Bisnis penjualan ikan hias ternyata tidak dapat dipandang sebelah mata.
Pasalnya, bisnis tersebut memiliki prospek yang cukup menjanjikan. Hal
inilah yang menjadi salah satu alasan Beni (25) dan Mardiah (55) untuk
terus eksis menggeluti bisnis tersebut. Beni dan Mardiah adalah penjual
ikan hias di kawasan kios penjualan ikan hias yang berada di Kompleks
Perikanan Balai Budi Daya Perikanan Dinas Peternakan Perikanan dan
Kelautan Provinsi DKI Jakarta, yang berlokasi di Jalan Mohammad Kahfi I,
Ciganjur, Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Di kawasan tersebut terdapat 11 kios penjual ikan hias. Berbagai
jenis ikan hias dari harga termurah hingga harga termahal pun dapat
ditemui di sana. Misalnya ikan hias jenis maskoki, manvis, komet, neo
tetra, cupang, aligator, yuppy, kura-kura, hingga ikan hias jenis
arwana. Selain itu, kawasan tersebut juga turut menjual berbagai macam
obat-obatan, makanan, dan aksesori untuk ikan hias, seperti blitz-icht,
obat untuk penyakit jamur bagi ikan, cacing beku, pelet, akuarium, dan
batu karang.
Sebelum dirinya menekuni bisnis penjualan ikan hias, Beni mengaku
sempat beternak lobster air tawar, tetapi dikarenakan harga lobster yang
semakin lama semakin murah, Beni pun akhirnya memutuskan beralih ke
bisnis penjualan ikan hias di kawasan penjualan ikan hias di Kompleks
Perikanan Ciganjur pada tahun 2006.
Sedangkan Mardiah mengaku berjualan ikan hias sejak tahun 2003
semenjak sang suami, Didi, pensiun dari pekerjaannya. Saat itu kawasan
penjualan ikan hias di Kompleks Perikanan Ciganjur baru didirikan. "Saya
jualan ikan hias dari semenjak suami saya pensiun, dari tahun 2003.
Dari pas tempat ini pertama kali dibuka," kata ibu tiga orang anak ini
saat berbincang di kios ikan hias yang dimilikinya.
Saat pertama kali menggeluti bisnis tersebut, Beni, yang merupakan
sarjana lulusan tahun 2009 Jurusan Ilmu Teknologi Kelautan Institut
Pertanian Bogor, itu mengaku mengeluarkan modal awal sebesar Rp 23 juta.
Sedangkan ibu Mardiah mengaku mengeluarkan modal awal sebesar Rp 20
juta. Namun, dalam jangka waktu satu tahun berjualan, modal awal yang
dikeluarkan kedua orang tersebut, diakui mereka berdua, sudah dapat
kembali.
"Salah satu alasan saya jualan ikan hias karena prospek
penjualan ikan hias ke depan bagus, dilihat dari jumlah pendapatannya
yang lumayan bagus dan pertama kali buka tahun 2006 modal awalnya Rp 23
juta, tapi dalam waktu setahun modal sudah balik," kata Beni.
Dari
hasil berjualan ikan hias tersebut, Beni mengaku dapat memperoleh
keuntungan bersih per bulan sekitar Rp 5 juta. Sementara Mardiah mengaku
dalam satu bulan dapat memperoleh pendapatan kotor sebesar Rp 9 sampai
Rp 10 juta. Namun, keduanya mengaku, keuntungan tersebut tidak secara
langsung didapatkannya dalam waktu yang singkat. Keuntungan tersebut
baru didapatkannya setelah mereka berdua berjualan selama hampir dua
hingga tiga tahun.
"Dulu pertama kali dagang (ikan hias) sehari saya cuma dapat Rp
30.000 dan itu kotor (bukan keuntungan bersih), dan sebulan paling dapat
untung Rp 300.000, malahan kadang cuma balik modal saja, baru sekitar
dua tahun jualan pendapatan meningkat menjadi Rp 3 sampai Rp 5 juta-an
per bulan," ujar Beni.
Salah satu faktor yang memengaruhi jumlah pendapatan kedua orang
tersebut adalah jumlah pengunjung yang datang ke kawasan penjualan ikan
hias tersebut. Pada hari-hari biasa, jumlah pengunjung yang datang ke
kawasan tersebut hanya sekitar 100-an, pendapatan kotor yang didapatkan
kedua orang tersebut pun hanya sekitar Rp 500.000 per hari.
Namun pada akhir pekan, Sabtu, Minggu, dan pada hari-hari libur
nasional dan libur anak sekolah, jumlah pengunjung ke kawasan tersebut
meningkat drastis, bisa mencapai 1.000 orang per harinya. Omset yang
didapatkan Beni dan Mardiah pun bertambah beberapa kali lipat dibanding
pendapatan di hari-hari biasa. Bahkan, Beni mengaku sempat mendapatkan
Rp 20 juta dalam satu hari (pendapatan kotor). "Saya sempat mendapatkan
Rp 20 juta dalam sehari. Waktu itu hari libur nasional," kata Beni.
Meski begitu, keduanya mengaku, krisis ekonomi global yang
memengaruhi kondisi perekonomian dunia internasional termasuk Indonesia
cukup membawa pengaruh yang besar bagi pendapatannya. Pasalnya, sejak
tiga bulan terakhir, April hingga Juni, pendapatan yang diperolehnya
cenderung menyusut, bahkan bisa mencapai 50 persen, atau sekitar Rp 2
juta. Hal itu dikarenakan menyusutnya jumlah pembeli yang datang ke
kiosnya. "Tapi bulan Juli ini sudah mulai membaik. Hari hari biasa dapat
Rp 300 sampai Rp 400.000. Hari Sabtu dan Minggu dapat Rp 3 juta-an.
Kalau sebelum krisis, hari biasa dapat Rp 500.000 dan Sabtu, Minggu Rp 5
sampai Rp 10 juta," ujar Beni.
Ke depan, Beni dan Mardiah mengaku akan terus menggeluti bisnis yang
ditekuni tersebut. Sebab, selain mendapatkan untung yang relatif besar,
kesulitan yang dialami mereka berdua dalam berjualan ikan hias dinilai
keduanya tidak terlalu besar. Selain itu, mereka berdua juga merasa
optimistis profesi yang dijalaninya tersebut memiliki prospek yang
cerah. "Terus jualan ikan hias dong. Soalnya prospek ke depannya lumayan
bagus, soalnya sekarang orang makin banyak yang suka sama ikan hias.
Kalau masalah susah (kesulitan dalam bisnis ikan hias) semua usaha juga
ada susahnya, tapi ketutup sama rasa senang karena kan kita juga hobi
pelihara ikan hias. Yah jualan mah enak-enak ajalah," ujar Mardiah.
Sementara itu, dengan modal semangat, dua kakak-beradik Dadang Hamdan
Ghofur dan Budi Nurjaman sukses mengembangkan bisnis ikan hias di
Kecamatan Ciparay, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Kecamatan
Ciparay selama ini dikenal sebagai sentra produksi ikan konsumsi di
Kabupaten Bandung, bahkan di Jawa Barat. Namun, karena menjamurnya
kelompok petani ikan konsumsi, usaha itu mengalami kejenuhan dan
stagnasi.
Di tengah situasi tersebut, Dadang dan Budi tampil
dengan ide dan terobosan. Kakak-beradik ini memutuskan untuk
mengembangkan usaha ikan hias. Mereka berdua memulai usaha pada 2005.
Beberapa ikan hias yang mereka budidayakan antara lain ikan koi dan
koki. Dadang bersama adiknya mulai menjalani usaha ikan hias ini sejak
2005 dengan nama Alvira Family. Usaha yang baru berjalan lima tahun
tersebut makin menunjukkan eksistensinya ketika bantuan usaha dari Bank
Mandiri mereka dapatkan. Pada 2009, Dadang mengajukan kredit ke bank
untuk tambahan modal demi membuat semacam showroom di tempat usahanya.
”Showroom diperlukan agar lebih menarik minat pembeli langsung yang
datang ke tempat kami,” kata Dadang.
Mereka bercerita, usaha
yang mereka geluti awalnya merupakan bisnis keluarga. ”Keluarga kami
juga mulanya peternak ikan konsumsi. Kemudian ketika hendak beralih ke
ternak ikan hias, kami pun patungan modal, termasuk modal dari
orangtua,” terang Dadang.
Hingga akhirnya mereka bisa membeli
lahan berupa kolam sekaligus membeli bibit ikan hias yang sekarang
menjadi tempat usahanya di Jalan Raya Pacet No 219, Desa Sagaracipta,
Kecamatan Ciparay, Kabupaten Bandung. Berbagai benih ikan hias seperti
koi dan koki, manfish, botia lantas ditebar ke dalam beberapa petak
kolam di atas lahan satu hektare.
Namun kakak-beradik ini
mengaku lebih fokus pada ikan koi, koki, dan komet karena lebih cocok
untuk daerah tropis. Dari tahun ke tahun, usaha mereka terus berkembang.
Dari yang semula hanya membuka toko ikan hias di Pasar Ciparay hingga
akhirnya mereka berinisiatif untuk membudidayakan berbagai jenis ikan
hias. ”Dalam tahun pertama hingga tahun ketiga kami menjalankan usaha,
memang masih banyak kendala mengembangkan ikan hias. Misalnya dari
kualitas ikan yang masih kurang diakui di pasaran. Tapi dari situ kami
terus memperbaiki kualitas hingga pasar pun lebih banyak yang menerima
produk ikan kami,” tutur Dadang.
Usaha mereka kini dalam
sebulan menghasilkan 20.000 ekor ikan koi. Namun biasanya terjual hanya
10.000 ekor, yang tergolong kelas 1, 2, dan 3. Omzet usaha ini dalam
sebulan bisa mencapai puluhan juta rupiah. ”Kalau semua digabung,
omzetnya memang mencapai puluhan juta rupiah. Rata-rata sebulan bisa
menghasilkan Rp80 juta, bahkan lebih,” ucapnya.
Dadang mengaku
memasarkan ikan hias tersebut secara rutin ke kawasan Jalan Karapitan
dan Terusan Pasirkoja, Kota Bandung. Ada juga pembeli dari Kabupaten
Sumedang dan Garut yang langsung mengambilnya di Ciparay. Bahkan
usahanya ini sudah dikenal ke pemasar ikan hias di daerah lain seperti
Sukabumi, Blitar, dan Tulung Agung.
Sementara itu sang adik
Budi mengaku dirinya agak pesimistis pada awal merintis usaha ikan hias
ini. Namun setelah berkonsultasi dengan para pelaku usaha ikan hias
lainnya, Budi merasa yakin bahwa usaha ini memiliki prospek yang baik.
Usaha ini akan terus berkembang mengingat masih terbatasnya jumlah
peternak ikan hias. Disinggung soal kendala menjalankan usaha ini, Budi
mengisahkan dirinya sempat beberapa kali merugi dan tertipu orang lain
yang menjadi rekan bisnis. Karena itu, dia kini harus pandai-pandai
memilih rekan bisnis. ”Makanya saya lebih banyak melibatkan anggota
keluarga saja,” ucapnya.
Kerugian paling parah, tutur Budi,
jika ikan terkena penyakit koi harvest virus (KHV). Seekor saja ikan
terkena KHV, lebih dari 80% ikan lain pasti terjangkit pula. ”Kalau
sudah begitu, kami harus menyelamatkan induk ikan agar jangan sampai
terjangkit virus,” kata ayah dari dua anak ini.
Proses
pengembangbiakan ikan koi bisa berlangsung tiga sampai enam bulan hingga
menghasilkan produk yang siap jual. Setelah induk bertelur, lantas
telurnya dipindahkan ke kolam khusus hingga 15 hari kemudian menetas dan
jadi bibit. Dari kolam pembibitan dialihkan lagi ke kolam pengembangan
hingga cukup dewasa.
Harga satu ekor ikan hias bervariasi,
tergantung kualitasnya yang biasa terbagi menjadi kelas 1,2,dan 3.
Kualitas ini dilihat dari pola warna serta pola dasar antara lain
bentuk, berat, dan panjang badan. ”Yang paling mahal itu ikan dengan
kualitas hampir sama kualitas ikan impor. Misalnya harga ikan koi dengan
panjang 30 cm itu minimal bisa mencapai Rp100.000 per ekor,” terangnya.
Ke depan, Budi ingin memasarkan ikannya melalui internet. Dia
juga ingin ikut kontes atau pameran. "Kami juga masih membutuhkan
ekspose ke luar agar usaha kami lebih banyak dikenal orang. Dengan
demikian, pasar kami pun bisa berkembang,” ujarnya.
Tak jauh
beda dengan sekelumit kisah pengusaha ikan hias di atas, menjalani
bisnis ikan hias selama 6 bulan diakui oleh Denny distributor ikan hias
yang bertempat di jalan Argapura-Hamadi, sangat menguntungkan apalagi
sekarang di Jayapura penjual ikan hias masih minim. Saat didatangi di
tempat penjualannya, Denny mengaku keuntungan perbulan dari hasil
menjual ikan hias adalah Rp.30 juta. “Bisnis ikan hias sangat
menguntungkan dalam satu bulan keuntungan bersih saya saja rata-rata
Rp.30 juta,” kata Denny.
Dikatakannya, modal awal untuk memulai bisnis ikan hias, dia
mengumpulkan dana sebesar Rp.45 juta dan setelah dua bulan beroperasi
dia sudah bisa mendapatkan modal awalnya kembali. “Modal awal saya Rp.45
juta tapi setelah dua bulan berikutnya saya sudah mendapatkan modal
saya kembali, yang pasti bisnis ikan ini tidak akan rugi, kita selalu
untung menjual ikan hias,” kata dia.
Menjadi penjual ikan hias tidaklah sulit yang pasti untuk menjalani
bisnis ini dibutuhkan orang yang sabar dan yang terpenting adalah orang
tersebut hoby dan menyukai ikan hias. Menurutnya ikan hias yang paling
laris dan diburu oleh masyarakat adalah ikan mas koki karena selain
murah dan bentuknya unik ini ikan ini sangat cocok untuk pemula yang
ingin memelihara ikan.
Sumber : suaramedia.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar