Berkat tangan dingin Johnnie Sugiarto, El John menjadi pemain besar di
bisnis wisata nasional, dengan mengelola aset hotel, resor, lapangan
golf, resto hingga lounge bandara. Apa kiat mantan tukang cuap-cuap ini?
Sulit mencari nama pengusaha kelas nasional yang sukses dari ranah
Kerinci. Karena itu, Johnnie Sugiarto, yang memang asal Jambi, merupakan
pengecualian. Kejeliannya membidik segmen-segmen bisnis yang belum
dilirik orang membuat skala bisnisnya terus membesar.
Salah satu
bisnis uniknya adalah executive lounge. Tak mengherankan, Johnnie kini
layak disebut sebagai “Raja Bisnis Executive Lounge”. Tanpa banyak
cakap, sederet executive lounge miliknya sudah hadir di 13 bandara besar
di Tanah Air, antara lain Soekarno-Hatta (Jakarta), Supadio
(Pontianak), Syamsuddin Noor (Banjarmasin) dan Hang Nadim (Batam).
Executive
lounge hanyalah salah satu ladang bisnis Johnnie. Maklum, kerajaan
bisnismya yang tergabung dalam bendera Grup El John Indonesia mencakup 7
divisi bisnis: hotel & resort; multimedia & broadcast;
recreation & entertainment; tours & travel and insurance;
restaurant, cafe & lounge; developers & property; serta
foundation & institution.
Pada divisi hotel & resort,
misalnya, El John memiliki lima aset, yakni Parai Pool Villas Resort
& Spa, Parai Beach Resort & Spa, City Garden Hotel (ketiganya di
Provinsi Bangka-Belitung), Parai Bukittinggi Resort (Sumatera Barat)
dan Parai Benteng Resort (Sulawesi Utara). Ada juga tiga hotel di
Manado, Dieng dan Bali yang pengelolaannya diserahkan ke pundak El John.
Bahkan, belum lama ini El John dipercaya menjadi General Sales
Agent (GSA) 30 hotel dan lapangan golf di seluruh Indonesia, seperti
Holiday Resort di Lombok, Kedaton Jimbaran di Bali, Panorama di Batam
dan Lapangan Golf Finna di Surabaya.
Belum lagi El John -- lewat
divisi restaurant, cafe & lounge -- juga mengelola sejumlah resto
dan kafe seperti Maharaja Cafe, Pelangi Restaurant, Bakso House, Rose
Garden Restaurant, Suka Suki Japanese Food, Sie View Cafe dan Tirta
Kuring Restaurant. Lalu di bisnis properti, El John mengelola Bangka
Trade Center, Plaza El John dan Perumahan Matras Indah.
Secara
keseluruhan, kini El John mempunyai 52 anak usaha yang diperkuat sekitar
seribu karyawan. “Tipikal bisnis saya adalah bisnis yang kecil-kecil,
namun langsung bersentuhan dengan konsumen, misalnya executive lounge,”
kata Johnnie, pemilik dan CEO El John, setengah merendah.
Johnnie
mengaku, jiwa kewirausahaannya dilatih sejak dini. Maklum, ia merasa
bukan dari keluarga kaya. Sejak kecil ayahnya sering menyuruhnya
membantu berjualan rokok keliling. Lalu, jauh hari sebelum mendirikan El
John, ia mulai meniti karier di bidang jurnalistik. Ia pernah menjadi
penyiar, juga wartawan Harian Berita Ekspress di Palembang, tahun
1970-an. Cita-cita awalnya memang ingin memiliki stasiun radio sendiri.
Wajar kalau Johnie sudah menjadi penyiar radio sejak SMA. Setelah
beberapa lama menjadi penyiar dan wartawan di Palembang, ia berpikiran
membuka usaha sendiri, tepatnya tahun 1974. Berbagai usaha sempat ia
coba sebelum akhirnya memutuskan dan merasa cocok terjun di bisnis yang
terkait dengan pariwisata.
Dalam pengamatannya, banyak orang yang
berbicara tentang pariwisata, tetapi tak banyak yang mau melakukan hal
konkret untuk pariwisata, misalnya upaya promosi. Terlebih, melakukan
investasi jangka panjang. Namun, kondisi ini dilihat Johnnie sebagai
peluang. Tahun 1984 ia mulai menerjuni bisnis perhotelan, dengan memilih
Batam sebagai tempat perintisan. Pertimbangannya, wilayah tersebut
tengah menggeliat. Dari sini, ia melihat bisnis pariwisata dan
perhotelan akan sulit berkembang tanpa dukungan biro perjalanan. Maka,
bisnis biro perjalanan pun dimasukinya.
Sebagai mantan jurnalis,
tentu ia melihat pentingnya peran media. Maka, pada 1988 ia menerbitkan
Majalah Travel Club yang hingga kini masih eksis. Bahkan, selanjutnya ia
juga mendirikan radio swasta untuk mendukung bisnisnya itu. Pengelolaan
media cetak dan radio ini dimasukkan dalam divisi multimedia &
broadcast. Sekarang, divisi ini mengelola 6 radio FM komersial: El John
FM di Palembang, Jambi dan Pangkalpinang; Cendana FM di Pekanbaru; Live
FM di Bukittinggi; dan DD FM di Sungailiat, Bangka. Semua radio itu
mengambil segmen pasar yang belum tergarap. Contohnya, Live FM
Bukittinggi mengambil positioning sebagai radio pariwisata. Alasannya,
meski banyak objek wisata di Sum-Bar, belum ada radio khusus yang
menggarapnya. “Jangankan dari luar Sumatera, masyarakat Bukittinggi
sendiri banyak yang tak tahu daerahnya punya banyak objek wisata bagus,”
kata kelahiran 3 September 1956 ini. Contoh lainnya, El John FM
Palembang memosisikan diri sebagai radionya masyarakat etnis Tionghoa di
Kota Pempek.
Dari tahun ke tahun bisnis El John terus
berkembang. Tentu, ini tak lepas dari kepemimpinan Johnnie. Menurut ayah
dua anak ini, dirinya selalu berusaha mencari peluang bisnis yang bisa
ditangani dan berkesinambungan hasilnya. “Dari dulu saya tak suka bisnis
yang mendadak dapat uang banyak, namun sesudah itu nganggur lama.
Walaupun bisnis restoran uangnya kecil-kecil, kan kontinyu,” urai
Johnnie yang mengaku tidak menyukai bisnis kontraktor.
Kiat
Johnnie lainnya, berusaha melakukan inovasi terus-menerus. “Ini kunci
untuk merebut pasar yang terus bergerak,” katanya. Ia mencontohkan salah
satu inovasinya dalam pembangunan Parai Pool Villa & Spa di Bangka.
Di sini, pelanggan bisa membeli secara penuh vila-vila ini dan bila
tidak ditinggali, bisa disewakan dengan bantuan manajemen El John tanpa
biaya tambahan.
Inovasi juga dilakukan El John dalam
mengembangkan bisnis selaku GSA yang kini sukses dipercaya lebih dari 30
pemilik hotel dan lapangan golf di Indonesia. Jasa GSA ini menyasar
pengusaha yang tak punya banyak waktu lantaran sibuk mengurus bisnis
lain atau merasa tak punya kompetensi memadai di bidang ini. “Bisnis
hotel tidak bisa dikerjakan sampingan. Ini memerlukan ketelitian dan
waktu yang tidak sebentar agar eksis,” ujar pehobi membaca yang masih
aktif mengikuti kursus dan pelatihan ini.
Perusahaan pengguna
jasa GSA dari El John, disebutkan Johnnie, bisa memperoleh sejumlah
manfaat. Misalnya, biaya pemasaran jadi lebih rendah. Maklum, sebagai
GSA, El John menerima order baik dari biro perjalanan maupun agen.
Apalagi, El John memiliki tim yang secara reguler berkunjung ke biro
perjalanan untuk berpromosi sekaligus mengontrol biro perjalanan mana
saja yang kompeten. Menurut Johnnie, GSA tidak sekadar sebagai mediator
atau agen, tapi menjadi perwakilan penuh klien. Bahkan, jika dibutuhkan,
El John bisa pula menjadi pemasok barang kebutuhan hotel yang sulit
didapat di daerah, seperti sprei dan handuk.
Selain itu, El John
pun memberi konsultasi strategi pemasaran yang bisa dilakukan. Bagi
Johnnie, hal ini diperlukan karena pasar sudah berubah. Dulu orang
membutuhkan hotel hanya untuk menginap, tetapi sekarang banyak yang
untuk keperluan outing, gathering, team building, rapat, dan lainnya.
“Kalau hotel-hotel tak cepat mengantisipasi tren ini, akan ditinggal
pasar,” tutur Johnnie. Di samping soal pemasaran, El John memberi
konsultasi bagi hotel yang akan menerapkan ISO dan juga meyediakan
pelatihan SDM hotel.
Ada satu terobosan menarik Johnnie, tepatnya
di bisnis travel insurance. Sudah dua tahun ini El John mengeluarkan
produk asuransi bernama Star Club, hasil kerja sama dengan PT Asuransi
Jasa Indonesia. Untuk menjadi member, seseorang cukup membayar premi Rp
50 ribu/bulan dengan kontrak minimal satu tahun. Dengan premi sebesar
itu, anggota mendapat coverage Rp 500 juta untuk personal
accident/kecelakaan dalam bentuk apa saja -- asal jangan sampai
meninggal atau lumpuh total. Menurut Johnnie, produk ini laris manis
karena murah. Tak mengherankan, kini banyak perusahaan besar yang
mengambil paket lebih kecil seharga Rp 10 ribu/bulan dengan coverage Rp
100 juta. Jumlah anggotanya 36.000 orang dan, untungnya, hingga kini
belum ada klaim.
Kini, El John telah memiliki customer base yang
cukup luas. Mereka menjadi pelanggan El John, baik pelanggan aset
properti wisata milik sendiri yang ada di Sumatera maupun pelanggan
hotel-hotel yang keagenan dan pemasarannya ditangani El John . Klien
mancanegaranya kebanyakan dari Korea dan Jepang, khususnya kalangan
honey mooners. Adapun klien dari pasar lokal umumnya perusahaan besar,
misalnya untuk penyelenggaraan paket liburan, reward trip dan gathering.
Setidaknya ada sekitar 20 perusahaan yang aktif memakai jasa El John,
antara lain Medco, Conoco Phillip dan Astra.
Selama ini cara
pemasaran untuk menangkap pelanggan korporat ini banyak dilakukan dengan
pendekatan internal ke masing-masing perusahaan. Misalnya, dengan
menawarkan paket-paket trip menarik seperti team building, gathering dan
reward trip. Sementara pemasaran untuk pelanggan ritel, selain melalui
gerai tradisional dan biro perjalanan, juga dilakukan via Internet
(dengan website www.wisatanet.com). “Sudah mulai banyak yang membeli
lewat Internet,” kata Johnnie.
Menangkap konsumen luar negeri
dilakukan dengan perantaraan agen di Korea dan Jepang. Jadi, agen itu
yang menjalankan fungsi pemasaran. Jumlah agen di luar negeri tidak
banyak, satu di Jepang dan dua di Korea. “Untuk menghindari persaingan
sesama agen,” ujar Johnnie yang kini menjajaki penambahan agen di
Jerman. Toh, hingga kini ia masih akan fokus di pasar Asia, karena
semakin jauh lokasinya dari Indonesia biasanya pasar wisata yang bisa
diraih lebih kecil. Kini persentase pasar wisatawan yang menjadi klien
El John: 75% lokal dan 25% internasional.
Bila diamati, selama
ini El John memang banyak mengelola asetnya di Sumatera -- berupa
kawasan resor atau hotel plus resornya sekaligus. Asetnya banyak di
Bangka-Belitung. Karena itulah, Johnnie juga pantas disebut “Raja Bisnis
Wisata Bangka-Belitung”.
Nama El John yang dipakai sebagai
bendera bisnisnya punya cerita sendiri. Dulu, karena ia memiliki
beberapa radio, para relasi khususnya kalangan biro iklan sering
kesulitan mengingat nama-nama radio milik Johnnie. Lantas, para mitra
itu memberi masukan agar radio-radio itu digabung saja dalam sebuah nama
yang mudah diingat. Johnnie menuruti saran itu, hingga kemudian dipilih
kata “El John” yang diambil dari nama depannya.
Dari sederet
bisnis wisata El John yang dikelola 52 anak usaha/perusahaan, yang
menjadi pilarnya masih segmen hotel dan restoran. Divisi ini menyumbang
total omset 50% tiap tahun. Sejauh ini, menurut Johnnie, tak ada unit
usahanya yang merugi karena pihaknya selalu cepat mengambil tindakan
bila dalam 6 bulan berturut-turut ada bisnis yang rugi. Ia mengklaim
rata-rata bisnisnya telah mencapai titik impas (breakeven point/BEP).
Misalnya, Parai Resort yang 16 tahun berdiri meraih BEP pada tahun ke-8.
Bisnis yang modalnya relatif kecil -- Rp 500 juta-2 miliar -- seperti
resto biasanya mencapai BEP lebih cepat. “Nature bisnis hospitality,
setelah modal kembali harus diputar lagi untuk merenovasi tempat agar
tetap menarik, istilahnya di-reinvest,” kata Johnnie mengungkap kiatnya.
Soal
pendanaan usaha, Johnnie tak menampik bisnisnya berkembang pesat berkat
dukungan bank. Ia mendapatkan pinjaman bank ketika mengembangkan
bisnis-bisnis baru. Awalnya, memang tak mudah meyakinkan bank untuk
mendanai bisnisnya yang fokus di pariwisata. Maklum, return-nya tak
secepat dan sebesar sektor lain. Namun, karena selalu membayar kredit
tepat waktu dan berhubungan baik dengan pihak bank, akhirnya pihak bank
mau terus mendukungnya. Sejauh ini, bila ada bisnis baru, pola
pendanaannya 30% dari saku El John dan sisanya dari bank. Johnnie tak
menyebut pasti nilai aset bisnisnya sekarang. Akan tetapi, kalau mau
dikira-kira, ia tak menampik bila disebut mencapai sekitar Rp 100
miliar.
Johnnie yang kini dibantu tiga orang kepercayaan dalam
pengelolaan El John -- menyandang jabatan Vice President -- berprinsip:
ukuran sukses bisnis bukan dari besarnya profit, tapi dari kepercayaan
yang terus dijaga; entah itu dari konsumen, karyawan atau investor. Pria
yang kini lebih banyak tinggal di Jakarta ini punya obsesi, dalam lima
tahun ke depan grup usahanya bisa go public. Meski demikian, ia masih
tetap akan konsisten di bisnis pariwisata. “Saya berharap keberhasilan
saya bisa dinikmati oleh orang banyak,” kata Johnnie yang bercita-cita
membangun perpustakaan umum.
Anthonius Thedy, pengusaha biro
perjalanan yang juga pemilik Jakarta Express dan TX Travel, mengaku
sangat mengenal produk-produk El John. “Saya tahu karena sejak 1990-an
sudah memakai jasanya. Saya angkat topi dan salut pada beliau. Karena,
visinya jauh ke depan yang belum terpikir orang banyak, kemudian beliau
lakukan dan berhasil,” kata Thedy memuji. Ia memberi contoh upaya
Johnnie mengembangkan Pantai Parai, Bangka. “Kalau beliau tidak membuka
kawasan itu, mana ada orang yang tahu keindahan pantainya,” katanya.
Menurut Thedy, yang patut dicatat dari Johnnie adalah konsistensinya
mengembangkan wisata wilayah Bangka-Belitung.
Dari sisi
produk-produknya, ia menilai juga rata-rata cukup berhasil. “Pengalaman
saya memasarkan produknya, rata-rata 70% pelanggan puas memakai produk
El John,” ujarnya. Hanya saja, Thedy menyarankan agar Johnnie banyak
bersinergi dengan orang-orang yang sevisi agar tidak bekerja sendirian
alias single fighter. Selain itu, untuk bisnis biro perjalanan, menurut
Thedy, Johnnie kurang begitu berhasil. “Mungkin karena beliau tidak
fokus, dan orang yang visioner kayak Pak Johnnie tidak tepat di bisnis
ini,” ujarnya. Thedy mengamati, walau biro perjalanan El John ada di
beberapa kota, pertumbuhannya biasa-biasa saja. “Namun untuk
bisnis-bisnisnya yang lain seperti restoran, hotel, resort, saya lihat
berhasil.”
Pandangan lain dikemukakan Adhi Tirtawisata, Chairman
Panorama Tours, yang mengaku mengenal Johnnie sejak 20 tahun lalu.
“Orangnya hebat, bagus, perfeksionis dan ramah,” kata Adhi. Hal ini,
menurutnya, membuat siapa pun yang berinteraksi dengan Johnnie puas.
Tentang inovasi bisnis El John, Adhi mengakui bahwa kecepatannya mengisi
peluang pasar yang belum tergarap patut diacungi jempol. “Kami saja
keduluan dalam membangun executive lounge di bandara-bandara,” ujar Adhi
yang melihat Johnnie sebagai orang yang sudah menyumbang banyak untuk
pariwisata Indonesia.
Sumber : kisah-kiat-sukses-bisnis.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar