada akhir tahun 2010 menjadi 111 orang.  Pada akhir tahun 2011, walaupun jumlah anggota menyusut menjadi 106 orang, namun   aset koperasi naik lebih dari 300%  menjadi  Rp. 656 juta.

Perubahan yang signifikan juga terlihat dalam manajemen pengelolaan uang para petani. “Semula, karena untuk memenuhi hidup sehari-hari, mereka menjual karetnya setiap minggu, berubah menjadi setiap bulan.  Mereka tak perlu lari ke tengkulak. Semua kebutuhan mereka  bisa diambil di koperasi,” kata Ketua UKM Usaha Mandiri Supardi.

Dengan menjual karetnya setiap bulan, petani bisa lebih mengatur pengeluarannya. Dari setiap penjualan karetnya, para anggota UKM dikenakan simpanan wajib Rp 20 ribu/bulan. Sementara simpanan sukarelanya bisa mencapai  Rp 300-400 ribu. ” Kalau dulu boro-boro menabung, setiap bulan mereka selalu kehabisan uang dan terpaksa berutang pada tengkulak. Sekarang ada yang sudah punya tabungan Rp 30 juta bahkan ada yang mempunyai tabungan sampai Rp 70 juta,” ujar Supardi bangga.

Ekspansi bisnispun mulai dilakukan oleh UKM Usaha Mandiri, yang semula hanya diwilayah Desa Air Petai, saat ini sudah mencakup kecamatan Putri Hijau.  “Peran BSP unit Bengkulu hanya memberikan bantuan teknis dan konsultasi. Dengan tekad yang kuat dan usaha keras, masyarakat Desa Air Petai telah membuktikan kemandiriannya, “ ujar Darwin Daud.

Sumber : aninbakrie.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar