Bagi kebanyakan perempuan juga karena tuntutan suami dan keluarga
seringkali harus meninggalkan pekerjaan kantoran yang telah ditekuninya.
Hal tersebut merupakan keputusan yang berat. Apalagi bila pekerjaan
tersebut adalah pekerjaan yang sangat disukai. Dan melalui pekerjaan
tersebut kita mendapatkan penghasilan yang lumayan.
Di saat seperti ini kadang perempuan yang telah berkeluarga dan
mempunyai anak terpaksa merelakan diri untuk berhenti dari pekerjaannya.
Bagi sebagian orang yang memang mempunyai suami yang berpenghasilan
besar mungkin bukan masalah. Tetapi bagi yang mempunyai penghasilan
relatif kecil tentulah hal tersebut menjadi beban tersendiri.
Kini semakin banyak kaum ibu yang merasa enggan meninggalkan rumahnya
untuk berkarier di luar rumah. Mereka mempertimbangkan “nasib” anak-anak
di rumah jika sang bunda tak ada di sampingnya. Teknologi yang kian
canggih membuka peluang bagi para ibu untuk membuka usaha dari rumah,
namun dengan jangkauan luas, yakni berjualan melalui media internet.
Peribahasa
“sekali merengkuh dayung dua tiga pulau terlampaui” tampaknya sangat
cocok untuk hal yang satu ini. Ada banyak alternatif bagaimana melakukan
pekerjaan. Namun, satu pilihan yang banyak membuat seseorang tergiur
adalah bekerja dari dalam rumah. Dengan bantuan internet, tak perlu
bekerja di luar rumah. Selain bisa mendapatkan apa yang ingin dicari
dari sebuah pekerjaan, seorang ibu bisa tetap berkonsentrasi terhadap
pekerjaan rumah tangga.
Adalah Lulu Sayyidatu (28) yang
beralamat di Jln. Raya Barat Cimahi, yang menggeluti bisnis industri
kreatif rumahan (creative home industry) yang berfokus pada perancangan
sampai pembuatan sepatu dan sandal yang dikerjakan dengan metode
produksi handmade (dikerjakan tangan).
Lulu yang sebelumnya
bekerja di sebuah perusahaan jasa telekomunikasi, terpaksa harus
mengurungkan niat untuk terus bekerja di luar rumah setelah melahirkan.
Untungnya, ia punya ketertarikan khusus terhadap sepatu. Melihat
warna-warna segar dan bentuknya yang cantik, Lulu selalu senang membeli
sepatu baru. Hingga kemudian ia berpikir untuk memproduksi sepatu yang
disukai sendiri.
Akhirnya, Lulu dibantu oleh suaminya, Penni
Ahlani Ardian (31), merintis usaha pembuatan sepatu sejak April 2008.
Penni sendiri membantu dalam hal desain. Modal awalnya terbilang kecil,
Rp 1.000.000,00. Mereka membuat beberapa contoh, lalu mencoba menawarkan
kepada orang terdekat. Sebenarnya, Lulu hendak mencoba berbagai jenis
usaha marketing. Namun, ia mencoba dari cara yang paling sederhana,
media internet.
Alasannya sederhana, internet mudah diakses dan
murah. Untuk biaya pemasaran lewat internet, Lulu memanfaatkan berbagai
situs gratis, seperti multiply dan blogspot. Ia memasarkan sepatu
handmade miliknya dengan nama “Mimosabi”.
Dalam sebulan, ia bisa
memproduksi sekitar 700 pasang sepatu dengan berbagai desain. Saat ini,
ia memiliki 127 desain. Mulai bentuk flat, semiballet, high heels,
wedges, flat peptoe, sandal, dan sebagainya. Padahal, permintaan bisa
dikatakan selalu lebih banyak dari produksi. Lulu mengatakan, dalam
sebulan tak kurang dari 1.000 pasang sepatu yang dipesan. Dengan
melakukan pemasaran lewat internet, Lulu mengaku dipermudah dalam urusan
bisnis. Pasalnya, ia bisa mengakses internet dari rumah. Sambil
mengasuh putranya, ia bisa bekerja. Selain itu, Lulu juga mengatakan,
dengan hanya bekerja di rumah, penghasilan yang ia dapatkan bisa jauh
lebih besar daripada ketika ia bekerja di kantor. Dalam sebulan, omzet
yang dimiliki bisnisnya sekitar Rp 50 juta.
Metode yang digunakan
Lulu yaitu dengan sistem distribusi. Ia tak melayani sistem ritel.
“Soalnya merepotkan kalau melayani penjualan satuan. Makanya, kita hanya
melayani penjualan lewat distributor,” kata Lulu. Distributor yang
dilayaninya, terdiri atas dua jenis, yaitu distributor eksekutif dan
distributor biasa. Untuk distributor eksekutif (dex), Lulu memberikan
lisensi dalam cakupan satu daerah. Sampai saat ini, ia memiliki tujuh
dex, yaitu Bandung, Cimahi-Padalarang, Karawang, Sukabumi, Cianjur,
Surabaya, dan Balikpapan. Sedangkan untuk distributor biasa, ia memiliki
pelanggan hingga Singapura, Malaysia, dan Swedia.
Metode bisnis
yang sama juga dilakukan oleh Ika Yustika Pandunesia (36) dari rumah
sekaligus tempat workshop di Jln. Pojok Utara Gg. Karya Muda IV Cimahi.
Ika memilih usaha pembuatan tas etnik. Anak keempat dari enam bersaudara
ini mulai tertarik menggeluti bisnis homemade sejak 2003. Ia yang waktu
itu tinggal di Bali, tertarik ketika melihat tas-tas etnik di salah
satu pasar di Bali. Saat menikah dan pindah ke Bandung pada 2006, ia
memulai usaha pembuatan tas dengan nama “Maika Etnik”. Saat itu, ia
memulai usahanya dengan modal sekitar Rp 2 juta. Pada 2007, ia mulai
memasarkan produknya dengan luas. Bahkan, ia pernah membuka satu outlet
di Pasar Baru Bandung. Namun, ia memutuskan hanya berkonsentrasi bisnis
lewat internet karena keuntungan yang didapat lumayan besar. Selain itu,
internet jauh lebih murah dan mudah digunakan serta tak perlu keluar
rumah untuk melakukan bisnis.
Dari hasil penjualan retail lewat
outlet, ia hanya bisa menjual sekitar 500 tas per bulan. Sedangkan
dengan melakukan bisnis lewat internet, ia bisa menjual tas sebanyak
3.000-5.000 tas per bulan. Omzetnya pun meningkat pesat. Dalam sebulan,
usahanya beromzet Rp 150-Rp 200 juta setiap bulan.
Dalam
menjalankan bisnisnya, Lulu dan Ika mengaku menemukan banyak kemudahan
tanpa ada kesulitan berarti. Dari segi keamanan, bisnis yang dikelola
cukup aman. Pada saat memesan barang, calon pembeli harus membayar uang
muka 50%. Setelah barang selesai, calon pembeli harus melunasi sisa
pembayaran, kemudian barang dikirim.
Maraknya bisnis yang
dilakukan para ibu rumah tangga dari rumah, memang menjadi suatu
fenomena menarik. Memasarkan produk lewat internet, juga dikatakan oleh
psikolog Industri dan Organisasi Lelywati, menyimpan banyak potensi
positif. Dengan bekerja di dalam rumah, seorang perempuan jadi bisa
memenuhi semua kebutuhan dirinya, seperti pemenuhan kebutuhan, pemenuhan
aktualisasi diri, dan kepuasan diri sendiri. Daripada menghabiskan
waktu di kantor, bekerja di rumah jauh lebih memuaskan secara kualitas.
“Bagus sekali, justru dengan bekerja dari rumah, semua peran bisa
terjaga, anak dan keluarga bisa terpelihara dengan baik, sekaligus bisa
mengerjakan sesuatu. Menurut saya, bekerja paling baik memang di dalam
rumah,” kata Lely.
Dengan adanya pemenuhan terhadap aktualisasi
diri, secara psikologis seorang perempuan bisa turut percaya diri dan
positif dalam menangani keluarga. Dibandingkan dengan kelemahannya,
justru sisi positifnya lebih besar. Selain bisa menyalurkan hobi,
memperluas usaha, juga bisa membuka peluang besar. Dengan demikian,
perempuan juga bisa lebih berkreasi karena bisa melakukan usaha dengan
santai. “Kalau punya sesuatu yang bisa dibanggakan, posisi tawar dengan
suami kan justru lebih baik. Perempuan harus punya profesi, juga
keterampilan,” kata Lely. Namun, Lely mengingatkan agar seorang
perempuan bisa proporsional dalam membagi waktu antara bisnis dan
keluarga. “Terhadap keluarga, ia harus tetap bisa menjalankan peran
sebagai ibu rumah tangga, jangan keasyikan terus bisnis di rumah. Di
sisi lain terhadap klien juga harus menjaga etika bisnis,” ucap Lely.
Untuk
itu, perempuan yang berusaha di rumah seharusnya bisa mengakomodasi
banyak kepentingan. Hal tersebut, menurut Lely, bukanlah hal yang mudah.
Daya juang untuk membagi waktu sangat sulit diterapkan, namun bukan
mustahil untuk diusahakan. Misalnya, mengulik bisnis ketika anak
tertidur atau ketika anak beraktivitas di luar rumah.
Cara
termudah, misalnya dengan melibatkan anggota keluarga yang lain, sesuai
dengan kemampuan dan porsinya masing-masing. “Misalnya untuk anak-anak,
kalau pulang sekolah kan yang pertama dicari adalah ibunya. Nah,
alangkah baiknya kalau sang ibu ada di rumah. ,” kata Lely. Tertarik
mencoba?
Sumber : suaramedia.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar