Mementingkan motivasi ketimbang mewujudkan ambisi membuat Rony Suhartono
akhirnya sukses berbisnis kaus hingga sekarang. Saat ini, usahanya yang
menggunakan bendera Radja Kaos menghasilkan omzet hingga Rp 1 miliar
sebulan.
Di tengah sorotan publik terhadap pelaksanaan pemilihan kepala daerah
atau lazim disebut pemilukada yang memboroskan bujet, ada pengusaha yang
justru memetik untung dari momentum ini. Ia adalah Rony Suhartono.
Sebab, semakin banyak pemilukada digelar, pesanan kaus ke CV Radja Kaos
miliknya bakal semakin banyak.
Biasanya, dalam sebulan, Ronny
hanya mengerjakan 200.000 potong kaus. Tapi, di saat ada pemilukada,
pesanan bisa melonjak sampai 500.000 potong kaus sebulan. Dari pesanan
itu, omzet yang ia raup bisa mencapai Rp 2 miliar.
Pencapaian
bisnis Rony saat ini tidak datang dalam semalam. Sekitar 25 tahun lalu,
ia hanyalah seorang anak ingusan dari sebuah desa kecil di Tuban, Jawa
Timur. Orangtuanya berprofesi sebagai guru sekolah dasar. Sejak kecil,
sulung dari tiga bersaudara ini hidup pas-pasan.
Beruntung, di
kelas, Rony tergolong anak pintar. Selain selalu meraih ranking satu, ia
juga siswa teladan. Prestasi itu membuatnya berhasil masuk ke SMP dan
SMA terbaik di Tuban. Selain selalu menjadi Ketua OSIS, ia juga aktif
dalam organisasi keagamaan di sekolah.
Selulus SMA, sadar kondisi
keuangan keluarganya pas-pasan, Rony tak berani bermimpi meneruskan ke
jenjang perguruan tinggi. Namun, salah seorang temannya menantangnya
ikut tes Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN). Semua biaya tes
ditanggung. Rony setuju. Ia memilih Fakultas Kesehatan Masyarakat di
Universitas Indonesia (UI).
Dasar otak encer, pilihan Rony masuk
UI ternyata tembus. Bukannya senang, sang ayah malah pusing tujuh
keliling. “Kami tidak punya uang untuk mendaftar ulang,” ujar Rony.
Alhasil, sang ayah menjual dua kambing peliharaan untuk biaya anaknya
pergi ke Jakarta. Hasil penjualan kambing senilai Rp 600.000 itu juga
menjadi modal awal Rony hidup di Ibukota pada tahun 1994.
Meski
sudah tiba di Stasiun Kereta Api Senen, Jakarta, Rony butuh tiga hari
untuk menemukan kampus UI di Salemba. Repotnya, setelah menemukan kampus
itu, ada pengumuman bahwa pendaftaran ulang mahasiswa baru dilakukan di
kampus UI Depok. Rony terpaksa menempuh perjalanan Salemba-Depok dengan
berjalan kaki.
Belum habis rasa lelahnya, Rony dikagetkan dengan
biaya daftar ulang yang mencapai Rp 800.000. Padahal, uang bekal dari
kampung sudah terpakai sebagian. Kembali ke Tuban juga butuh waktu dan
biaya. Alhasil, ia terancam gagal mendaftar ulang. Akhirnya, ia nekat
menghadap Rektor UI untuk minta penangguhan pembayaran.
Menjalani
masa kuliah juga bukan hal mudah bagi Rony. Tak sanggup bayar uang sewa
pondok, pria kelahiran 17 Februari 1975 ini terpaksa tinggal di masjid
kampus UI. “Saya biasa tidak pegang uang berbulan-bulan,” kenangnya. Ia
juga tidak bisa mengandalkan kiriman duit dari orangtuanya.
Rony
lantas mencari cara agar bisa tetap makan. Setiap malam, ia membantu
pedagang pecel lele supaya mendapatkan seporsi makan malam. Kalau sedang
sepi, ia mencabuti singkong liar di hutan UI untuk dimakan selama
berbulan-bulan.
Untuk menutup biaya kuliah, Rony mesti putar
otak. Sambil berkuliah, ia berjualan teh botol di kampus. Tak hanya itu,
ia pun mencari objekan dengan menjual diktat-diktat catatan kuliah. Di
malam hari, ia juga kerap berjualan buah di Pasar Minggu. Uang hasil
kerja kerasnya itu ia kumpulkan sedikit demi sedikit. “Lumayan bisa buat
bayar SPP kuliah,” kisahnya.
Di tahun 1997, ketika genderang
reformasi ditabuh, laiknya mahasiswa lain, Rony ikut berjuang dalam
gerakan mahasiswa untuk menggulingkan pemerintahan Soeharto. Saking
semangatnya jadi aktivis, Rony yang juga menjadi Ketua Badan Perwakilan
Mahasiswa (BPM) di UI justru malah lama lulus.
Saking lamanya
kuliah, sang rektor sampai menawarkan proyek penyediaan konveksi
perlengkapan mahasiswa baru asal Rony bergelar sarjana. Diberi kerjaan,
ia semangat. Ia lantas membangun jaringan bisnis secara perlahan. Rony
menghubungi pedagang-pedagang kaus di Jembatan Lima, Jakarta Barat yang
ia kenal.
Di tahun 2004, bisnis konveksi Rony mulai berkembang.
Permintaan kaus berdatangan, terutama dari perusahaan-perusahaan yang
akan menggelar program promosi dan acara gathering kantor.
Tahun
2006, ketika Rony sudah mulai menapaki karier di bidang politik, pasar
bisnis kausnya ikut bergeser. Ia lebih banyak melayani pembuatan kaus
untuk partai politik. Pesanan partai untuk suksesi gubernur serta bupati
atau walikota di pemilukada mendongkrak permintaan pesanan kaus.
Lewat
bendera CV Radja Kaos, bisnis Rony kian menggurita. Kini, Radja Kaos
tengah mempersiapkan peranti pemilihan pengurus daerah Partai Demokrat.
Radja Kaos tak hanya membuat kaus, tapi juga poster dan spanduk. “Semua
keperluan suksesi di partai kami siapkan,” kata Rony.
Sumber : ciputraentrepreneurship.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar