Rabu, 03 Oktober 2012

Sukses dari Tepung


Jono Glepung pernah hampir putus asa. Dulu, ketika masih berproses mencari sumber kehidupan, berbagai pekerjaan berat pernah dijalani. Ketika keliling bersepeda menjual rambak, setiap kali pulang dengan tangan hampa dan di keranjang masih penuh dagangan, sering terbesit pemikiran untuk membuang rombong beserta isinya di kali.

Untunglah, niat itu tak kesampaian. Dia tabah dalam menjalani proses berikutnya, menjadi tukang tebas melinjo. Ternyata, pilihan itu juga kurang tepat. Meski, hasilnya lumayan.

Ketika keliling cari dagang itulah, Jono menemukan perusahaan Yangko SMD Sorosutan. Tahun 1994, dia diminta kerja di sana. Tawaran tersebut justru menggugah ingatannya. Bahwa dia punya banyak pengalaman di bisnis tepung Yangko. Maka, timbul pemikiran, mengapa tidak kembali menekuni tepung yangko?
Apalagi ketika itu dia sudah punya tabungan. Cukup untuk membeli mesin giling yangko. “Saya pikir tepung inilah dunia hidup saya. Jadi, buat apa kerja yang lainnya,” kenang Jono.

Menikahi Warsiyati tahun 1996. Kehidupannya mulai mapan. Pelanggannya tambah banyak. Baik yang minta jasa penggilingan maupun beli tepung yangko.

Para pengusaha yangko lebih suka membeli tepung jadi. Karena, proses penepungan memang rumit. Untuk mendapatkan kualitas tepung yangko yang bagus, dibutuhkan ketelatenan serta proses yang panjang. Juga,harus memperhatikan perubahan cuaca.

Cuaca cerah dan panas sangat baik untuk melakukan produksi tepung yangko. Menurut Jono Glepung, sebelum menjadi tepung siap pakai, proses awal yang harus dikerjakan adalah menanak beras ketan. Setelah masak, beras yang sudah menjadi nasi ketan, dijemur.

Proses penjemuran harus telaten. Jangan terlalu tebal, agar cepat kering. Memakan waktu 2-3 hari. Tugas ini biasa dikerjakan oleh Warsiyati dan ibunya.

Saat menanak beras ketan ini harus melihat cuaca. Jika cuaca kurang baik, cukup 50 kilogram. Tapi kalau panas dan cuaca sangat cerah, berani menanak ketak sampai 2 kwintal.

Setelah kering, nasi ketan memasuki proses sosoh, memecah nasi ketan kering dengan menggunakan mesin penggiling tanpa saringan. Tujuannya agar kerak nasi ketan bisa terpisah satu sama lainnya menjadi seperti beras masak.

Kemudian disaring atau diinteri. Dipisahkan antara yang lembut dan yang masih kasar.
Proses selanjutnya, nasi ketan kering itu digoreng sangan atau disangrai. Diistilahkan, mbrondong, karena hasilnya seperti brondong beras. Prosesmbrondong ini membutuhkan kesabaran dan waktu cukup lama. Untuk seharinya seorang hanya bisa mengerjakan paling banyak hanya 25 kilogram.

Setelah menjadi brondong, digiling dengan menggunakan saringan lembut. Membutuhkan waktu lama. Satu kwintal brondong nasi ketan kering membutuhkan waktu satu setengah jam untuk menjadi tempung yangko berkualitas.

Karena rumitnya proses pembuatan tepung yangko, harganya juga lumayan mahal, Rp. 13.000 / kg.
Untuk semua proses itu Jono dibantu beberapa tenaga kerja. Khusus untuk proses giling, biasanya mulai bekerja setelah Subuh. Setiap hari, ada 3 mesin giling beroperasi.

Menurut Jono, memang ada yang hanya melakukan proses instan dalam membuat tepung ketan. Beras hanya direndam dan kemudian ditiriskan. Setelah kering digiling. Tapi proses ini tidak baik. Yangko tidak tahan lama.
Hampir semua penguasaha yangko menjadi pelanggan Jono Glepung. Pada hari-hari biasa permintaan tepung yangko memang tidak begitu banyak. Tapi paling sedikit, per hari 2 – 3 kwintal tepung yangko.

Pasang surut usaha memang harus dilakoninya. Gempa 2006 yang meluluh lantakan wilayah Pleret juga menimpa usahanya. Pasca gempa, dia harus menata kembali bisnisnya. Jika sebelum gempa omzet perhari mencapai Rp. 8 juta. Sekarang kisaran Rp. 2 juga – 3 juta. Yang jelas, lonjakan ekonomi Jono sangat kelihatan, setelah menekuni tepung yangko. Rumah tinggalnya yang berdiri cukup megah. Sepasang gebyok kayu jati tua denan ukiran khas menghiasi bagian depan rumah. Mobil angkutan serta mobil keluarga. Tapi semua itu tetap terbungkus dengan sikap kesederhanaannya dalam pergaulannya bermasyarakat.

Sumber : kertasbiasa.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar