Saya ini cuma wirausahawan botol bobol,’’ ujar Supriyanto (45) sambil
tersenyum. Maksudnya, dia juragan pengepul barang apkir seperti botol
bolong?
Ternyata bukan. ‘’Botol itu akronim dari berani optimis (dengan)
tenaga orang lain. Kalau bobol, berani optimis (dengan) bisnis orang
lain,’’ terang pemilik 3 bidang usaha di Jakarta itu sambil tertawa.
Supriyanto, pria kelahiran Boyolali, Jawa Tengah, mengungkapkan, ilmu bisnis tersebut dia peroleh dari kuliah di Entrepreneur University
(EU). Purdi E Chandra, pengasuh EU, yang mengajarinya konsep bisnis
botol dan bobol. Pendiri Primagama, jaringan lembaga kursus terbesar di
Indonesia, itu pun mengenalkan Supriyanto pada konsep bodol (berani,
optimis, duit orang lain). Maknanya, berbisnis dengan modal dari pihak
lain.
‘’Alhamdulillah, dengan konsep botol, saya punya bisnis konsultan
manajemen dan mengelola usaha bakery. Lalu dengan konsep bobol, saya
punya sekolah TK & Playgroup Primagama,’’ terang suami Eka Yanti.
Padahal, Supriyanto sejatinya seorang berlatar accounting. Lantas,
bagaimana ia bisa memiliki bisnis di 3 bidang berbeda yang tak sesuai
background akademiknya?
Syahdan, setelah 16 tahun bekerja di perusahaan Grup Astra sebagai
akuntan, pada akhir 2006 Supriyanto mengundurkan diri. Dengan modal uang
pesangon yang cukup besar waktu itu, ia ingin punya usaha mandiri.
Merujuk pada The Cashflow Quadrant-nya Robert Kiyosaki, dari sekadar
pekerja atau orang gajian (1-employee) Supriyanto ingin loncat ke
kuadran lain sebagai self-empoyed (2), business owner (3) atau investor
(4).
Tak lama setelah resign, Supriyanto bekerja fulltime mengelola usaha
konsultasi manajemen bersama temannya yang pakar di bidang ini.
Perusahaan konsultan yang biasanya melayani klien instansi plat merah
maupun hitam itu, berkantor di kawasan Mampang, Jakarta Selatan.
Bapak dari Sania Sekarningrum (8) dan Sandrina Ayasha (6), itu juga
membuka TK & Playgroup Kreatif Primagama di Bogor. Lembaga
pendidikan untuk anak ini merupakan franchise dari induknya di Jogja.
Namun baru 4 bulan jadi pengusaha, Supriyanto mendapat cobaan berat.
Suatu hari, dalam perjalanan ke Bogor, entah mengapa tubuhnya merasa
panas. ‘’Bukan panas biasa, tapi pokoknya badan terasa tidak enak
sekali,’’ kenang Supriyanto sambil memperagakan orang kesurupan.
Sempat dirawat selama 4 hari di sebuah rumah sakit, kondisi lelaki
itu tak jua membaik. Padahal, berbagai terapi medis dan obat jalan sudah
dicobanya. Maka dengan didampingi istrinya, Supriyanto mulai
kesana-kemari mencari pengobatan alternatif.
Dalam keadaan seperti itu, sekolah TK & Playgroup miliknya didemo
warga sekitar. Tampaknya ada masalah dengan tanah yang dipakai untuk
lokal sekolah. Akhirnya terpaksa Supriyanto menutup sekolah di Bogor
tersebut.
‘’Itu mungkin kena gunaguna, coba ke ‘orang pinter’,’’ saran demikian
tak urung diterima Supriyanto yang tengah berkepanjangan menderita
sakit ‘’aneh’’. Tapi, dengan didampingi sang istri, ia tetap menjaga
akal sehat.
Suatu hari, setelah sekian lama klik-klik browsing internet,
Supriyanto seperti menemukan obat mujarab yang tengah diburunya.
‘’Sedekah dapat menyembuhkan penyakit,’’ demikian salah satu syiar
Ustadz Yusuf Mansur yang disimaknya di laman PPPA Daarul Qur’an.
Bersama Eka Yanti, Supriyanto lalu berkunjung ke Kampung Qur’an di
Ketapang, Cipondoh, Tangerang. Di sana ia dilayani Ustadz Abdoel
Rochimi, salah satu konselor PPPA Daqu.
Dari kunjungan itu, Supriyanto mulai membiasakan riyadhoh dan sedekah
untuk menghajatkan kesembuhan dirinya. ‘’Selain mengamalkan
ibadah-ibadah di rumah, saya juga ikut kuliah dhuha dan pesantren
riyadhoh di Ponpes Daqu Bulak Santri Tangerang,’’ tutur Supriyanto.
Dengan dorongan sang istri, dia pun mulai ringan tangan menyedekahkan
sebagian tabungannya. Baik untuk disalurkan melalui program PPPA Daqu
maupun berbagi di daerah sekitar tempat tinggalnya di Jagakarsa, Jakarta
Selatan.
Padahal, Supriyanto mengaku sebelumnya ia pelit. ‘’Maklum, orang
accounting,’’ katanya sambil mengepalkan jari tangan kanan. Setelah
mendapat pencerahan sedekah, ia jadi paham bahwa harta tak cukup
dizakati 2,5% nya. Kalau perlu, sedekahkan dalam jumlah yang membuat
kita ‘’tos-tosan’’ dengan Allah SWT. Sedekah yang membuat hati deg-degan
antara khawatir dan berharap.
Alhamdulillah, dengan menjalani riyadhoh dan sedekah, memasuki tahun
2009 Supriyanto berangsur sembuh. Usahanya pun mulai recovery.
‘’Tahun 2010 Saya buka lagi TK & Playgroup yang dulu tutup pada
tahun 2007. Tapi saya pindahkan di Jagakarsa biar dekat rumah,’’ ungkap
Supriyanto. Sekolah ini merupakan cabang ke-23 dari seluruh cabang yang
berjumlah 28. Sampai sekarang, ia satu-satunya cabang di Jakarta.
Tahun pertama, muridnya 26 anak. Tiga di antaranya anak yatim yang
bersekolah gratis. Tahun kedua, 2011, Supriyanto terpaksa menolak
sebagian calon murid. Pasalnya, kapasitas 60 murid termasuk 4 siswa
yatim dan 6 guru, sudah full.
Sementara itu, kantor konsultannya jalan terus. ‘’Alhamdulillah,
sudah 8 tahun masih eksis, walaupun perkembangannya tidak sepesat usaha
kuliner,’’ ujar Supriyanto, yang bersama temannya berniat membuka Rumah
Tahfidz di daerah Bumi Serpong Damai, Tangerang.
Pada 2011, Supriyanto mengajak seorang baker (ahli bakery), untuk
membuka Sanaya Bakery and Cake di Jalan Kahfi 1 no 27D Cipedak,
Jagakarsa, Jakarta Selatan. Nama Sanaya, merupakan akronim perpaduan
dari nama kedua buah hati mereka, Sania-Ayasha.
‘’Produk andalan kami roti pizza, roti abon, dan cake cappuccino,’’
ungkap Ny Eka Yanti, yang mengaku tak merahasiakan cara membuat
produknya kepada siapapun. Sebab ia yakin, ‘’Kalau sudah rejeki hendak
ke mana’’. Selain itu, adonan tiap tangan berbeda hasilnya walau
resepnya sama.
Sanaya Bakery and Cake yang utamanya membidik pangsa pasar
middle-low, kini sudah menghidupi 14 karyawan. Tujuh orang di bagian
administrasi dan dapur, 7 lagi melayani delivery di Jakarta Selatan,
Bogor, dan Depok.
‘’Insya Allah saya sedang mempersiapkan Sanaya untuk
di-franchise-kan,’’ kata Supriyanto, yang kadang mengirim produknya
untuk makan para santri Penghafal Qur’an di Kampung Qur’an Ketapang. Dia
optimis, dapat mengikuti jejak suskes bisnis rekan sealmamaternya di EU
seperti Mas Mono (ayam bakar), Hendy Setiono (Kebab Baba) dan Rangga
(Pecel Lele Lela). Insya Allah.
Sumber : pebisnismuslim.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar