Saat ini umurnya sudah menginjak 65 tahun lebih, namun cita cita dan
semangatnya mengalahkan anak muda dan anak anaknya yang sudah besar. Lahir di Weleri, Pekalongan, Jawa Tengah dari keluarga buruh tani
tidak menyurutkan cita cita dan keinginannya untuk sukses. Dari usia
masih anak anak segala pekerjaan di gelutinya.” Ya seandainya saya tidak
lulusan Sekolah Rakyat mungkin bisa menjadi pegawai di kelurahan atau
menjadi guru, minimal..”
Menjadi buruh tenun di sebuah home industry milik seorang carik di
kampung Depok, Wiradesa, Pekalongan di mulainya dengan bayaran harian
demi membantu kebutuhan keluarga. Pekerjaan ini di lakukan dengan mencari tambahan dari kuli buruh di
sawah bagi orang orang kaya yang memiliki sawah di kampungnya. Cukup
lama pekerjaan ini di geluti sampai akhirnya menginjak usia 17 tahun
menikah dengan seorang perempuan tanpa proses pacaran. Di karenakan
keadaan yang belum mencukupi mereka berdua belum bisa hidup bersama
masih ikut orang tuanya masing masing. Istrinya ikut membantu orang
tuanya membuat batik untuk di jual.
Setelah beberapa tahun merekapun memutuskan untuk mandiri dan
mengontrak sebuah rumah bilik dan segala macam usaha di cobanya dari
mulai jualan bakso, soto, oncom, toge dll. Setelah mempunyai anak beban
hidupnya semakin terasa dan setelah mendapatkan modal sekitar 65000
rupiah merekapun Ke Jakarta Selatan untuk bekerja sebagi kuli di pabrik
tempe temannya yang sudah berhasil.
Namun sepertinya dengan menjadi kuli penghasilan tidak ada perubahan dan
diapun memulai berjualan setelah meminta izin kepada majikannya. Dunia
dagang memang lain dengan apa yang di lihatnya, banyak tantangan
tantangan yang harus di laluinya dan rupanya Jakarta tidak membawa
keberuntungan buat mereka.
Ya…sekitar 30 tahun dari sekarang, mereka pindah ke Karawang,
Rengasdengklok setelah mendapatkan informasi di daerah ini belum banyak
kompetitor dan masih besar marketnya.
Kembali sebuah kamar dari bilik di sewanya, kamar yang di jadikan
tempat tidur, masak dan menyimpan dagangannya. Di karenakan tempat belum
ada, diapun harus menyewa tempat membuat tempe berikut peralatannya
dengan sistim bayar dengan kedelai. Alhamdulillah, Tuhan memang telah menunjukan dan membuktikan bahwa
siapa yang bersungguh sungguh akan di temukan jalan dan hasilnya.
Setelah beberapa tahun, akhirnya mereka bisa pindah dan membeli sebidang
tanah sekaligus membangun rumah sederhana dari bilik.
Uniknya, bentuk rumahnya yang di tinggali tidak di bangun besar namun
tempat pembuatan tempe yang di perbesar dan hampir memakan lahan lebih
besar dari rumahnya.
Setelah beberapa tahun, akhirnya setap mudik dia mengajak saudara
dan teman temannya untuk ikut bersama membuka usaha bersama. Beberapa
teman dan saudaranya ikut dan mulai belajar bagaimana caranya membuat
tempe dan memasarkannya.
Usahanyapun semakin berkembang, mereka sudah mampu membeli sawah
walaupu tidak luas dan di urus oleh orang tua mereka di kampung.Namun
kehidupan memang bukan milik kita dan selalu ada rahasia di dalamnya.
Ibunya masuk rumah sakit karena terkena kanker payudara dan hampir
berbulan bulan di rumah sakit. Usahanya tidak terurus, karena harus
bolak balik dari Karawang ke Semarang.Istrinya yang biasanya membantu
usahanya harus menjaga mertuanya yang sedang di rawat di rumah sakit
Siti Khadijah.
Lama kelamaan usahanya mulai mundur dan hampir berhenti bersamaan
dengan kondisi ibunya yang semakin memburuk dan Allah berkehendak lain,
segala usaha telah di lakukan untuk menolong ibunya dan sudah banyak
biaya yang di keluarkan dalam perawatan termasuk operasi, Ibu yang di
cintainya meninggal di rumah sakit.
Merekapun kembali merintis usahaya dari awal, dengan meminjam modal
kacang dari beberapa tengkulak kacang lambat laun usahanya mulai pulih
dan bisa membayar hutang hutangnya.
Cita cita untuk menyekolahkan anak anaknyapun telah tercapai, kedua
anak perempuannya masuk dan SMP. Sedangkan ketiga anak laki lakinya bisa
lulus dari perguruan tinggi di Jakarta.
Tidak sedikit rintangan yang di hadapi untuk bisa menyekolahkan anak
anaknya ke jenjang yang lebih tinggi agar bisa mempuyai masa depan yang
lebih baik, agar bisa membantu orang tua dan keluarganya kelak. Mulai
dari urusan di fitnah dengan tuduhan memalsukan tanda tangan, bekerja
sama menanamkan modal namun tidak pernah dapat untung, anaknya hampir do
karena tidak ada yang bersedia memberikan pinjaman untuk uang ujian
negara malah mendapat hinaan “..Tidak usah menyekolahkan anak tinggi
tinggi kalau tidak mampu…”.
Namun semua itu di laluinya dengan sabar dan tawakal, seperti prinsif
yang selalu di pegang teguh ” Seorang lelaki pantang mundur kalau sudah
memutuskan…untuk membuat kerajaan raden Wijayapun harus tinggal di
hutan dengan segala rintangan dan cobaan”
Kini, walaupun di tinggal oleh istri yang selalu menemani di kala
jatuh bangun dalam merintis dan mewujudkan cita citanya, tanggung jawab
itu bisa di bagi dengan anak anaknya dan kebahagiaan itu telah
menggantikan segala kerja kerasnya selama puluhan tahun, Mekkah telah di
kunjunginya walaupun sedniri tanpa istrinya.
Baginya usaha tidak ada kata berhenti, dan tidak mau tergantung
dengan anak anaknya, namun mengajak anak anaknya untuk membangun dan
merintis usaha bersamanya sebagai mitra dan mengajarkan untuk tetap
mempunyai jiwa dan melestarikan wiraswasta walaupun sudah menjadi
karyawan. Bagiku beliau akan selalu ada setiap saat untuk berkonsultasi
dan diskusi mengenai dunia kerja dan dunia usaha yang penuh dengan
tantangan di dalamnya.
Terima kasih engkau berdua bukan hanya memberikan pendidikan bagi
kami secara akademis namun engkau berdua telah mengajarkan dan
memberikan ilmu yang banyak di lapangan.Mengajarkan bahwa sesuatu itu
harus di kerjakan dengan adil dengan kerja keras dan kerja cerdas yang
selalui di sertai dengan kejujuran di dalamnya.”..Kalau suatu saat nanti
kamu sukses..ajaklah orang orang untuk sukses, sukseskanlah orang orang
di sekitarmu, orang orang yang tidak mampu.
Sumber : nurudinbs.blogdetik.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar