Selasa, 08 Januari 2013

Sukses Direktur & Manager


Banyak perusahaan yang melarang suami istri bekerja dalam satu kantor. Kebijakan tersebut diambil untuk menjaga profesionalitas mereka dalam bekerja. Namun bagaimana jika suami istri mendirikan sekaligus menjalankan usaha bersama? Tentu lain ceritanya. Seperti kisah pengusaha minuman sari apel Flamboyan, H. Achmad Musthofa Alfhy dan Hj. Dian Fitria.

Suami istri yang berdomisili di Kota Batu ini mendirikan usaha minuman sari apel pada tahun 2005 bersama  rekan lain. Namun di akhir tahun lalu, usaha tersebut dipegang sendiri oleh Alfhy dan Dian. Tepatnya, setelah mitra mereka memutuskan untuk mundur dari kongsian tersebut.

Selama menangani usaha ini, sang suami, Alfhy bertindak sebagai Direktur perusahaan. Tugasnya menangani proses produksi dan tugas-tugas besar lain. Sementara sang istri, Dian, mendapat job di bagian marketing dengan jabatan sebagai manajer.

Bekerja di satu perusahaan milik sendiri bukan hal yang mudah dilakukan. Banyak tantangan yang dihadapi oleh suami istri ini. Bukan hanya masalah yang ada pada pekerjaan itu sediri, namun juga urusan pribadi, mengingat keduanya terikat dalam status pernikahan. 

“Kuncinya adalah mengetahui posisi dan porsi masing-masing. Saat bekerja, posisi kami berdua sebagai rekan kerja. Saya direktur dan istri manajer marketing. Tugas saya jelas di pabrik, sementara istri mengurusi pemasaran. Kalau lepas dari pekerjaan, maka posisi kami pun suami istri yang menjalankan kewajiban sesuai jalurnya,” beber Alfhy pada Malang Post.

Bagi Alfhy dan Dian, usaha minuman sari apel merupakan hal baru dalam kehidupan mereka. Sebelumnya, mereka lebih banyak menekuni bidang pertanian mengingat keduanya berasal dari keturunan petani sayur di daerah Pujon. Alfhy dan Dian mencoba bisnis minuman sari apel karena melihat peluang yang cukup berpotensi.

“Di tahun 2005, pelaku usaha minuman sari apel masih belum seramai ini. Hanya ada beberapa pemain. Melihat kondisi ini, saya pun mencoba masuk ke bisnis ini. Keluarga besar yang menekuni bidang pertanian pun memberikan restu atas pilihan saya,” beber Alfhy.

Meski pemainnya masih sedikit, namun bukan berarti Alfhy dan Dian bisa melesat dengan mudah ke puncak kesuksesan. Keduanya harus berjalan tertatih-tatih dahulu karena harus beradaptasi dengan bidang yang baru tersebut. Sempat beberapa kali produk yang mereka titipkan di toko dibawa lari oleh pemiliknya tanpa terlebih dahulu dibayar.

Setidaknya, hampir tiga tahun lamanya Alfhy dan Dian berjuang membesarkan merek yang mereka bangun. Hingga akhirnya pemerintah Kota Batu menggalakkan kegiatan pariwisata sekitar tahun 2009. Sejak saat itulah keduanya mulai memetik hasil dari perjuangan yang sudah dibangun selama beberapa tahun.

Saat ini, produksi minuman sari apel milik Alfhy dan Dian mencapai 2500 liter per hari. Tidak hanya dipasarkan di area Malang Raya, tetapi sudah meng-cover seluruh wilayah Jatim dan beberapa kota di Jateng seperti Sragen, Solo dan Pekalongan. Bahkan dalam waktu dekat ini, Flamboyan bakal melakukan inovasi untuk memperkaya varian produk.

”Semakin banyak pemain, tentu kami harus jeli untuk menjaga nama besar yang sudah susah payah kami bangun. Selain menjaga kualitas produk, kami juga harus melakukan inovasi agar tidak kalah dengan pesaing,” tutur pria kelahiran 7 April 1976 ini. (nda/han)

Dijodohkan Ortu, Menikah di Mekkah 
H. Achmad Musthofa Alfhy dan Hj. Dian Fitria menikah di tahun 2001, setelah  keduanya dipertemukan dalam sebuah perjodohan di tahun 1999. Saat itu baik Alfhy maupun Dian sama-sama memiliki kekasih.

”Orang tua kami berteman. Kebetulan mereka sama-sama petani di Pujon. Karena usia kami tidak terpaut jauh, kami pun dijodohkan. Awalnya kami sama-sama menolak dengan perjodohan ini karena memang tidak saling mengenal. Apalagi saat itu kami juga sudah punya pacar. Tapi demi berbakti kepada orang tua, akhirnya kami pun menerima perjodohan ini,” beber Alfhy pada Familia Malang Post.

Setelah menerima perjodohan, keduanya kemudian bertunangan di tahun 1999. Selama masa pertunangan itu, Alfhy dan Dian mencoba untuk saling mengenal. Karena sering bertemu dan berinteraksi, benih-benih cinta pun tumbuh subur di antara keduanya.

Di tahun 2001, keluarga besar Alfhy dan Dian melakukan ibadah haji bersama. Saat itu, Alfhy mendengar jika salah satu gurunya, KH Basori Alwi, juga tengah menjalankan ibadah haji. Alfhy pun mencari sosok gurunya itu selama rangkaian ibadah haji berlangsung. Dan suatu hari, ia berhasil menemukan gurunya tersebut.

”Begitu ketemu, saya pun meminta izin kepada beliau untuk menikah. Beliau pun menyetujui dan bahkan bersedia menikahkan saya dengan Dian. Kami menikah di Mekkah tepat di sebelah sumur zam-zam,” ungkap Alfhy.

Setelah menikah, Alfhy dan Dian tidak langsung dikaruniai anak. Berbagai usaha dilakukan demi mendapatkan momongan. Mulai dari jalan medis hingga alternatif. Alfhy mengatakan, apapun saran yang dikatakan orang pada saat itu pasti akan dituruti saking kepenginnya memiliki anak.

”Saya dan istri pernah pergi ke Banten karena mengikuti saran orang. Lokasi pengobatan alternatifnya jauh dan berada di daerah yang sangat pelosok. Sudah jauh-jauh ke sana, eh, ternyata pengobatannya nggeletek. Jempol kaki istri saya ditiup lalu disuruh pulang,” ceritanya.

Karena lelah menjalani terapi, akhirnya di tahun 2007 Alfhy dan Dian memutuskan untuk berhenti. Keduanya memilih pasrah akan takdir yang diberilan Tuhan. Keputusan ini ternyata membawa hasil. Tepat setahun memutuskan untuk berhenti berobat, Dian dinyatakan mengandung.

”Bukan main senang hati ini ketika istri saya dinyatakan hamil. Ia melahirkan putri kami yang pertama pada Desember 2009. Kebahagian kami semakin lengkap ketika setahun kemudian ia mengandung anak kedua yang berjenis kelamin laki-laki,” kata Alfhy penuh rasa syukur.

Rumah Terbuka 24 Jam
Kehidupan rumah tangga yang dilakoni oleh H. Achmad Musthofa Alfhy dan Hj. Dian Fitria tak berbeda dengan rumah tangga pada umumnya. Namun ada satu keunikan yang jarang ditemui di tempat lain. Rumah yang mereka tinggali terbuka untuk tamu 24 jam setiap hari.

”Kalau rumah orang lain biasanya sudah ditutup jam 21.00, tapi rumah saya masih tetap terbuka. Saya tak pernah melarang orang bertamu ke rumah di atas jam tersebut. Justru saya senang ketika mereka bertamu malam hari dan pulang pagi. Mereka bisa menemani saya begadang karena selama ini saya mengidap insomnia,” terang Alfhy.

Alfhy mengatakan, penyakit insomnia yang dideritanya tersebut muncul ketika ia remaja. Saat masih duduk di bangku SMA, ia tinggal di sebuah pesantren di daerah Singosari. Di pondok tersebut, ia sering beraktivitas hingga pagi hari. Kebiasaan ini kemudian terbawa hingga dirinya menikah dengan Dian. 

”Saya bisa tidur kalau sudah lewat subuh. Biasanya saya akan tidur sampai pukul 08.00. Setelah itu beraktivitas seperti biasa dan tidak merasa ngantuk sama sekali,” ungkap pria yang pernah bersekolah di SMP Tambak Beras Jombang ini.

Sang istri sendiri tak pernah keberatan dengan kebiasaan tidur seusai subuh seperti yang dilakukan oleh Alfhy. Dian justru lebih tertib soal tidur. Biasanya ia sudah mapan di tempat tidur jam 21.00. Alfhy mengaku justru yang paling sering protes adalah istri tamu yang berkunjung ke rumahnya.

”Pernah ada tamu yang datang ke rumah jam 22.00 dan pulang jam 05.30. Keesokan harinya, ia kembali bertamu jam 23.00 dan pulang jam 05.00. Besoknya lagi, saya tunggu kedatangannya tetapi tak kunjung datang. Ketika saya telepon, dia mengatakan tidak mau lagi bertamu malam hingga pagi karena istrinya marah-marah,” kisahnya sembari terbahak.

Kebiasaan Alfhy begadang ternyata juga menular kepada putri pertamanya, Queen Syareefah Azzakiyah Qudus. Anak yang akrab disapa Shelby ini sering menemani sang ayah begadang hingga pagi. Baik Alfhy maupuan Dian tak pernah melarang kebiasaan anaknya tersebut selama tidak mengganggu aktivitasnya.

”Lain ceritanya kalau dia sudah masuk sekolah. Mungkin kebiasaan begadang ini harus dikurangi sehingga ia bisa masuk sekolah (pagi) tepat waktu dan tidak ngantuk saat mengikuti pelajaran,” urainya. (nda/han)

Spesialis Jabatan Sekretaris 
Meski disibukkan dengan kegiatan usahanya, H. Achmad Musthofa Alfhy tetap menyempatkan diri bersosialisasi. Ia bergabung dengan kepengurusan Takmir Masjid Jamik Kota Batu dan Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) Cabang Kota Batu. Di dua organisasi keagamaan ini ia tercatat sebagai sekretaris.

”Sudah dua periode ini saya terpilih sebagai sekretaris. Di sini saya merupakan anggota termuda. Meski bekerja dengan orang yang usianya lebih tua, tetapi saya cukup menikmati,” kata Alfhy.

Selain aktif di masjid, Alfhy juga berperan aktif di IPHI Kota Batu. Bersama dengan pengurus lain, Alfhy berhasil membawa IPHI Kota Batu mendapat penghargaan nasional di bidang kesehatan. Bahkan IPHI Kota Batu kini menjadi percontohan di wilayah Jatim berkat keaktifannya bersama pengurus lain.

”Setiap bulan kami selalu menggelar kegiatan rutin. Pengajian bersama setiap tanggal satu, dan istighotsah setiap tanggal 24. Untuk momen-momen tertentu kami juga melangsungkan kegiatan khitan dan nikah massal,” urainya.

Di luar organisasi keagamaan, Alfhy juga aktif di komunitas motor. Ia tergabung dalam komunitas Kawasaki Ninja Kota Malang atau yang dikenal dengan nama N250 Malang. Alfhy mengaku, sejak muda dulu ia memang suka dengan motor keluaran pabrikan Jepang ini. Bahkan ia sempat ganti motor yang sama sebanyak tiga kali.

”Untuk kali ini, saya masih rehat dari aktivitas bermotor. Setahun yang lalu saya mengalami kecelakaan yang cukup parah. Motor saya sampai hancur karena tabrakan dengan pick up. Tapi anehnya, saya tidak apa-apa. Saya bersyukur tidak sampai mengalami luka parah,” pungkas bapak dua anak ini. 

Sumber : malang-post.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar