Beberapa tahun yang lalu, Lara Morgan berjanji pada para staffnya bahwa jika keuntungan mereka mencapai £1 juta, maka dia akan membawa mereka semua untuk berlibur ke kepulauan Barbados. Dan di tahun 2005, dia memenuhi janjinya. Morgan beserta 26 orang staffnya terbang dan berlibur selama satu minggu penuh di Carribean, dengan semua pengeluaran ditanggung oleh perusahaan.
Itu bukan pertama kalinya Morgan menunjukkan rasa terima kasihnya kepada para staff-nya. Satu tahun sebelumnya, dia mengirimi mereka semua karangan bunga yang besar setelah mereka melampui target penjualan bulanannya. Lain waktu dia menempelkan lembaran £50 dibelakang catatan yang ditaruhnya dibawah kursi dari masing-masing staff.
Dia mengatakan: ‘Itu untuk membuat mereka senang. Di dunia ini, orang yang baik itu lebih banyak jumlahnya dibanding orang yang jahat, dan jika anda memberikan mereka kesempatan, itu akan membuat mereka termotivasi, mau bekerjasama, dan mencintakan momentum. Bagi saya, merasa betah ditempat kerja itu sangat penting. Setiap hari, saya banyak menghabiskan waktu ditempat kerja, dan jika saya tidak bisa menikmatinya, lalu apa gunanya?’
Morgan dilahirkan di Jerman karena saat itu ayahnya yang menjadi seorang perwira di angkatan darat kerajaan Inggris sedang bertugas disana. Kemudian Morgan dibawa ke Hongkong saat ayahnya direlokasi untuk bertugas disana. Saat berusia 11 tahun, Morgan kemudian dikirim ke Scotlandia untuk bersekolah disana. Setelah berusia 18 tahun, dia kembali ke Hong Kong untuk bekerja pada sebuah perusahaan yang menjual business gifts ke berbagai bank dan airport.
Tiga tahun kemudian, dia memutuskan untuk pergi dan menetap di Timur Tengah dengan tunangannya. Disana, dia bekerja sebagai penjual space iklan untuk Yellow Pages, dan menjabat sebagai menejer account nasional yang membawahi 128 orang. Dia mengatakan: ‘Aku sangat kewalahan, tantangannya begitu berat. Tapi aku menyukai tantangan.’
Ditahun 1991, saat perang teluk di mulai, Morgan dan tunangannya memuuskan untuk pindah ke New Zealand, dan disana dia lebih memilih untuk mengikuti lomba triathlon dari pada bekerja, sampai keduanya memutuskan untuk kembali ke Inggris agar tunangannya bisa kembali sekolah dan mendapat gelar MBA.
Dalam perjalanan pulang, mereka mampir ke Hong Kong untuk menemui orang tuanya. Saat berada disana, Morgan di dekati oleh pemilik perusahaan ditempatnya dulu pernah bekerja, dan dia ditanya apakah dia berminat untuk mencoba menjalankan bisnis yang sama di Inggris. Morgan menerimanya dan saat itulah ide besarnya lahir.
Saat tiba di Inggris, dia mulai menghubungi hotel-hotel sekitar. Order pertamanya datang dari Dorchester Hotel di London. Dari situ dia menyadari bahwa ternyata dia punya bakat dalam menjual, dan diakhir tahun pertamanya bekerja sendiri, dia mampu menghasilkan penjualan sebanyak £108,000, dengan semua produk yang di import dari Asia.
Dia mengatakan: ‘Aku biasanya bangun jam enam lalu menuju London, melakukan lima atau enam pertemuan dan kembali ke kantor ku sekitar pukul empat sore. Kemudian biasanya aku yang mengerjakan semuanya. Mulai dari mengumpulkan order, menelpon, mengirim fax, mengetik, menghitung, dan melakukan pembukuan.’
Itu adalah sebuah proses trial dan error. Dia mengatakan: ‘Aku selalu bertanya pada orang-orang mengenai apa yang seharusnya aku lakukan. Akan sangat berharga jika anda mau menyingkirkan ego dan tidak malu untuk mengatakan: “Ma’af, saya tidak tahu apa yang harus dilakukan, bisakah anda membantu saya?” Saat itu, aku sama sekali belum mempunyai perencanaan.’
Saat penjualannya makin meningkat, bisnisnya mulai mengalahkan hubungannya dengan sang tunangan, sehingga mereka memutuskan untuk berpisah dan Morgan harus hidup di sebuah flat satu kamar yang sekaligus menjadi kantornya. Selama empat tahun berikutnya, dia terus bekerja dari rumah, sampai pacarnya yang baru bersikeras bahwa kantornya harus pindah ke tempat lain.
Kemudian, di tahun 1996, Eropa memberlakukan peraturan baru mengenai kosmetik, yang membuatnya menjadi semakin sulit untuk mengimport produk, lalu memutuskan bahwa saat itu sudah waktunya bagi perusahan untuk mulai membuat produknya sendiri.
Dengan modal £200,000, dia membuka sebuah pabrik di China, dan £39,000 untuk membeli sebuah pabrik di Republik Ceko. Dia mengatakan: ‘Kami melakukannya pada saat yang bersamaan, dan itu tidak direncanakan. Aku membeli pabrik di China dan kemudian supplier kami yang di Ceko kehabisan uang dan aku bisa mencarikannya. Aku mengatakan: “Baiklah, tapi dengan imbalan 51 persen saham dari perusahaan.
Usahanya terbayar dan bisnisnya terus berkembang. Itu semua berkat antusias Morgan yang selalu mendorong staff-staff-nya untuk tetap fokus pada bisnis.
Setiap kali melakukan perjalanan, Morgan tidak pernah lupa untuk selalu membeli buku-buku yang berhubungan dengan bisnis, dan setiap kali itu pula dia mendapatkan ide-ide baru. Dia mengatakan: ‘Tiga karyawan pertama ku biasanya akan menggelengkan kepala karena setiap kali aku kembali dari perjalanan, aku selalu membawa dua atau tiga buku. Dan hal pertama yang aku lakukan adalah memphotocophy halaman dari buku-buku tersebut, lalu menempatkannya diatas meja mereka dengan catatan yang bertuliskan: “Anda mungkin tertarik dengan ini, coba lihat dan bacalah.”‘
Dia juga menemukan dua buku yang sangat disukainya. Keduanya ditulis oleh Bob Nelson, yang satu berjudul 1001 Ways to Energise Employees dan satunya lagi berjudul 1001 Ways to Reward Employees. Dia mengatakan: ‘Aku memiliki perpustakaan di kantor, dan setiap kali salah seorang karyawan melakukan pekerjaannya dengan baik aku akan masuk ke sana dan membaca salah satu halaman. Saat menemukan sebuah ide yang menurut ku bagus, aku akan melipat sudut bagian atas, dan jika menurut ku suatu ide itu hebat, aku akan melipat sudut bagian bawahnya. Jadi, aku punya struktur ku sendiri. Jika aku benar-benar menyukai sebuah buku, maka aku harus mendapatkan dua salinan.’
Pada tahun 1999, bisnisnya berkembang begitu pesat, dan itu membuatnya sadar bahwa sudah waktunya bagi dia untuk mulai keluar dan benar-benar belajar. Jadi, dia mendaftarkan diri untuk mengikuti kursus pengembangan bisnis selama empat bulan di Cranfield Business School, supaya nantinya dia bisa membuat bisnis plan. Sementara dia berada disana, dia juga mendapat ide untuk memberikan insentif kepada karyawannya dengan janji untuk memberikan liburan gratis ke Barbados.
Dia mengatakan: ‘Saat aku menuliskan bisnis plan ku, aku memutuskan untuk menghasilkan sesuatu yang benar-benar berarti, dan aku bukan cuma ingin menuntut jumlah yang besar, tapi juga akan memberikan reward dalam jumlah yang seimbang. Saat anda baru bisa menghasilkan keuntungan sebesar £200,000, maka sepertinya cukup arogan untuk mengatakan bahwa anda akan menghasilkan keuntungan sebanyak £1 juta, dan itu membuat ku merasa bahwa memberikan hadiah yang significant adalah sebuah ide yang bagus.’
Akan tetapi, sebelum insentifnya dapat direalisasikan, bisnisnya mendapatkan hambatan yang besar. Dua tahun lalu, dengan industri wisata yang menurun, Morgan terpaksa mengurangi staffnya sebanyak 30 persen.
Dia mengatakan: ‘Aku hampir kehilangan semuanya. Dengan berbagai kejadian yang tidak diharapkan, misalnya runtuhnya gedung di Amerika, penyakit kaki dan mulut, flu burung, dan pecahnya perang di Iraq, serta menurunnya bisnis travel secara umum, itu berarti bahwa kita tidak sedang melihat sebuah perkembangan. Itu keadaan yang cukup serius.’
Dia bisa bertahan karena tetap tekun untuk memilih pasar kalangan atas dan hanya menjual untuk hotel-hotel yang terbaik. Saat ini perusahannya, Pacific Direct, telah mensupply hotel-hotel di 103 negara, termasuk diantaranya Waldorf Astoria di New York dan Sandy Lane di Barbados, dan diperkirakan mempunyai penghasilan sekitar £17,5 juta di tahun 2006.
Di tahun 2008, Morgan menjual bisnisnya seharga £20 juta. Saat ini, di usianya yang ke 42, dia merasa bahwa rahasia dari kesuksesannya adalah karena dia mau untuk terus belajar.
Dia mengatakan: ‘Aku sangat suka membaca buku-buku mengenai bisnis. Setiap kali aku kembali dari perjalanan, misalnya dari Itali, aku akan pulang dengan membawa dua sampai tiga buku, membuat 18 salinannya, dan membagikannya kepada para staff. Aku memang banyak berinvestasi ke dalam staff ku, tapi aku juga tidak melupakan diri ku untuk tetap belajar banyak.’
Morgan juga sangat percaya dengan dirinya. Dia mengatakan: ‘Aku suka melakukan dengan cara yang berbeda, sebab aku tidak ingin menjadi orang lain. Aku ingin menjadi diri ku sendiri.
Sumber : indocashregister.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar