Selasa, 08 Januari 2013

Sukses Coffee Toffee


Garasi rumah jadi kenangan bagi Rakhma Sinseria, pengusaha kedai Coffee Toffee yang menyabet juara pertama Wanita Wirausaha Femina-BNI 2010-2011. Kandang mobil di Jalan Dharmahusada 181, Surabaya, itu dibuat menjadi tempat nongkrong untuk menikmati kopi. “Cuma pakai gerobak kecil, hanya untuk teman-teman saja awalnya,” ujar perempuan lulusan Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya, Malang, ini. Saat itu, tak terpikir soal manajemen atau omzet, yang ada cuma antusias memulai usaha. Itulah yang kemudian menjadi tagline atau moto Coffee Toffee: “Love, Passion, Enthusiasm”.

Bisnis ini bermula dari cinta. Idenya diperoleh ketika Odi Anindito, suaminya, pulang dari Melbourne, Australia, tempat dia bersekolah pada 2005. Di Negeri Kanguru itu Odi baru tahu tentang hebatnya kopi Indonesia. Pengetahuan tentang kopi diperolehnya saat bekerja paruh waktu di kedai kopi setempat. Kopi yang disajikan kepada konsumennya ternyata sebagian berasal dari Indonesia.

Baru terpikir olehnya bahwa Indonesia memang kaya dan Odi yakin mampu menyajikan kopi kekayaan negeri sendiri. Kecintaannya terhadap tanah Air menuntunnya berjualan minuman kopi lokal Indonesia. Bersama pasangan cintanya, Rakhma, usaha ini berjalan sekaligus bisa bekerja di rumah mendampingi putranya, Dewandra Hanin Rakhmadya.

Dengan gairah positif, pasangan ini mulai merintis usaha walaupun modal awalnya hanya Rp 5 juta. Mereka mulai mencari nama kedai kopi yang pas dan unik. Akhirnya, diperolehlah nama Coffee Toffee. “Kami ambil nama, ucapan yang berirama. Setelah cari di Internet, nama yang sering muncul adalah toffee yang artinya permen cokelat,” ujarnya. Maka tak mengherankan, selain kopi, cokelat pun menjadi menu alternatif di kedai itu.

Rupanya jalan memang berliku. Usaha kedai kopi tak semulus yang dia kira. Kurangnya pengalaman serta belum matangnya sistem usaha dan manajerial menjadi penyebab mundurnya usaha itu. Belum lagi terjerat utang kredit tanpa agunan yang mencekik kondisi keuangannya. Rakhma pun harus tebal muka, apalagi waktu itu banyak orang mulai mencemoohnya sebagai pemilik bisnis tipu-tipu dan usahanya masuk daftar hitam. “Jatuh bangun benar kami saat itu,” ujar ibu satu anak ini.

Setelah gagal di Surabaya, Rakhma dan Odi mencoba bangkit dengan mengembangkan kedai kopi ini di Jakarta. Kali ini mulai dikerjakan lebih serius dengan membenahi sistem dan membentuk badan hukum. Mereka membangun usahanya dengan konsep kerja sama kemitraan. Tak mau gagal lagi, Rakhma pun mencari informasi seputar bisnis kemitraan dan manajemen. Dia rajin mengikuti pelatihan usaha kecil-menengah yang diadakan beberapa lembaga pemerintah.

Setelah mitra berdatangan, Rakhma merapatkan barisan, membangun visi yang sejalan dengan para mitra. Perempuan ini juga tak segan mengajak mitranya mengikuti berbagai pelatihan manajemen dan usaha kreatif. Hasilnya, gerai pun bertambah banyak.

Agar usaha lebih berkembang, Rakhma juga sering meminta masukan dari mitra kerjanya, tim internal, bahkan konsumennya. Rakhma juga berbagi tugas dengan suami. Dia mengendalikan manajerial dan pemasarannya, sedangkan Odi mencari konsep dan mencari kopi ke daerah-daerah. Nah, dengan modal antusias berburu kopi ke berbagai daerah, Odi pun mendapat kopi Sumatera Gayo dan Gelintong, Sulawesi Toraja Kalosi, Jawa Moca, dan Bali Batu Karu. Odi mencari dari koperasi-koperasi petani setempat.

Kerja keras mulai berbuah. Satu demi satu, Coffee Toffee mulai menjamur di Jakarta dan sekitarnya. Produk mereka rupanya mulai mencuri hati konsumen. Kemasan lebih modern dan harga terjangkau. “Konsep ini rupanya diterima dan mungkin sesuai dengan gaya hidup di Jakarta dan sekitarnya. Ini mungkin awal keberhasilan kami,” ujar Rakhma.

Setelah sukses di Jakarta, mereka pun mencoba kembali ke Surabaya dan mengembangkan ke daerah lainnya. Kini, tak kurang 100 gerai kopi Coffee Toffee bertebaran Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi, Surabaya, dan beberapa kota di luar Jawa. Bahkan ada pula seperti di Sangata, di pelosok Kalimantan Timur.

Bisnis kedai kopi ini mengantarkan Rakhma menjadi juara pertama sebagai perempuan wirausaha 2011. Sebelum meraih juara ini, bisnis Coffee Toffee pernah pula mendapatkan penghargaan The Best Business Concept Indonesia Franchise Start Up (2010). Suaminya juga masuk nominasi Indonesia Young Entrepreneur Award 2009.

Sejumlah keunggulan tersebut membuat Rakhma tambah berani menantang kedai-kedai kopibrand internasional, seperti Starbucks, Coffee Bean, dan Dome. “Kami tak ingin memposisikan sebagai pesaing mereka,” katanya merendah. Dia cuma menginginkan Coffee Toffee menjadi ikon model bisnis lokal yang menjadi tuan rumah di negeri sendiri. “Syukur-syukur bisa ikut mengglobal dengan kopi lokal,” ujar perempuan yang suka berenang ini. 

Sumber : inspirasipengusaha.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar