CALIFORNIA (Berita SuaraMedia) - Berwiraswasta tidak harus menunggu
sampai lulus sekolah. Seperti Shintya Noverina, dia tak terlalu peduli
ketika pamannya menasihati. Dia menyarankan gadis yang kini berusia 22
tahun itu kuliah di sebuah Sekolah Tinggi Perhotelan. Alasannya, agar
cepat mendapat pekerjaan. Awalnya, gadis yang ketika itu bersekolah di
sebuah sekolah menengah umum di Dumai itu tidak tertarik. Karena Shintya
lebih memilih kampus yang menurut dia keren.
Akhirnya Shintya tergoda juga. Gara-garanya, sang paman yang bekerja
di sebuah hotel berbintang di Batam bercerita tentang temannya yang
menjadi koki (chef) di hotel luar negeri. "Waktu itu saya langsung
membayangkan, enak bisa bekerja di luar negeri, kaya pengalaman, bergaji
dolar pula," ujarnya.
Mimpi Shintya pun bakal menjadi kenyataan. Beberapa hari setelah
lulus, dia direkomendasikan salah satu dosennya untuk bekerja di dua
hotel bintang lima di Dubai, Uni Emirat Arab. Kebetulan, banyak alumni
Sekolah Perhotelan tersebut bekerja di dua hotel itu: Wafi Hospitaly dan
Shangri-la Hotel. Shintya ditawari di divisi bakery and pastry, pas
dengan jurusannya, yaitu Jurusan Manajemen Patiseri.
Setelah mengirim lamaran via email, tak lama kemudian Shintya
menerima surat balasan. Isinya: draf surat kontrak yang harus diteken
dan dikirimkan lagi ke Dubai. "Kontraknya dua tahun, dengan gaji 1.182
dirham sebulan," katanya antusias. Ya, hampir Rp 3 juta. Shintya mengaku
bingung harus memilih yang mana.
Sebenarnya, tak harus lulus seperti Shintya, ketika masih kuliah pun
tawaran kerja sering hinggap. Biasanya para mahasiswa yang maganglah
yang mendapat rezeki pekerjaan seperti ini. Saut Christian Sihombing,
misalnya. Belum lagi masa magang di Berjaya Hill Resor, Pahang,
Malaysia, habis, mahasiswa semester delapan jurusan administrasi hotel
ini sudah disodori kontrak kerja. Saut menolak karena ingin merampungkan
kuliah dulu.
Berbeda dengan Shintya, seorang remaja di Amerika Serikat (AS)
menunjukkan bahwa dia bisa merintis jalan sebagai pengusaha kendati
masih duduk di bangku SMA.
Dia bernama Diane Keng. Masih berumur 18 tahun, Diane bersama kakaknya Maret lalu sukses meluncurkan laman MyWeboo.com. Laman itu berguna membantu sesama remaja mengatur laman-laman favorit, termasuk situs jejaring sosial, ke dalam satu wadah.
Pada pameran Web 2.0 Expo di San Fransisco awal pekan ini, Diane memamerkan MyWeboo sekaligus berupaya menarik minat para investor untuk menanamkan modal mereka guna mengembangkan jaringan laman itu.
Layaknya seorang profesional, Diane sudah pintar mengatur waktu. Setiap pagi, gadis yang tercatat sebagai murid SMA Monta Vista di Kota Cupertino, negara bagian California, sibuk dengan berbagai pelajaran, termasuk kelas ekstra ilmu ekonomi terapan dan pemerintahan. Sore hari, Diane menjaga kebugaran dengan berlatih badminton.
"Usia, gender, dan minim pengalaman tidak membuat saya gentar untuk mengelola perusahaan," kata Diane seperti diberitakan oleh laman harian The Wall Street Journal. Bersama kakaknya, Steven (25), Diane berstatus sebagai pendiri (founder) MyWeboo. Dalam jabatan struktural, Steven berposisi sebagai Kepala Eksekutif Korporat (CEO), sedangkan Diane adalah Direktur Pemasaran (Marketing).
Dua bersaudara itu beruntung memiliki ayah yang berprofesi sebagai pebisnis investasi - yang rutin bolak-balik antara Beijing (China) dan Cupertino. Oleh ayahnya, Diane dan Steven diberi modal awal US$100.000.
Diane mengaku bahwa MyWeboo merupakan bisnisnya yang ketiga. Kali pertama dia berbisnis ketika masih berusia 15 tahun. Saat itu dia menggarap usaha sablon kaos.
Merasa tidak mendapat untung yang sepadan, Diane meninggalkan usaha sablon kaos dan mencoba mendirikan firma konsultan pemasaran produk remaja. Namun bisnis yang satu ini membuat Diane sulit membagi waktu untuk belajar dan bergaul. Maka, sejak Maret lalu dia bersama kakaknya mencoba peruntungan di bisnis jasa internet.
Diane pun beruntung tinggal dan bersekolah di lingkungan yang masuk dalam wilayah "Lembah Silikon" (Silicon Valley). Kawasan ini dikenal sebagai pusat produksi barang-barang berteknologi canggih dan sudah pasti banyak orang pintar yang tinggal dan bekerja di wilayah itu.
Silicon Valley pun dikenal sebagai penghasil sejumlah wiraswastawan belia. Salah satunya adalah Gurbaksh Chahal, yang membuka bisnis online di bidang iklan, Click Agents, saat masih berusia 16 tahun.
Dua tahun kemudian Chahal menjual perusahaannya senilai US$40 juta sebelum akhirnya membuka laman iklan baru, BlueLithium. Laman baru itu pun dia jual seharga US$300 juta ketika usia Chahal baru 25 tahun.
Lembah Silikon juga menghasilkan Kristopher Tate, yang di usia 16 tahun meluncurkan laman berbagi foto, Zooomr. Kini, di usia 22 tahun, Tate menjalankan sebuah perusahaan portofolio berbasis internet dari Tokyo.
Namun, para remaja pebisnis itu tidak langsung mereguk kesuksesan. "Selama dua tahun pertama mengelola Click Agents, saya mengorbankan masa muda," kata Chahal. Dia pun terpaksa drop-out dari sekolah untuk berkonsentrasi pada bisnisnya. "Saya tidur dan bekerja di kantor," lanjut Chahal.
Dia bernama Diane Keng. Masih berumur 18 tahun, Diane bersama kakaknya Maret lalu sukses meluncurkan laman MyWeboo.com. Laman itu berguna membantu sesama remaja mengatur laman-laman favorit, termasuk situs jejaring sosial, ke dalam satu wadah.
Pada pameran Web 2.0 Expo di San Fransisco awal pekan ini, Diane memamerkan MyWeboo sekaligus berupaya menarik minat para investor untuk menanamkan modal mereka guna mengembangkan jaringan laman itu.
Layaknya seorang profesional, Diane sudah pintar mengatur waktu. Setiap pagi, gadis yang tercatat sebagai murid SMA Monta Vista di Kota Cupertino, negara bagian California, sibuk dengan berbagai pelajaran, termasuk kelas ekstra ilmu ekonomi terapan dan pemerintahan. Sore hari, Diane menjaga kebugaran dengan berlatih badminton.
"Usia, gender, dan minim pengalaman tidak membuat saya gentar untuk mengelola perusahaan," kata Diane seperti diberitakan oleh laman harian The Wall Street Journal. Bersama kakaknya, Steven (25), Diane berstatus sebagai pendiri (founder) MyWeboo. Dalam jabatan struktural, Steven berposisi sebagai Kepala Eksekutif Korporat (CEO), sedangkan Diane adalah Direktur Pemasaran (Marketing).
Dua bersaudara itu beruntung memiliki ayah yang berprofesi sebagai pebisnis investasi - yang rutin bolak-balik antara Beijing (China) dan Cupertino. Oleh ayahnya, Diane dan Steven diberi modal awal US$100.000.
Diane mengaku bahwa MyWeboo merupakan bisnisnya yang ketiga. Kali pertama dia berbisnis ketika masih berusia 15 tahun. Saat itu dia menggarap usaha sablon kaos.
Merasa tidak mendapat untung yang sepadan, Diane meninggalkan usaha sablon kaos dan mencoba mendirikan firma konsultan pemasaran produk remaja. Namun bisnis yang satu ini membuat Diane sulit membagi waktu untuk belajar dan bergaul. Maka, sejak Maret lalu dia bersama kakaknya mencoba peruntungan di bisnis jasa internet.
Diane pun beruntung tinggal dan bersekolah di lingkungan yang masuk dalam wilayah "Lembah Silikon" (Silicon Valley). Kawasan ini dikenal sebagai pusat produksi barang-barang berteknologi canggih dan sudah pasti banyak orang pintar yang tinggal dan bekerja di wilayah itu.
Silicon Valley pun dikenal sebagai penghasil sejumlah wiraswastawan belia. Salah satunya adalah Gurbaksh Chahal, yang membuka bisnis online di bidang iklan, Click Agents, saat masih berusia 16 tahun.
Dua tahun kemudian Chahal menjual perusahaannya senilai US$40 juta sebelum akhirnya membuka laman iklan baru, BlueLithium. Laman baru itu pun dia jual seharga US$300 juta ketika usia Chahal baru 25 tahun.
Lembah Silikon juga menghasilkan Kristopher Tate, yang di usia 16 tahun meluncurkan laman berbagi foto, Zooomr. Kini, di usia 22 tahun, Tate menjalankan sebuah perusahaan portofolio berbasis internet dari Tokyo.
Namun, para remaja pebisnis itu tidak langsung mereguk kesuksesan. "Selama dua tahun pertama mengelola Click Agents, saya mengorbankan masa muda," kata Chahal. Dia pun terpaksa drop-out dari sekolah untuk berkonsentrasi pada bisnisnya. "Saya tidur dan bekerja di kantor," lanjut Chahal.
Sumber : suaramedia.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar