Dengan sistem yang baik, usaha bisa berjalan tanpa tergantung
kehadiran pemilik. Gambarnya sungguh unik. Terlihat wajah seorang gadis
dengan kostum kartun superman. Namun, karena bukan superman, kata-kata
yang tertulis digambar itu Suparmi. Mungkin nama sang gadis!
Inilah
salah satu desain menarik pada produk mug produksi Kedai Digital.
Kejelian membuat disain dan meramu kata-kata pada produk merchandise ini
membuat bisnis Kedai Digital berkembang pesat.
Cabangnya pun tersebar
di berbagai kota. Berbagai strategi mengembangkan usaha inilah yang
ditekuni Saptuari Sugiharto, pemilik Kedai Digital, dalam satu tahun
belakang melalui Program Pembinaan Wirausaha Muda Mandiri. Pembinaan dan
pendampingan dilakukan selama satu tahun penuh dengan metode tatap muka
dan kunjungan langsung ke berbagai lokasi usaha.
Mengikuti pelatihan dan pendampingan bisnis dari Bank Mandiri adalah salah satu manfaat yang didapat Saptuari sebagai juara dua tingkat nasional Penghargaan Wirausaha Muda Mandiri 2007 kategori alumni dan pascasarjana. “Melalui pembinaan ini saya mendapatkan investasi pengetahuan bisnis yang tidak bisa diperoleh di mana pun,” kata pria humoris ini.
Mengikuti pelatihan dan pendampingan bisnis dari Bank Mandiri adalah salah satu manfaat yang didapat Saptuari sebagai juara dua tingkat nasional Penghargaan Wirausaha Muda Mandiri 2007 kategori alumni dan pascasarjana. “Melalui pembinaan ini saya mendapatkan investasi pengetahuan bisnis yang tidak bisa diperoleh di mana pun,” kata pria humoris ini.
Materi pembinaan
meliputi berbagai hal tentang pengelolaan usaha yang diberikan
instruktur bersertifikat internasional. Cakupannya cukup luas, mulai
dari pengaturan keuangan atau manajemen cash flow, konsistensi delivery
produk dan jasa, kejernihan visi dan misi usaha, strategi marketing dan
sales, garansi layanan dan produk, mendesain dan mengemas produk,
membangun tim dan efisiensi operasional. Para peserta juga diberikan
tips mencari prospek usaha, meningkatkan transaksi, meningkatkan omset
dan profit bisnis.
Dengan mengikuti pelatihan ini para peserta diharapkan dapat mengembangkan bisnisnya menjadi semakin maju dan eksis untuk selamanya. “Saya harus mengembangkan sistem sehingga bila hari ini saya sedang berlibur misalnya, bisnis tetap menghasilkan duit. Tapi kalau hari ini saya masih sibuk hitung barang, bersih-bersih mug, berarti bisnis saya belum jalan. Saya masih making money, belum doing business,”tutur Saptuari. Untuk mengarah ke doing business, pria lulusan jurusan Geografi UGM ini mendelegasikan sebagian tugas ke manajer cabang. “Asal terhubung dengan internet, email, dan SMS, saya bisa bekerja di mana pun,” katanya.
Hasil pembinaan dan pendampingan memang terlihat pada perkembangan usaha Saptuari.
Dari tujuh cabang yang dimilikinya pada 2007, kini telah berkembang menjadi 30 cabang yang tersebar di 22 kota. “Omzetnya pun naik. Jika dulu rata-rata Rp 1,5 miliar setahun sekarang sekitar Rp 3-4 miliar per tahun,” katanya. Lelaki berusia 29 tahun itu telah mulai berbisnis kecil-kecilan sejak masuk kuliah pada 1998. Ia pun sempat menjadi penjaga koperasi mahasiswa, staf marketing Radio Swaragama FM, dan bekerja di sebuah perusahaan event organizer (EO). Pada saat bekerja di EO inilah ia terkesima melihat antusiasme penonton berebut merchandise berlogo atau bergambar para selebriti. ”Padahal, mereka bisa membuat merchandise apa saja sesuai dengan kemauannya.”
Berangkat dari pengalaman itu, pada 2005 Saptuari bertekad bulat menekuni bisnis sendiri dengan mendirikan Kedai Digital. Perusahaan ini memproduksi aneka barang cendera mata (seperti mug, t-shirt, pin, gantungan kunci, mouse pad, foto dan poster keramik, serta banner) dengan hiasan hasil print digital. Modalnya uang sebanyak Rp28 juta, hasil tabungan, menjual motor, dan menggadaikan rumah keluarga. Setelah lima tahun berusaha, mug dengan foto menjadi produk yang paling diminati pelanggannya. “Mug seharga Rp 25 ribu ini umumnya dipesan untuk hadiah,” ungkap Saptuari.
Dengan mengikuti pelatihan ini para peserta diharapkan dapat mengembangkan bisnisnya menjadi semakin maju dan eksis untuk selamanya. “Saya harus mengembangkan sistem sehingga bila hari ini saya sedang berlibur misalnya, bisnis tetap menghasilkan duit. Tapi kalau hari ini saya masih sibuk hitung barang, bersih-bersih mug, berarti bisnis saya belum jalan. Saya masih making money, belum doing business,”tutur Saptuari. Untuk mengarah ke doing business, pria lulusan jurusan Geografi UGM ini mendelegasikan sebagian tugas ke manajer cabang. “Asal terhubung dengan internet, email, dan SMS, saya bisa bekerja di mana pun,” katanya.
Hasil pembinaan dan pendampingan memang terlihat pada perkembangan usaha Saptuari.
Dari tujuh cabang yang dimilikinya pada 2007, kini telah berkembang menjadi 30 cabang yang tersebar di 22 kota. “Omzetnya pun naik. Jika dulu rata-rata Rp 1,5 miliar setahun sekarang sekitar Rp 3-4 miliar per tahun,” katanya. Lelaki berusia 29 tahun itu telah mulai berbisnis kecil-kecilan sejak masuk kuliah pada 1998. Ia pun sempat menjadi penjaga koperasi mahasiswa, staf marketing Radio Swaragama FM, dan bekerja di sebuah perusahaan event organizer (EO). Pada saat bekerja di EO inilah ia terkesima melihat antusiasme penonton berebut merchandise berlogo atau bergambar para selebriti. ”Padahal, mereka bisa membuat merchandise apa saja sesuai dengan kemauannya.”
Berangkat dari pengalaman itu, pada 2005 Saptuari bertekad bulat menekuni bisnis sendiri dengan mendirikan Kedai Digital. Perusahaan ini memproduksi aneka barang cendera mata (seperti mug, t-shirt, pin, gantungan kunci, mouse pad, foto dan poster keramik, serta banner) dengan hiasan hasil print digital. Modalnya uang sebanyak Rp28 juta, hasil tabungan, menjual motor, dan menggadaikan rumah keluarga. Setelah lima tahun berusaha, mug dengan foto menjadi produk yang paling diminati pelanggannya. “Mug seharga Rp 25 ribu ini umumnya dipesan untuk hadiah,” ungkap Saptuari.
Sumber :wirausahamandiri.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar