Sekilas, bila disebut nama Vanssa Chocolate, akan terbersit di benak kita bila ini adalah merek luar negeri dengan produksi modern. Namun, ini adalah produk asli lokal produksi rumahan yang telah menembus pangsa pasar internasional. Adalah Farida Ariyani, Owner, atau Dalang dibalik kesuksesan merek yang berdiri pada tahun 2001 silam ini.
Sebelum merajut kesuksesan dengan menembus pasar luar negeri seperti Arab Saudi dan Malaysia, wanita yang akrab disapa Ida ini harus jatuh bangun mempertahankan bisnisnya.
Sebelum mendirikan Vanssa Chocolate, Ida telah memiliki usaha catering kecil-kecilan. Kemudian di awal 2001, bermodalkan uang Rp 1 juta ia meneruskan usaha coklat sang nenek yang telah lama vakum. Wanita kelahiran November 1967 ini coba membuat coklat dengan peralatan warisan sang nenek dan merekrut pembantunya sebagai karyawan pertamanya. “Bisnis coklat sangat menantang. Suatu produk yang bukan makanan pokok, namun sangat prospektif. Negara kita adalah penghasil coklat terbesar kedua di dunia. Apalagi, masih banyak yang belum mengerti bila coklat itu sebenarnya menyehatkan,” beber Ida mengemukakan alasannya memilih bisnis coklat.
Ternyata resep coklat buatannya lebih baik jika dibandingkan sang nenek. Produk coklatnya lalu coba ia pasarkan kepada konsumen terdekat. Ternyata sambutannya sangat luar biasa. Namun demikian, untuk beberapa tahun, keterbatasan modal memaksanya hanya memproduksi coklat saat momen-momen tertentu saja yakni ketika lebaran, natal, tahun baru, maupun valentine day saja.
Kemudian di tahun 2004, Ida memulai langkah baru. Beberapa buah property miliknya ia jual seperti mobil dan tanah, hal ini terpaksa ia lakukan untuk membiayai perkembangan bisnis coklatnya. Dengan modal hasil penjualan property seharga kurang lebih Rp 40 jutaan, Ida mendirikan PT Vanessa. Tidak berhenti sampai di situ, untuk meningkatkan pengetahuan di dunia coklat, Ibu satu puteri ini tekun menambah pengetahuannya di Pusat Penelitian Cokelat dan Kopi di Jawa Timur.
Dari situ, ia belajar memilih coklat terbaik dan cara pengolahannya. Keinginannya, Ida bertekad merubah persepsi bila coklat itu biang kerok atas jerawat, obesitas dan hal-hal negatif lainnya. “Ternyata tidak benar. Coklat memiliki manfaat yang sangat baik bagi tubuh jika cara pengolahan dan bahan campurannya benar. Sebab, asalnya coklat itu pahit dan baik bagi tubuh,” papar Ida.
Akhirnya, kerja keras Ida membesut Vanssa Chocolate benar-benar dimulai ketika ia harus memasarkan produknya sendiri masuk ke toko-toko, mal-mal, maupun swalayan-swalayan. “Saya sering ditolak. Bahkan, mereka enggan menatap langsung apalagi mencicipi produk yang saya tawarkan,” kisah Ida. Berbekal penolakan yang ia terima berkali-kali, semakin membuat semangat dan tekadnya membaja. Karena itu, tak heran bila saat ini produk Vanssa Chocolate dapat dijumpai mulai dari toko-toko hingga supermarket ternama. “Itu berkah dari kegigihan dan semangat pantang menyerah saya ketika itu,” katanya. Hebatnya lagi, seperti dituturkan Ida, di beberapa supermarket produk coklat buatannya memiliki rak sendiri dan terpisah dengan produk coklat lainnya.
Tren bisnis coklat yang terus meningkat tersebut tidak membuat Ida jumawa. Untuk mengedukasi konsumen maupun mitra keagenannya, ia pun mulai aktif mengikuti berbagai pameran yang tidak hanya berlangsung di dalam negeri saja. Menurut Ida, sudah 4 kali ia mengikuti pameran di luar negeri.
Buah Manis dari Ketekunan dan Kerja Keras
Hasil jerih payah yang disertai ketekunan dan pengorbanan Ida kini berbuah manis. Dari modal awal Rp 1 juta Ida berhasil meraup omset yang bisa mencapai Rp 200-300 juta per bulan. Belum lagi puluhan agen yang tersebar di pulau Jawa menjadi buki eksistensi merek Vanssa Chocolate miliknya.
Di tahun ini, ungkap Ida, mereknya telah merekrut lebih dari 10 agen yang berada di luar pulau jawa seperti Bali, Kalimanan Selatan, Samarinda, Pontianak dan lain-lain. Hebatnya, mereknya juga berhasil menembus agen dua Negara asing yakni Arab Saudi dan Malaysia.
Keunggulan kualitas dari coklat produksi Vanssa Chocolate memang berbeda. Hal inilah yang yang mampu membuatnya bersaing dengan pasar local maupun internasional. Selain higienis, harga produk yang kompetitif, produknya sehat sebab 80% penggunaan coklat alami.
“Perkembangannya juga didukung tawaran keagenan investasi rendah yang kami tawarkan dengan margin keuntungan 15-20% tergantung volume pembelian yang belum termasuk diskon dari kami. Selain itu, kami ingin membesarkan petani coklat yang seharusnya bisa bangga menjadi negara penghasil coklat terbesar kedua di dunia,” kata Ida.
Sumber : tabloidbo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar