Sudah sejak lama saya mengikuti berbagai catatan ringan maupun berat
dari seorang Dahlan Iskan, bahkan sejak saya duduk di bangku SLTP sekira
tahun1991, saya sudah terbiasa membaca catatan-catatan beliau yang
diterbitkan berkala di halaman surat kabar Jawa Pos. Entah kenapa setiap
membaca tulisan Beliau selalu saja saya menyempatkan diri untuk membaca
catatannya, mungkin disetiap tulisannya ada berita baru yang
informatif, provokatif dan yang pasti solutif. Itu juga mungkin salah
satu bentuk cara berkomunikasi Dahlan Iskan pada saat itu dengan publik
yang kebetulan adalah pelanggan surat kabar Jawa Pos. Bahkan hal-hal
yang ringan tapi sesuatu yang baru pernah Dahlan Iskan tulis yang
membuat saya sedikit tersenyum, dan membuat senyum Dahlan Iskan menjadi
tambah lebar, hehe.
Yaitu ketika Dahlan Iskan risau dan galau dengan giginya yang keropos
sehingga beliau kesulitan atau lebih tepatnya tidak begitu pede dengan
senyumnya, bahkan ketika tersenyum pun beliau memilih untuk mengatupkan
kedua bibirnya alias mingkem, hehe lucu sekali. Namun beliau pada saat
itu mencari cara untuk memperbaiki susunan giginya, bahkan perkembangan
giginya pun rajin beliau tulis, hingga akhirnya beliau berhasil
menumbuhkan, iya menumbuhkan bukan memakai gigi palsu. Itupun proses
menumbuhkan gigi beliau adalah metode paling canggih pada ilmu
kedokteran gigi saat itu, walah-walah. Sejak itupun berbagai foto-foto
beliau selalu disertai dengan pose beliau yang sedang tersenyum lebar
dengan gigi-gigi yang tertata rapi, mungkin itupula wujud syukur beliau
karena telah berhasil menumbuhkan gigi-giginya lagi. Dan jangan berharap
melihat fofo Dahlan Iskan tersenyum lebar dengan gigi utuh sebelum
ganti giginya itu, hehe
Nah mungkin ini foto beliau yang belum ganti gigi, hampir semua foto beliau selalu menampakkan gigi ysng rapi.
Itu adalah sebagian kecil proses berkomunikasi Dahlan Iskan dengan
publik, hal pribadi namun penuh unsur informasi terbaru,,itupun yang
Dahlan Iskan lakukan baik ketika membangun Jawa Pos dari masih koran
hitam putih, menjadi koran berwarna, dari koran dengan format kertas
lebar seperti koran-koran dahulu, kemudian beliau ganti dengan format
lebih kecil yang mengadopsi koran-koran luar negeri, sampai
mengembangbiakkan koran Jawa Pos menjadi ratusan anak usaha dari sabang
sampai merauke, dari mengubah “Bos Perusahaan” menjadi istilah CEO
seperti sekarang ini yang Beliau pakai baik di Jawa Pos maupun ketika
menjadi CEO PLN, bahkan ketika menjadi Meneg BUMN, proses ganti hati,
sampai mengkritik PLN dengan cara yang solutif, selalu diterbitkan dalam
tulisan ringan namun informatif.
Maka tak heran sekarang ini di penjuru Indonesia banyak yang angkat
topi dengan gebrakan-gebrakan beliau yang tak terduga namun terarah,
karena bagi sebagian besar orang Jawa Timur, khususnya Surabaya
gebrakan-gebrakan beliau sudah pernah dirasakan masyarakat jauh sebelum
Dahlan Iskan menjadi seorang Meneg BUMN sekarang ini. Dan mungkin pula
gebrakannya jauh lebih besar lagi setelah beliau menjadi menteri,
sifatnya lebih menasional dan semua demi kebaikan Indonesia tercinta,
semoga.
Berikut biografi beliau yang saya rangkum dari berbagai sumber untuk
melihat lebih dekat sosok Dahlan Iskan yang digadang-gadang banyak orang
menjadi Presiden RI selanjutnya.
Profil Biografi Dahlan Iskan (lahir tanggal 17 Agustus 1951 di
Magetan, Jawa Timur, jangan tertipu, karena Dahlan Iskan menentukan
sendiri tanggal lahirnya, karena beliau tidak punya akte kelahiran, dan
orang tuanya lupa kapan tanggal beliau dilahirkan,hehe), adalah CEO
surat kabar Jawa Pos dan Jawa Pos News Network, yang bermarkas di
Surabaya. Ia juga adalah Direktur Utama PLN sejak 23 Desember 2009.
Karir Dahlan Iskan dimulai sebagai calon reporter sebuah surat kabar
kecil di Samarinda (Kalimantan Timur) pada tahun 1975. Tahun 1976, ia
menjadi wartawan majalah Tempo. Sejak tahun 1982, Dahlan Iskan memimpin
surat kabar Jawa Pos hingga sekarang.
Dahlan Iskan adalah sosok yang menjadikan Jawa Pos yang waktu itu
hampir mati dengan oplah 6.000 ekslempar, dalam waktu 5 tahun menjadi
surat kabar dengan oplah 300.000 eksemplar. Lima tahun kemudian
terbentuk Jawa Pos News Network (JPNN), salah satu jaringan surat kabar
terbesar di Indonesia, dimana memiliki lebih dari 80 surat kabar,
tabloid, dan majalah, serta 40 jaringan percetakan di Indonesia. Pada
tahun 1997 ia berhasil mendirikan Graha Pena, salah satu gedung pencakar
langit di Surabaya, dan kemudian gedung serupa di Jakarta.
Pada tahun 2002, ia mendirikan stasiun televisi lokal JTV di
Surabaya, yang kemudian diikuti Batam TV di Batam dan Riau TV di
Pekanbaru. Sejak akhir 2009, Dahlan diangkat menjadi direktur utama PLN
menggantikan Fahmi Mochtar yang dikritik karena selama kepemimpinannya
banyak terjadi mati lampu di daerah Jakarta. Selain sebagai pemimpin
Grup Jawa Pos, Dahlan juga merupakan presiden direktur dari dua
perusahaan pembangkit listrik swasta: PT Cahaya Fajar Kaltim di
Kalimantan Timur dan PT Prima Electric Power di Surabaya.
Tentang Tanggal Lahir Dahlan Iskan
Dalam bukunya Ganti Hati ada cerita menarik tentang tanggal
kelahiranya, Dahlan Iskan menuturkan bahwa tanggal tersebut dikarang
sendiri oleh pak Dahlan karena pada waktu itu tidak ada catatan kapan
dilahirkan dan orang tuanya juga tidak ingat tanggal kelahirannya. Dan
kenapa pak Dahlan memilih tanggal 17 Agustus, karena bertepatan dengan
tanggal kemerdekaan Indonesia dan supaya mudah diingat.
Dahlan kecil dibesarkan dilingkungan pedesaan dangan serba
kekurangan, akan tetapi sangat kental akan suasana religiusnya. Ada
cerita menarik yang saya baca pada buku beliau Ganti Hati yang
menggambarkan betapa serba kekurangannya beliau ketika waktu kecil.
Disitu diceritakan Dahlan kecil hanya memiliki satu celana pendek dan
satu baju, tapi masih memiliki satu sarung!. Dan dengan joke-joke pak
Dahlan yang segar beliau menceritakan kehebatan dari sarung yang
dimiliki. Disini beliau menceritakan bahwa sarung bisa jadi apa saja.
Mulai jadi alat ibadah, mencari rezeki, alat hiburan, fashion, kesehatan
sampai menjadi alat untuk menakut-nakuti.
Kalau Dahlan kecil lagi mencuci baju, sarung bisa dikemulkan pada
badan atasnya. Kalau lagi mencuci celana, sarung bisa dijadikan bawahan.
Kalau lagi cari sisa-sisa panen kedelai sawah orang kaya, sarung itu
bisa dijadikan karung. Kalau perut lagi lapar dan dirumah tidak ada
makanan, sarung bisa diikatkan erat-erat dipinggang jadilah dia
pengganjal perut yang andal. Kalau mau sholat jadilah dia benda yang
penting unutk menghadap Tuhan. Kalau lagi kedinginan, jadilah dia
selimut. Kalau sarung itu sobek masih bisa dijahit.
Kalau ditempat jahitan itu robek lagi, masih bisa ditambal. Kalau
tambalanya pun robek, sarung itu belum tentu akan pensiun. Masih bisa
dirobek-robek lagi, bagian yang besar bisa digunakan sebagai sarung
bantal dan bagian yang kecil bisa dijadikan popok bayi. Ada pelajaran
yang bisa kita petik dari cerita beliau, bahwa apapun kondisi kita, baik
kurang, cukup atau lebih kita harus tetap bersyukur, sabar dan harus
menikmati semuanya dengan apa adanya.
Dahlan Iskan Bersama Jawa POS
Jawa Pos didirikan oleh The Chung Shen pada 1 Juli 1949 dengan nama
Djawa Post. Saat itu The Chung Shen hanyalah seorang pegawai bagian
iklan sebuah bioskop di Surabaya. Karena setiap hari dia harus memasang
iklan bioskop di surat kabar, lama-lama ia tertarik untuk membuat surat
kabar sendiri. Setelah sukses dengan Jawa Pos-nya, The Chung Shen
mendirikan pula koran berbahasa Mandarin dan Belanda. Bisnis The Chung
Shen di bidang surat kabar tidak selamanya mulus. Pada akhir tahun
1970-an, omzet Jawa Pos mengalami kemerosotan yang tajam. Tahun 1982,
oplahnya hanya tinggal 6.800 eksemplar saja.
Koran-korannya yang lain sudah lebih dulu pensiun. Ketika usianya
menginjak 80 tahun, The Chung Shen akhirnya memutuskan untuk menjual
Jawa Pos. Dia merasa tidak mampu lagi mengurus perusahaannya, sementara
tiga orang anaknya lebih memilih tinggal di London, Inggris.
Pada tahun 1982, Eric FH Samola, waktu itu adalah Direktur Utama PT
Grafiti Pers (penerbit majalah Tempo) mengambil alih Jawa Pos. Dengan
manajemen baru, Eric mengangkat Dahlan Iskan, yang sebelumnya adalah
Kepala Biro Tempo di Surabaya untuk memimpin Jawa Pos. Eric Samola
kemudian meninggal dunia pada tahun 2000.
Karir Dahlan Iskan dimulai sebagai calon reporter sebuah surat kabar
kecil di Samarinda (Kalimantan Timur) pada tahun 1975. Tahun 1976, ia
menjadi wartawan majalah Tempo. Sejak tahun 1982, Dahlan Iskan memimpin
surat kabar Jawa Pos hingga sekarang. Dahlan Iskan adalah sosok yang
menjadikan Jawa Pos yang waktu itu hampir mati dengan oplah 6.000
ekslempar, dalam waktu 5 tahun menjadi surat kabar dengan oplah 300.000
eksemplar.
Lima tahun kemudian terbentuk Jawa Pos News Network (JPNN), salah
satu jaringan surat kabar terbesar di Indonesia, dimana memiliki lebih
dari 80 surat kabar, tabloid, dan majalah, serta 40 jaringan percetakan
di Indonesia. Pada tahun 1997 ia berhasil mendirikan Graha Pena, salah
satu gedung pencakar langit di Surabaya, dan kemudian gedung serupa di
Jakarta. Pada tahun 2002, ia mendirikan stasiun televisi lokal JTV di
Surabaya, yang kemudian diikuti Batam TV di Batam dan Riau TV di
Pekanbaru.
Sejak akhir 2009, Dahlan diangkat menjadi direktur utama PLN
menggantikan Fahmi Mochtar yang dikritik karena selama kepemimpinannya
banyak terjadi mati lampu di daerah Jakarta. Selain sebagai pemimpin
Grup Jawa Pos, Dahlan juga merupakan presiden direktur dari dua
perusahaan pembangkit listrik swasta: PT Cahaya Fajar Kaltim di
Kalimantan Timur dan PT Prima Electric Power di Surabaya, sekarang
bertugas sebagai Meneg BUMN.
Dalam beberapa kesempatan, pak Dahlan Iskan sempat menuangkan gagasan
dan motivasinya dalam bentuk tulisan, yang tentunya sangat
menginspirasi kita. Agan-agan dapat membacanya di tautan ini Manufactiring hope.
Ketika di Jawa Pos, Pak Dis juga rajin menuliskan kolom CEO Jawa Pos,
Ketika berada di PLN, ada CEO Note, sedangkan di Kemen BUMN, pak Dis
menyebut dengan istilah Manufacturing Hope.
Sumber : blogmi.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar