Rabu, 09 Januari 2013

Bisnis Kreatif Ibu Rumah Tangga


Berawal dari kecintaannya terhadap batik, Rini Nurdiani Darwin mencoba memanfaatkan hobinya itu ke dalam bisnis yang menghasilkan pundi-pundi rupiah. Pada awal 2000, Rini harus rela keluar dari tempat kerjanya  di salah satu perusahaan besar di Bandung. Mantan seorang karyawati PT Inti itu harus mengikuti suaminya yang ditugaskan kerja di Semarang.

Namun, wanita kelahiran 56 tahun itu tetap ingin memiliki kesibukan. Dalam kamus hidupnya, meskipun seorang ibu rumah tangga, jiwanya wajib terus berkreasi. Awal menginjakan kaki di Semarang, Rini langsung survey ke setiap pelosok kota guna mencari sesuatu yang bisa dijadikan peluang usaha.

Di situlah wanita yang ramah senyum itu merasa klop ketika di salah satu kawasan tersebut terdapat kerajinan pernak-pernik binatang. Otak Rini seketika berputar. Bayangan batik terus berseliweran di dalam benaknya. Hatinya berbicara bagaimana jika ia mengembangkan usaha pernak-pernik binatang itu dengan corak batik.

Dengan hanya modal awal Rp 1 juta, wanita yang menyelesaikan pendidikan di Universitas Indonesia jurusan Ekonomi itu langsung mengajak pengrajin sekitar dan adik bungsunya untuk bekerja sama membuka usaha kerajinan binatang batik.

“Untuk membuka usaha ini, saya sengaja kursus batik dulu ke Jogja pulang pergi,” katanya kepada Bisnis, Rabu di tempat workshopnya di Jl. Karawitan 85 Bandung belum lama ini. Usaha Rini pun berjalan mulus dan sudah menghasilkan produk kerajinan binatang dan pernak-pernik batik berukuran kecil. Tak lama kemudian, seorang teman mengajaknya untuk mengikuti pameran di Jepang dan Berlin. Rini pun tak bisa menolak. “Ini peluang besar,” katanya.

Hasil pameran dari dua negara tersebut ternyata membawa berkah tersendiri bagi produk-produknya di bawah bendera Hanacaraka. Pesanan pun semakin tumpah ruah dan tak bisa tertampung. Namun sayang pada 2007, di tengah kesuksesan usahanya, istri dari Darwin Daniel itu harus segera pindah rumah kembali mengikuti jejak sang suami yang ditugaskan di Kalimantan. Ia harus rela melepaskan usahanya di Semarang.

Namun, meski pindah ke Kalimantan, jiwa bisnis Rini masih tertanam kuat-kuat. Ia kembali pergi ke setiap pelosok dan mencari ikon kerajinan di setiap kota. Beruntung, ia tinggal di Balik Papan yang terkenal dengan ikon beruang madu. Di situlah, seorang ibu yang memiliki empat anak itu bergaul dengan ibu-ibu PKK sekitar. Bahkan dirinya langsung direkrut oleh walikota untuk membina warga dengan kerajinan.

Dalam catatan Rini, ada dua ciri khas dari Kota Balik Papan antara lain beruang madu dan batik Kaltim yang segera ia padukan menjadi sebuah kerajinan yang bisa menghasilkan kocek untuk warga setempat.

Dia pun mengajak seorang pematung setempat untuk memproduksi patung beruang madu yang nantinya diberi corak batik Kaltim yang dikerjakan oleh ibu-ibu sekitar. Hasilnya? “Sambutan positif pun bermunculan ketika produk beruang madu batik dipamerankan di Jepang dan Thailand,” katanya seraya melemparkan senyum bangga.

Warga Balik Papan menjadi kreatif sejak kedatangan wanita yang melanjutkan kuliah S2 di Universitas Diponegoro jurusan Marketing itu. Dua tahun sudah Rini memberikan pembinaan, pekerjaan sekaligus membuat ikon kerajinan beruang madu bercorak batik Balik Papan. Pada 2009, Lagi-lagi ia harus pindah ke Makasar demi sang suami.

“Suami saya kerja di Telkom. Dia sering ditugaskan di luar kota. Mau tak mau saya harus ikut dengannya,” katanya. Tapi, di Makasar, Rini tidak terlalu produktif mengembangkan usahanya karena hanya tinggal selama setahun.

Menginjak 2010, wanita yang kini menjabat sebagai Ketua Paguyuban Alas Kaki Unggulan (PAKU) itu kembali menempati kota kelahirannya bersama keluarga di Bandung. Di tahun itulah bisnisnya mulai dikembangkan lebih matang. Usaha yang dikembangkan Rini sejak di Bandung kini  di sektor alas kaki antara lain sandal dan sepatu. Awalnya Rini masih mencoba bergelut diusaha yang masih berhubungan dengan batik, yakni memproduksi kelom batik.

Namun, seiring berkembangnya zaman, beragam sepatu yang diproduksi di bawah bendera TORI Shoes itu semakin unik,  langka dan terbatas di pasaran. Dia menyebutkan sedikitnya ada empat jenis sepatu hasil buatanya seperti yang terbuat dari bahan baku lurik, rajut, batik fraktal dan kulit.

Harga produk dari beragam jenis dipasarkan berkisar Rp 160.000 hingga Rp 900.000 per satuan. Dia mengaku dari usahanya itu bisa meraup omzet yang bervariasi. Namun, yang memiliki ciri khas dari produksinya yaitu unlimited. “Untuk sepatu batik fraktal saja saya hanya menerima pesanan,” katanya.

Usaha yang dijalankan Rini sebetulnya tidak terlalu difokuskan untuk mencari keuntungan. Tetapi dia mengakui menjalankan bisnisnya sekedar menyalurkan hobi. Sehingga produksinya pun tidak terlalu banyak. Dia menyebutkan rata-rata minimal dari masing-masing jenis produksinya itu sekitar 50 pasang per bulan.

Meski begitu, ia pun tetap sering mengikuti sejumlah pameran yang digelar di setiap kota di Indonesia, bahkan di luar negeri. Menurut Rini, desain hasil produksinya sempat menjuarai lomba di China dengan menyabet juara satu untuk desain sepatu fraktal.

Selain itu TORI Shoes juga berturut-turut menjuarai desain sepatu kulit di pameran Inacraft di Jakarta Convention Center pada 2010-2011 serta sebuah penghargaan produk terbaik  dari Femina. Namun, bukan namanya bisnis jika seorang pengusaha belum mengalami jatuh bangun. Wanita yang gemar renang itu mengaku sempat terpukul ketika seorang buyer dengan seenaknya menunda pembayaran. Padahal, produksinya sudah siap dikirim.

“Saya pernah berhenti beberapa waktu akibat kesal dengan buyer yang tidak juga membayar produksi saya. Sehingga tidak sedikit karyawan yang saya berhentikan,” katanya. Namun, pelan-pelan akhirnya buyer tersebut mau membayar pesanan yang sudah lama terbengkalai itu. Dia pun kembali bangkit dan terus melebarkan sayap mencari inovasi yang menantang.

Gerak-gerik dan langkah Rini membuatnya kembali berpikir cerdas. Saat ini dia mengaku tengah memutar otak untuk lebih mengembangkan sepatu rajut. Dia mengatakan dirinya juga bakal banyak merekrut ibu-ibu rumah tangga di kawasan sentra rajut Binong Jati Bandung untuk berkreasi.

“Saya orangnya tidak bisa diam. Saat saya jalan-jalan ke sentra rajut Binong Jati, mendadak pikiran saya mengarah ke sepatu rajut. Dan setelah dicoba ternyata banyak orang yang tertarik,” katanya. Tidak hanya sepatu, Rini juga ke depannya bakal membuat produk terbaru yakni tas wanita dari bahan tenun Bali. Dia mengaku tengah mencari mitra yang bisa diajak kerjasama.

Sumber : jpmi.or.id

1 komentar:

  1. Dapatkan pinjaman dana paling tinggi hanya dengan gadai bpkb mobil, proses pencairan cepat serta suku bunga rendah dan pembiayaan kredit mobil bekas dp murah untuk seluruh wilayah di Indonesia.

    Untuk informasi pengajuan pinjaman dana jaminan bpkb mobil atau pembiayaan mobil bekas, Silahkan hubungi marketing kami berikut ini. Cukup melalui sms atau whatsapp secara online, Kemudian marketing kami akan menghubungi Anda.

    Office :
    Jl. Margonda Raya No 88 A-C, Depok, Jawa Barat
    Phone : 021-77204222, 021-77204333, 021-77204888
    Fax : 021-77200022, 021-77205111

    Contact Person :
    Sukma Dinata ( Marketing Officer )
    Tlp/ Sms/ WhatsApp/ Line : 081280295839

    https://www.jaminkanbpkb.com/
    https://www.jaminkanbpkb.com/p/leasing-pembiayaan-kredit-mobil-bekas.html
    https://www.jaminkanbpkb.com/p/syarat-gadai-bpkb-mobil.html
    https://www.jaminkanbpkb.com/p/pinjaman-jaminan-bpkb-mobil.html
    https://www.jaminkanbpkb.com/p/cara-gadai-bpkb.html

    BalasHapus