Selasa, 04 September 2012

Bisnis Sampingan Omzet Jutaan

Bagi kebanyakan perempuan juga karena tuntutan suami dan keluarga seringkali harus meninggalkan pekerjaan kantoran yang telah ditekuninya. Hal tersebut merupakan keputusan yang berat. Apalagi bila pekerjaan tersebut adalah pekerjaan yang sangat disukai. Dan melalui pekerjaan tersebut kita mendapatkan penghasilan yang lumayan.

Di saat seperti ini kadang perempuan yang telah berkeluarga dan mempunyai anak terpaksa merelakan diri untuk berhenti dari pekerjaannya. Bagi sebagian orang yang memang mempunyai suami yang berpenghasilan besar mungkin bukan masalah. Tetapi bagi yang mempunyai penghasilan relatif kecil tentulah hal tersebut menjadi beban tersendiri.

Kini semakin banyak kaum ibu yang merasa enggan meninggalkan rumahnya untuk berkarier di luar rumah. Mereka mempertimbangkan “nasib” anak-anak di rumah jika sang bunda tak ada di sampingnya. Teknologi yang kian canggih membuka peluang bagi para ibu untuk membuka usaha dari rumah, namun dengan jangkauan luas, yakni berjualan melalui media internet.

Peribahasa “sekali merengkuh dayung dua tiga pulau terlampaui” tampaknya sangat cocok untuk hal yang satu ini. Ada banyak alternatif bagaimana melakukan pekerjaan. Namun, satu pilihan yang banyak membuat seseorang tergiur adalah bekerja dari dalam rumah. Dengan bantuan internet, tak perlu bekerja di luar rumah. Selain bisa mendapatkan apa yang ingin dicari dari sebuah pekerjaan, seorang ibu bisa tetap berkonsentrasi terhadap pekerjaan rumah tangga.

Adalah Lulu Sayyidatu (28) yang beralamat di Jln. Raya Barat Cimahi, yang menggeluti bisnis industri kreatif rumahan (creative home industry) yang berfokus pada perancangan sampai pembuatan sepatu dan sandal yang dikerjakan dengan metode produksi handmade (dikerjakan tangan).

Lulu yang sebelumnya bekerja di sebuah perusahaan jasa telekomunikasi, terpaksa harus mengurungkan niat untuk terus bekerja di luar rumah setelah melahirkan. Untungnya, ia punya ketertarikan khusus terhadap sepatu. Melihat warna-warna segar dan bentuknya yang cantik, Lulu selalu senang membeli sepatu baru. Hingga kemudian ia berpikir untuk memproduksi sepatu yang disukai sendiri.

Akhirnya, Lulu dibantu oleh suaminya, Penni Ahlani Ardian (31), merintis usaha pembuatan sepatu sejak April 2008. Penni sendiri membantu dalam hal desain. Modal awalnya terbilang kecil, Rp 1.000.000,00. Mereka membuat beberapa contoh, lalu mencoba menawarkan kepada orang terdekat. Sebenarnya, Lulu hendak mencoba berbagai jenis usaha marketing. Namun, ia mencoba dari cara yang paling sederhana, media internet.

Alasannya sederhana, internet mudah diakses dan murah. Untuk biaya pemasaran lewat internet, Lulu memanfaatkan berbagai situs gratis, seperti multiply dan blogspot. Ia memasarkan sepatu handmade miliknya dengan nama “Mimosabi”.

Dalam sebulan, ia bisa memproduksi sekitar 700 pasang sepatu dengan berbagai desain. Saat ini, ia memiliki 127 desain. Mulai bentuk flat, semiballet, high heels, wedges, flat peptoe, sandal, dan sebagainya. Padahal, permintaan bisa dikatakan selalu lebih banyak dari produksi. Lulu mengatakan, dalam sebulan tak kurang dari 1.000 pasang sepatu yang dipesan. Dengan melakukan pemasaran lewat internet, Lulu mengaku dipermudah dalam urusan bisnis. Pasalnya, ia bisa mengakses internet dari rumah. Sambil mengasuh putranya, ia bisa bekerja. Selain itu, Lulu juga mengatakan, dengan hanya bekerja di rumah, penghasilan yang ia dapatkan bisa jauh lebih besar daripada ketika ia bekerja di kantor. Dalam sebulan, omzet yang dimiliki bisnisnya sekitar Rp 50 juta.

Metode yang digunakan Lulu yaitu dengan sistem distribusi. Ia tak melayani sistem ritel. “Soalnya merepotkan kalau melayani penjualan satuan. Makanya, kita hanya melayani penjualan lewat distributor,” kata Lulu. Distributor yang dilayaninya, terdiri atas dua jenis, yaitu distributor eksekutif dan distributor biasa. Untuk distributor eksekutif (dex), Lulu memberikan lisensi dalam cakupan satu daerah. Sampai saat ini, ia memiliki tujuh dex, yaitu Bandung, Cimahi-Padalarang, Karawang, Sukabumi, Cianjur, Surabaya, dan Balikpapan. Sedangkan untuk distributor biasa, ia memiliki pelanggan hingga Singapura, Malaysia, dan Swedia.

Metode bisnis yang sama juga dilakukan oleh Ika Yustika Pandunesia (36) dari rumah sekaligus tempat workshop di Jln. Pojok Utara Gg. Karya Muda IV Cimahi. Ika memilih usaha pembuatan tas etnik. Anak keempat dari enam bersaudara ini mulai tertarik menggeluti bisnis homemade sejak 2003. Ia yang waktu itu tinggal di Bali, tertarik ketika melihat tas-tas etnik di salah satu pasar di Bali. Saat menikah dan pindah ke Bandung pada 2006, ia memulai usaha pembuatan tas dengan nama “Maika Etnik”. Saat itu, ia memulai usahanya dengan modal sekitar Rp 2 juta. Pada 2007, ia mulai memasarkan produknya dengan luas. Bahkan, ia pernah membuka satu outlet di Pasar Baru Bandung. Namun, ia memutuskan hanya berkonsentrasi bisnis lewat internet karena keuntungan yang didapat lumayan besar. Selain itu, internet jauh lebih murah dan mudah digunakan serta tak perlu keluar rumah untuk melakukan bisnis.

Dari hasil penjualan retail lewat outlet, ia hanya bisa menjual sekitar 500 tas per bulan. Sedangkan dengan melakukan bisnis lewat internet, ia bisa menjual tas sebanyak 3.000-5.000 tas per bulan. Omzetnya pun meningkat pesat. Dalam sebulan, usahanya beromzet Rp 150-Rp 200 juta setiap bulan.

Dalam menjalankan bisnisnya, Lulu dan Ika mengaku menemukan banyak kemudahan tanpa ada kesulitan berarti. Dari segi keamanan, bisnis yang dikelola cukup aman. Pada saat memesan barang, calon pembeli harus membayar uang muka 50%. Setelah barang selesai, calon pembeli harus melunasi sisa pembayaran, kemudian barang dikirim.

Maraknya bisnis yang dilakukan para ibu rumah tangga dari rumah, memang menjadi suatu fenomena menarik. Memasarkan produk lewat internet, juga dikatakan oleh psikolog Industri dan Organisasi Lelywati, menyimpan banyak potensi positif. Dengan bekerja di dalam rumah, seorang perempuan jadi bisa memenuhi semua kebutuhan dirinya, seperti pemenuhan kebutuhan, pemenuhan aktualisasi diri, dan kepuasan diri sendiri. Daripada menghabiskan waktu di kantor, bekerja di rumah jauh lebih memuaskan secara kualitas. “Bagus sekali, justru dengan bekerja dari rumah, semua peran bisa terjaga, anak dan keluarga bisa terpelihara dengan baik, sekaligus bisa mengerjakan sesuatu. Menurut saya, bekerja paling baik memang di dalam rumah,” kata Lely.

Dengan adanya pemenuhan terhadap aktualisasi diri, secara psikologis seorang perempuan bisa turut percaya diri dan positif dalam menangani keluarga. Dibandingkan dengan kelemahannya, justru sisi positifnya lebih besar. Selain bisa menyalurkan hobi, memperluas usaha, juga bisa membuka peluang besar. Dengan demikian, perempuan juga bisa lebih berkreasi karena bisa melakukan usaha dengan santai. “Kalau punya sesuatu yang bisa dibanggakan, posisi tawar dengan suami kan justru lebih baik. Perempuan harus punya profesi, juga keterampilan,” kata Lely.  Namun, Lely mengingatkan agar seorang perempuan bisa proporsional dalam membagi waktu antara bisnis dan keluarga. “Terhadap keluarga, ia harus tetap bisa menjalankan peran sebagai ibu rumah tangga, jangan keasyikan terus bisnis di rumah. Di sisi lain terhadap klien juga harus menjaga etika bisnis,” ucap Lely.

Untuk itu, perempuan yang berusaha di rumah seharusnya bisa mengakomodasi banyak kepentingan. Hal tersebut, menurut Lely, bukanlah hal yang mudah. Daya juang untuk membagi waktu sangat sulit diterapkan, namun bukan mustahil untuk diusahakan. Misalnya, mengulik bisnis ketika anak tertidur atau ketika anak beraktivitas di luar rumah.

Cara termudah, misalnya dengan melibatkan anggota keluarga yang lain, sesuai dengan kemampuan dan porsinya masing-masing. “Misalnya untuk anak-anak, kalau pulang sekolah kan yang pertama dicari adalah ibunya. Nah, alangkah baiknya kalau sang ibu ada di rumah. ,” kata Lely. Tertarik mencoba?

Sumber : suaramedia.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar