Selasa, 08 Januari 2013

Menulis Karya Untuk Suskes


Enam belas tahun bekerja di Astra ternyata tidak cukup memuaskan dirinya. Padahal, ia sudah berusaha untuk kuliah D3 dan S1 di STIE Jayakarta Salemba jurusan Akuntansi dengan tujuan agar karirnya meningkat. Namun, berkali-kali ia coba mengajukan permohonan agar karirnya meningkat sebanyak itu pula ia mengalami kegagalan. Ia tetap menjadi staf akuntansi. Akhirnya, ia pun banting setir menjadi konsultan hukum di sebuah perusahaan yang telah didirikannya bersama temannya saat ia masih bekerja di Astra. Perusahaan bernama PT. Java Mitra Mandiri yang bermarkas di Mampang ini lebih membenahi sistem managemen ISO.

Namun, otak bisnis Bapak Supriyanto (42 th) rupanya membawanya pada keinginan yang lain. Ia ingin bisnis (dagang), sesuatu hal yang sebenarnya sudah ia lakoni sejak masih bekerja di Astra. Saat itu, ia kadang nyambi jualan payung, kaos, MLM, dan sebagainya. “Pernah juga jualan di pinggir jalan di Klapagading selama seminggu,” ujarnya. “Enggak tahu saya kok gak maluan,” katanya lebih lanjut. Setelah memutar otaknya, akhirnya ia pun membuka bisnis bidang pendidikan (TK) di Bogor. Namun, belum saja TK itu dibuka ia tiba-tiba sakit keras. “Saat itu saya sedang di tol dalam perjalanan menuju TK,” ujarnya. Di tengah jalan itulah, tiba-tiba ia merasa diserang oleh sesuatu yang membuat badannya sakit (panas).

Setelah diperiksa oleh dokter, ternyata tidak ada penyakit medis dalam dirinya. Namun, ia merasakan panas dan begitu sakit pada tubuhnya. Ia pun kemudian diklaim terkena “penyakit mistis”. Beragam pengobatan dilakukannya, namun tak kunjung sembuh, mulai dari rukyah dan pengobatan tradisional lainnya. “Orang tua mengira saya stress karena baru keluar dari Astra,” ujarnya. “Padahal, setelah keluar dari Astra saya justru lebih bahagia,” akunya.

Di tengah keputusasaan itulah, ia coba searching internet dan tiba-tiba menemukan sebuah artikel tentang “sedekah mampu menyembuhkan penyakit” karya Yusuf Manshur. Ia pun segera mengejar pesantren di mana sang ustadz tersebut mengajar. Dari beliaulah, akhirnya Bapak Supriyanto menemukan solusi atas segala penyakit yang dideritanya selama ini, yaitu sedekah.

Bapak Supriyanto di tengah para staf Sanaya Bakery
Dengan sisa uang pesangon dari Astra, ia pun langsung menyedekahkan sebagian uangnya untuk pembebasan tanah yang hendak diwakafkan untuk pesantren milik Yusuf Mansur. Ia juga menyedekahkan anak-anak santri tahfidz al-Qur’an di beberapa pesantren dan sebagainya. Lalu mengundang anak-anak Yatim ke rumahnya di Jl. Timbul, untuk mereka santuni dan sebagainya.

Berbekal sedekah minimal 10 persen itulah, lambat laun penyakitnya mulai hilang. Ia sudah mulai merasakan tubuhnya enak dan bisa konsentrasi lagi mengurusi bisnis. Akhirnya ia buka TK lagi di Jagakarsa melanjutkan TK di Bogor yang tidak jadi. Kini, TK-nya telah berkembang dengan puluhan siswa, 13 karyawan yang terdiri dari guru, security dan supir antar jemput.

Tidak cukup dengan membuka usaha TK, pada bulan Juli 2011 ia pun mulai membuka usaha baru lagi yaitu Bakery. Ia terbilang nekad dengan membuka usaha ini karena mengingat latar belakangnya yang tidak memadai. “Bisnis itu harus nekad dan berani,” ujarnya. Mengingat banyak teman-temannya yang sukses terjun dalam bisnis kuliner, maka ia pun tertarik bergelut pada bisnis roti ini.

Kebetulan pula, ketika ia sedang meniatkan diri untuk membuka usaha ini, ada seorang koki yang baru saja keluar dari usaha bakery. Koki itulah yang ia ajak kerjasama. Berbekal dana pinjaman 200 juta dari bank (dengan jaminan PT dan TK miliknya) dan uang hasil jualan mobil levina-nya, ia pun segera membuka usaha roti dengan label “Sanaya Bakery” di Jl. Moch Kahfi I No.27D, Cipedak, Jagakarsa, Jaksel.

Setelah satu tahun berjalan, kini usaha bakery-nya telah meningkat sangat tajam. Ia telah memiliki 14 karyawan (6 sales, 4 juru masak, 2 delivery dan 2 aktivasi) dengan omset sekitar 70 juta sebulan dan pelanggan tetap coffa café Group yang memiliki sekitar 20 café yang tersebar di seluruh Jabodetabek.

Apa rahasia sukses usahanya? Ternyata tidak jauh-jauh dari sedekah. Rupanya setelah mengenal Yusuf Mansur, ia terus meningkatkan kadar sedekahnya. Kini, ia seringkali mengundang anak-anak yatim ke ruko bakery-nya untuk mereka santuni. Sebelumnya diadakan pengajian dulu yang dipimpin oleh seorang ustadzah. Kadang pula, ia yang mendatangi Yayasan Nurul Amanah Srengseng di mana anak-anak yatim dan dhuafa tinggal yang jumlahnya sekitar 260 anak. Bahkan, setiap hari sebelum ia mengantar anaknya ke sekolah, ia usahakan menyediakan 10-15 bungkus nasi. Nasi-nasi itu kemudian ia bagikan di tengah jalan, kepada siapa saja yang memerlukannya.

Menurut Bapak Supriyanto, sedekah itu memiliki empat keutamaan (fadhilah), yaitu: untuk tolak bala, menyembuhkan penyakit, panjang usia dan tambah rejeki. Insyallah, ujarnya, kalau kita mau mengamalkan sedekah, maka apapun niat atau usaha kita akan bisa berkembang. Selain itu, katanya, sedekah itu sebenarnya gak perlu hitung-hitungan alias harus tos-tosan. Sebab, kalau kita pakai hitung-hitungan, maka Allah pun akan hitung-hitungan sama kita. Tentu kita tidak mau.

Selain mematengkan sedekah dan spiritual lainnya, Bapak Supriyanto sering sharing bisnis dengan teman-temannya yang tergabung dalam komunitas Jakarta Enterpreneur Club. Sebuah komunitas yang didirikan oleh para alumni Enterpeneur University (EU), sebuah lembaga kursus yang pernah diikutinya tahun 2006. Lembaga ini sebenarnya tidak resmi dan tak berijazah tapi banyak mencetak para alumni yang kemudian sukses di bidang bisnisnya masing-masing.

Dengan prinsip itulah, kini tiga usaha yang dijalankan Bapak Supriyanto mengalami kesuksesan luar biasa. Dalam waktu dekat, ia pun akan berusaha konsultasi dengan pakar manajemen bakery, untuk kemungkinan usaha bakery-nya akan menyediakan kemitraan (semacam frenchise).

Sumber : epholic.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar