Sudhamek intinya hanyalah seorang penjual makanan dan minuman. Namun,
Chief Executive Officer Garuda Food ini membawa perusahaannya merambah
ke berbagai pasar level dunia. Produknya ”hanya” pelbagai jenis makanan
kecil dan minuman ringan, tetapi membuatnya meraih sejumlah penghargaan
sebab produknya kini sukses merambah pasar di lima benua.
Sudhamek meraih pelbagai penghargaan, di antaranya Ernst & Young
Indonesia Entrepreneur of The Year 2004, The Most Admired CEO 2004,
2005, 2006, 2007 Big Companies Executives versi (majalah Warta Ekonomi)
dan 11 Top Executive 2011 versi majalah Eksekutif. Ia selalu diajak
berbicara berbagi kiat bisnis di pelbagai forum dalam dan luar negeri.
Namun, beberapa tahun terakhir ini, Sudhamek (56) terkesan agak enggan
bicara cerita kesuksesan perusahaan. Ia terkesan lebih suka menjadikan
masalah moral, integritas, reputasi, loyalitas, dan saling menghargai
sesama manusia. Berikut petikan wawancara dengan suami Lanny Rosiana
serta ayah dua putra dan satu putri ini ketika ditemui di kantornya
baru-baru ini.
Garuda Food tumbuh signifikan dalam 20 tahun ini. Apa strategi Anda?
GarudaFood perusahaan biasa saja, bukan perusahaan besar. Kalau
dikategorikan, mungkin lebih pas dimasukkan dalam kelompok menengah.
Namun, saya akan lebih tertarik kalau kita melihat bisnis itu tidak
semata size-nya atau keuntungannya, tetapi apa makna dari sebuah bisnis.
Apa manfaat yang ia berikan kepada publik. Aspek lain, jauh lebih
bermakna kalau kita melihat proses dari sebuah bisnis yang selalu
diwarnai dengan kultur dan etika. Budaya dan etika bisnis itulah yang
kini dibutuhkan mumpung Indonesia diberi banyak karunia. Lalu, kalau
kita berbicara tentang kelestarian bisnis, iya, kita mesti bicara
tentang kultur.
Mengapa harus kultur?
Selama hampir 10 tahun ini, saya selalu menekankan aspek kultur
bisnis sebab saya melihat ini sesuatu yang penting. Sebagian di antara
pebisnis terkesan mengabaikannya. Kalaupun ada perhatian, hanya di
urutan ke sekian. Padahal, pemilik perusahaan selalu memberi warna
sangat dominan dalam jalannya roda bisnis. Kalau perusahaan itu ”diisi”
dengan kultur yang baik, pada ujungnya akan menghasilkan sebuah
perusahaan yang memesona, fantastik.
Ada contoh konkret?
PT Astra International Tbk bisa jadi contoh. Astra International bisa
seperti itu karena ada kultur yang ditanamkan pendirinya, yakni
(almarhum) Om William Soeryadjaya. Sikap dia yang memandang tinggi semua
karyawan, sikap kebapakannya, tanggung jawab, integritas, moralnya,
sungguh memberi warna menonjol pada lembaga Astra. Salah satu sisi yang
cemerlang dari Om William adalah ia selalu melihat manusia sebagai
pemegang peran sentral. Bukan sekadar pada kompetensinya, melainkan juga
pada nilai-nilai positif manusia atau karyawan tersebut. Makanya, Astra
menjadi seperti sekarang. Ragam bisnisnya demikian kaya.
Bagaimana Anda melihat nilai manusia dalam sebuah perusahaan?
Saya sependapat dengan Oom William, manusia pemegang peran terbesar,
misalnya dalam proses bisnis, pembuat, pelaku strategi, dan pembangun
sistem adalah manusia. Manusia pula perumus strategi, pemilik
infrastruktur dan manajemen pengetahuan. Seorang pemimpin yang ingin
sukses harus menyentuh aspek manusia ini dengan cerdas, arif. Namun, di
balik aspek-aspek ini, manusia harus punya nilai luhur sebab ia pusat
dari apa pun. Seorang manusia tidak sekadar mesti punya kompetensi,
tetapi memiliki spiritual yang baik. Khusus soal aspek spiritual, ia
menjadi gantungan atau landasan perusahaan. Spiritual inilah yang
kemudian diisi dengan kompetensi sehingga menjadi dinamis.
Unsur spiritual ditekankan dalam tubuh GarudaFood?
Tentu saja. Namun, saya tahu bahwa tidak ada sesuatu yang diraih
seketika. Jadi, sedikit demi sedikit aspek ini saya tekankan sehingga
karyawan yang menerima ini dengan sepenuhnya baru sekian persen. Ini
akan terus bertambah. Saat ini, lebih kurang 18.000 karyawan GarudaFood
diajak memahami hal itu dan sebagian di antara mereka sudah mulai
menangkap makna tersirat dan tersurat dari apa yang kami sampaikan. Hal
yang kami inginkan adalah kami kembali ke kombinasi kompetensi dengan
spiritual. Pious yet competent (saleh tetapi sekaligus kompeten). Yang
kemudian terjadi di lapangan ialah lebih banyak senangnya daripada
stresnya sebab level stres menjadi lebih tertangani. Dari sinilah muncul
kreativitas yang mencengangkan, dari titik inilah pula lahir
karya-karya besar sebab karyawan bekerja dengan kenyamanan,
ketenteraman, dan kebahagiaan.
Penetrasi pasar Garuda Food menjangkau lima benua. Bagaimana?
Kami memang rajin memasarkan pelbagai produk ke luar negeri. Tentu
ini tidak semata karena ingin meraih laba lebih besar, tetapi kami ingin
produk GarudaFood lebih dikenal luas. Pada ujungnya, ini berkaitan
dengan menopang kinerja ekspor dan membawa bendera Indonesia. Saya
sering mendengar teman menemukan produk Garudafood di pelbagai kota,
misalnya Helsinki, London, Kairo, Johannesburg, Beijing, Hongkong,
Tokyo, Chennay, Washington DC, sampai Sydney. Ini membanggakan kami
sekaligus menerbitkan tanggung jawab untuk terus berinovasi untuk meraih
kinerja optimal. Kami memang ingin supaya produk kami tidak saja
diterima di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri.
Ada yang hendak Anda utarakan?
Saya suka menggugah para karyawan untuk membina harmoni dalam rumah
tangga. Beri perhatian dan cinta kepada anak istri/suami. Kalau belum
berumah tangga, bangunlah hubungan baik, proporsional dengan orangtua
serta sekitarnya.
Kalau di rumah nyaman dan penuh sukacita, di kantor pun akan
demikian. Mereka akan nyaman bekerja dan dari situ muncul kreasi
dahsyat. Muncul inovasi hebat. Pada ujungnya, perusahaan maju pesat dan
kinerja bagus.
Sumber : jpmi.or.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar