Kamis, 27 September 2012

Pantang Menyerah, Pedagang Kaki Limapun bisa Sukses

Saat ini umurnya sudah menginjak 65 tahun lebih, namun cita cita dan semangatnya mengalahkan anak muda dan anak anaknya yang sudah besar. Lahir di Weleri, Pekalongan, Jawa Tengah dari keluarga buruh tani tidak menyurutkan cita cita dan keinginannya untuk sukses. Dari usia masih anak anak segala pekerjaan di gelutinya.” Ya seandainya saya tidak lulusan Sekolah Rakyat mungkin bisa menjadi pegawai di kelurahan atau menjadi guru, minimal..”

Menjadi buruh tenun di sebuah home industry milik seorang carik di kampung Depok, Wiradesa, Pekalongan di mulainya dengan bayaran harian demi membantu kebutuhan keluarga. Pekerjaan ini di lakukan dengan mencari tambahan dari kuli buruh di sawah bagi orang orang kaya yang memiliki sawah di kampungnya. Cukup lama pekerjaan ini di geluti sampai akhirnya menginjak usia 17 tahun menikah dengan seorang perempuan tanpa proses pacaran. Di karenakan keadaan yang belum mencukupi mereka berdua belum bisa hidup bersama masih ikut orang tuanya masing masing. Istrinya ikut membantu orang tuanya membuat batik untuk di jual.

Setelah beberapa tahun merekapun memutuskan untuk mandiri dan mengontrak sebuah rumah bilik dan segala macam usaha di cobanya dari mulai jualan bakso, soto, oncom, toge dll. Setelah mempunyai anak beban hidupnya semakin terasa dan setelah mendapatkan modal sekitar 65000 rupiah merekapun Ke Jakarta Selatan untuk bekerja sebagi kuli di pabrik tempe temannya yang sudah berhasil.

Namun sepertinya dengan menjadi kuli penghasilan tidak ada perubahan dan diapun memulai berjualan setelah meminta izin kepada majikannya. Dunia dagang memang lain dengan apa yang di lihatnya, banyak tantangan tantangan yang harus di laluinya dan rupanya Jakarta tidak membawa keberuntungan buat mereka.

Ya…sekitar 30 tahun dari sekarang, mereka pindah ke Karawang, Rengasdengklok setelah mendapatkan informasi di daerah ini belum banyak kompetitor dan masih besar marketnya.

Kembali sebuah kamar dari bilik di sewanya, kamar yang di jadikan tempat tidur, masak dan menyimpan dagangannya. Di karenakan tempat belum ada, diapun harus menyewa tempat membuat tempe berikut peralatannya dengan sistim bayar dengan kedelai. Alhamdulillah, Tuhan memang telah menunjukan dan membuktikan bahwa siapa yang bersungguh sungguh akan di temukan jalan dan hasilnya. Setelah beberapa tahun, akhirnya mereka bisa pindah dan membeli sebidang tanah sekaligus membangun rumah sederhana dari bilik.

Uniknya, bentuk rumahnya yang di tinggali tidak di bangun besar namun tempat pembuatan tempe yang di perbesar dan hampir memakan lahan lebih besar dari rumahnya.

Setelah beberapa tahun, akhirnya setap mudik dia mengajak saudara dan teman temannya untuk ikut bersama membuka usaha bersama. Beberapa teman dan saudaranya ikut dan mulai belajar bagaimana caranya membuat tempe dan memasarkannya.

Usahanyapun semakin berkembang, mereka sudah mampu membeli sawah walaupu tidak luas dan di urus oleh orang tua mereka di kampung.Namun kehidupan memang bukan milik kita dan selalu ada rahasia di dalamnya. Ibunya masuk rumah sakit karena terkena kanker payudara dan hampir berbulan bulan di rumah sakit. Usahanya tidak terurus, karena harus bolak balik dari Karawang ke Semarang.Istrinya yang biasanya membantu usahanya harus menjaga mertuanya yang sedang di rawat di rumah sakit Siti Khadijah.

Lama kelamaan usahanya mulai mundur dan hampir berhenti bersamaan dengan kondisi ibunya yang semakin memburuk dan Allah berkehendak lain, segala usaha telah di lakukan untuk menolong ibunya dan sudah banyak biaya yang di keluarkan dalam perawatan termasuk operasi, Ibu yang di cintainya meninggal di rumah sakit.

Merekapun kembali merintis usahaya dari awal, dengan meminjam modal kacang dari beberapa tengkulak kacang lambat laun usahanya mulai pulih dan bisa membayar hutang hutangnya.
Cita cita untuk menyekolahkan anak anaknyapun telah tercapai, kedua anak perempuannya masuk dan SMP. Sedangkan ketiga anak laki lakinya bisa lulus dari perguruan tinggi di Jakarta.

Tidak sedikit rintangan yang di hadapi untuk bisa menyekolahkan anak anaknya ke jenjang yang lebih tinggi agar bisa mempuyai masa depan yang lebih baik, agar bisa membantu orang tua dan keluarganya kelak. Mulai dari urusan di fitnah dengan tuduhan memalsukan tanda tangan, bekerja sama menanamkan modal namun tidak pernah dapat untung, anaknya hampir do karena tidak ada yang bersedia memberikan pinjaman untuk uang ujian negara malah mendapat hinaan “..Tidak usah menyekolahkan anak tinggi tinggi kalau tidak mampu…”.

Namun semua itu di laluinya dengan sabar dan tawakal, seperti prinsif yang selalu di pegang teguh ” Seorang lelaki pantang mundur kalau sudah memutuskan…untuk membuat kerajaan raden Wijayapun harus tinggal di hutan dengan segala rintangan dan cobaan”

Kini, walaupun di tinggal oleh istri yang selalu menemani di kala jatuh bangun dalam merintis dan mewujudkan cita citanya, tanggung jawab itu bisa di bagi dengan anak anaknya dan kebahagiaan itu telah menggantikan segala kerja kerasnya selama puluhan tahun, Mekkah telah di kunjunginya walaupun sedniri tanpa istrinya.

Baginya usaha tidak ada kata berhenti, dan tidak mau tergantung dengan anak anaknya, namun mengajak anak anaknya untuk membangun dan merintis usaha bersamanya sebagai mitra dan mengajarkan untuk tetap mempunyai jiwa dan melestarikan wiraswasta walaupun sudah menjadi karyawan. Bagiku beliau akan selalu ada setiap saat untuk berkonsultasi dan diskusi mengenai dunia kerja dan dunia usaha yang penuh dengan tantangan di dalamnya.

Terima kasih engkau berdua bukan hanya memberikan pendidikan bagi kami secara akademis namun engkau berdua telah mengajarkan dan memberikan ilmu yang banyak di lapangan.Mengajarkan bahwa sesuatu itu harus di kerjakan dengan adil dengan kerja keras dan kerja cerdas yang selalui di sertai dengan kejujuran di dalamnya.”..Kalau suatu saat nanti kamu sukses..ajaklah orang orang untuk sukses, sukseskanlah orang orang di sekitarmu, orang orang yang tidak mampu.

Sumber : nurudinbs.blogdetik.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar